Saya bayangkan di plasa itu tersedia sarana olah raga ruang terbatas misalnya tenis meja, catur, dan senam kebugaran. Juga sarana kegiatan seni ruang terbatas misalnya tari, marawis, dan musik.
Selain itu juga sarana kegiatan pelatihan ekonomi kreatif misalnya kerajinan anyaman berbahan baku koran atau kemasan plastik. Serta sarana permainan tradisi seperti benteng dan gobak sodor.
Tentu tersedia juga sarana untuk menyendiri misalnya bangku-bangku taman, ruang baca, dan mushola mini.
Pertanyaannya kemudian, untuk kota Jakarta umumnya atau Kecamatan Mampang Prapatan khususnya, di mana bisa mendapatkan ruang untuk plasa sosialisasi semacam itu?
“Plasa Kecamatan”
Secara kebetulan, kemarin saya berkunjung ke Kantor Camat Mampang Prapatan untuk suatu urusan. Kantor Camat ini hanya berjarak sekitar 500 meter dari rumah kami. Saya terbiasa berjalan kaki ke sana melintasi gang berbelok-belok menembus perkampungan.
“Eurekaa …!” Saya berteriak dalam hati. Bukan karena berhasil tiba di Kantor Camat. Tapi karena tiba-tiba menyadari keberadaan plasa cukup luas di depan kantor itu. Selain untuk area parkir kendaraan, sebagian ruang plasa itu difungsikan untuk taman. Di samping kiri ada bangunan mushola kecil dan di samping kanan rumah dinas.
Saya pikir, plasa Kantor Camat Mampang Prapatan itu adalah potensi ruang publik yang belum digarap optimal. Pemanfaatannya masih sangat terbatas. Sepanjang pengamatan saya hari-hari sebelumnya, plasa ini hanya digunakan oleh anak kecil dan remaja sekitar untuk bermain di sore hari.
Jika potret fungsi plasa kecamatan di Kantor Camat Mampang Prapatan itu adalah tipikal plasa kecamatan di seluruh Propinsi DKI Jakarta, bayangkan seberapa luas potensi ruang publik yang telah disia-siakan selama ini.
Layak dipertanyakan mengapa Pemda DKI Jakarta berniat membeli tanah untuk keperluan ruang publik. Potensi ruang publik di kantor-kantor kecamatannya saja belum digarap optimal.