Mohon tunggu...
M. Sadli Umasangaji
M. Sadli Umasangaji Mohon Tunggu... Freelancer - Blogger - celotehide.com

Menulis beberapa karya diantaranya “Dalam Sebuah Pencarian” (Novel Memoar) (Merah Saga, 2016), Ideasi Gerakan KAMMI (Gaza Library, 2021), Serpihan Identitas (Gaza Library, 2022). Ia juga mengampu website celotehide.com.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Menilik Deteksi Dini Zat Besi Pada Remaja Putri

13 Mei 2023   16:33 Diperbarui: 27 Mei 2023   09:39 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber zat besi adalah makanan hewani seperti daging, ayam, dan ikan. Sumber baik lainnya adalah telur, serelia tumbuk, kacang-kacangan, sayuran hijau, dan beberapa jenis buah. Sebaiknya diperhatikan kombinasi makanan sehari-hari, yang terdiri atas campuran sumber besi berasal dari hewani dan sayur-sayuran serta sumber gizi lain yang dapat membantu absorpsi. (Almatsier, 2009).

Defisiensi Zat Besi; Deteksi Dini dan Anemia 

Sel darah merah rata-rata berumur kurang lebih empat bulan. Sel-sel hati dan limpa mengambilnya dari darah, memecahnya dan menyiapkan produk-produk pemecahan tersebut untuk dikeluarkan dari tubuh atau di daur ulang. Zat besi sebagian besar di daur ulang. Hati mengikatkannya ke transferin darah, yang mengangkutnya kembali ke sumsum tulang untuk digunakan kembali membuat sel darah merah baru. (Almatsier, 2009).

Deteksi dini masalah gizi adalah upaya menemukan gejala awal malnutrisi dan tindakan dini untuk mencegah kerugian dalam kehidupan masyarakat. Deteksi adalah langkah awal dalam menilai sebuah masalah gizi. Ada beberapa penilaian status gizi (Supariasa, I Dewa Nyoman, dkk, 2002) terdiri dari secara langsung dan secara tidak langsung. Secara langsung diantaranya antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Secara tidak langsung survei konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi.

Defisiensi zat besi merupakan defisiensi gizi yang paling umum terdapat, baik di Negara maju maupun di Negara sedang berkembang. Secara klasik defisiensi besi dikaitkan dengan anemia gizi besi. Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam pembentukkan hemoglobin, baik karena kekurangan konsumsi atau karena gangguan absorpsi. Zat gizi yang bersangkutan adalah zat besi, protein, vitamin B6 yang berperan sebagai katalisator dalam sintesis hem di dalam molekul hemoglobin, vitamin C yang mempengaruhi absorpsi dan pelepasan besi dari transferin ke dalam jaringan tubuh, dan vitaminE yang mempengaruhi stabilitas membrane sel darah merah. (Almatsier, 2009).

Anemia merupakan keadaan yang ditandai dengan rendahnya kadar hemoglobin dan atau berkurangnya jumlah dan mutu sel darah merah, yang berfungsi sebagai sarana transportasi zat gizi serta oksigen untuk proses fisiologi dan biokimia jaringan tubuh. Diagnosis anemia ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala yang muncul serta dengan melihat hemoglobin dalam darah.

Menurut  World Health Organization  (WHO) kadar hemoglobin (Hb) sebagai indikator anemia untuk anak-anak dan wanita hamil < 11 g/L dan untuk wanita tidak hamil < 12 g/L. Sedangkan anemia berat <  7 g/L untuk anak-anak dan wanita hamil dan wanita tidak hamil < 8 g/L (WHO, 2011 dalam Wulandari, 2017). Penegakkan diagnosis anemia dilakukan dengan pemeriksaaan laboratorium kadar hemoglobin/Hb dalam darah dengan menggunakan metode  Cyanmethemoglobin  (WHO, 2001). Hal  ini sesuai dengan Permenkes Nomor 37 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Laboratorium Pusat Kesehatan Masyarakat. Rematri dan WUS menderita anemia bila kadar hemoglobin darah menunjukkan nilai kurang dari 12 g/dL (Kemenkes, 2018).

Secara umum faktor utama penyebab anemia adalah asupan zat besi yang kurang. Sekitar dua per tiga zat besi dalam tubuh terdapat dalam sel darah merah hemoglobin. Faktor lain yang berpengaruh terhadap kejadian anemia antara lain gaya hidup, kebiasaan makan, kebiasaan sarapan pagi, sosial ekonomi, demografi, pendidikan, jenis kelamin, umur dan wilayah. Wilayah perkotaan atau  pedesaan  berpengaruh  melalui  mekanisme  yang berhubungan dengan  ketersediaan  sarana fasilitas kesehatan maupun ketersediaan  makanan yang pada  gilirannya  berpengaruh pada pelayanan  kesehatan dan asupan zat besi. (Permaesih, Dewi, dan Susilowati, 2005).

Dampak dari anemia pada kesehatan antara lain menurunkan kemampuan dan konsentrasi belajar, menghambat pertumbuhan fisik dan kecerdasan otak, meningkatkan resiko menderita infeksi, menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah sakit menurunkan semangat, konsentrasi dan prestasi belajar. Mengganggu pertumbuhan sehingga tidak bisa mencapai tinggi badan optimal (Depkes, 2005 dalam Rachmadianto, 2014). Penyebab anemia gizi diantaranya adalah makanan yang dikonsumsi sehari-hari kurang mengandung zat besi yang dibutuhkan tubuh, meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi misalnya karena masa remaja mengalami proses menstruasi dan meningkatnya pengeluaran zat besi dari tubuh (misalnya karena perdarahan akibat kecelakaan, kehilangan darah akibat menderita penyakit malaria, kecacingan dan haid). (Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur, 2010 dalam Rachmadianto, 2014).

Memandang Zat Besi dan Remaja Putri

Populasi remaja di Indonesia mencapai 20% dari total populasi penduduk Indonesia, yaitu sekitar 30 juta jiwa. World Health Organization menyebutkan bahwa banyak masalah gizi pada remaja masih terabaikan, disebabkan karena masih banyak faktor-faktor yang belum diketahui, padahal remaja merupakan sumber daya manusia Indonesia yang harus dilindungi karena potensinya yang sangat besar dalam upaya pembangunan kualitas bangsa (Rachmadianto, 2014).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun