“Karenanya, kami mendorong kepada pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran ini dapat dilanjutkan, sehingga regulasi yang sudah berusia 22 tahun dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman. Termasuk juga kelembagaan KPI sebagai regulator penyiaran dapat bersifat struktural dengan penganggaran terpusat dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN),”terangnya. (link)
“Bagaimana mungkin yang melakukan pengawasan lembaga penyiaran di daerah, harus meminta dulu untuk mendapat dukungan manajerial dan operasional kegiatan, ini kan gak masuk akal,” tegas Wakil Ketua KPI Pusat Mohamad Reza.(link)
Menurut Anggota KPI Pusat bidang Kelembagaan ini, kepentingan dari perlunya RUU Penyiaran segera disahkan lantaran teknologi digital mengalami perkembangan yang sangat pesat, dan jika bebas dampaknya bisa buruk bagi generasi muda bangsa seperti terorisme, radikalisme, dan kekerasan. (link)
Dalam tiga statement yang dikatakan orang KPI diatas ada beberapa yang penulis bisa tangkap tujuan mereka menciptakan kebijakan baru penuh dengan masalah ini. Menurut mereka, mereka ingin dapat melakukan pengawasan dengan lebih leluasa lagi, ingin meng-update peraturan mereka sesuai perkembangan zaman, dan tentu saja mencegah dampak buruk dari perkembangan teknologi digital.
Namun, semua tahu sama tahu kalau ini bisa saja benar namun bisa saja hanya lip service, mengingat KPI adalah lembaga yang sangat bias dalam menjalankan kebijakannya. Lembaga yang tajam ke kartun namun lembek ke Sinetron, sok menghakimi Spongebob dan, Naruto, bahkan Conan namun pada sinetron seperti Suara Hati Istri malah dibiarkan tayang dengan cara seperti "mengganti aktris" yang dinilai bermasalah.
Penulis bisa menarik tujuan sejati dibalik praktik KPI yang ingin "meng-update" peraturan mereka, mungkinkah mereka benar-benar ingin meng-update peraturan berusia 22 tahun itu atau... mereka memiliki tujuan lain, mengingat mereka memiliki keinginan untuk "mengontrol Netflix dan Youtube" juga.
Salah satunya bisa di cek dari tren masyarakat kini yang berpindah dari TV ke Internet, bagaimana Internet lebih sering dipakai daripada televisi untuk warga Indonesia secara keseluruhan :
Secara rinci, ada 55,3% responden memilih internet sebagai media yang paling sering mereka gunakan. Sebanyak 36,1% responden mengaku paling sering menggunakan televisi.
Kemudian, ada 1,7% responden memilih radio sebagai media yang sering digunakan. Sedangkan, koran dan majalah masing-masing hanya dipilih sebanyak 1,1% dan 0,1%. (link)
Data dari tahun 2022 ini saja menunjukkan bahwa lebih banyak orang yang memakai internet(medsos, situs web, dll) daripada TV sekitar 53:36. Bukan hanya itu saja, salah satu hal lain yang perlu dicatat adalah ada data yang menunjukkan bahwa 66% anak-anak ASEAN lebih memilih internet daripada TV.
Penelitian oleh SuperAwesome memberikan informasi bahwa anak-anak di kawasan ASEAN mulai mengesampingkan televisi sebagai pilihan untuk mendapatkan hiburan digital. Saat ditanya, 66 persen anak-anak di kawasan ASEAN lebih memilih internet dibandingkan televisi, untuk mendapatkan hiburan.(Link)