Mohon tunggu...
mr.x
mr.x Mohon Tunggu... Freelancer - -

Blogspot resmi: https://mrxkomp.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

RUU Penyiaran: Menjaga Masyarakat atau Menguntungkan Satu Pihak?

19 Agustus 2024   12:10 Diperbarui: 19 Agustus 2024   12:21 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Adapun "Penyelenggara Platform Digital" ini adalah sebagaimana yang dibawah ini:

Penyelenggara Platform Digital Penyiaran adalah pelaku usaha yang terdiri atas perseorangan atau lembaga yang menyelenggarakan konten Siaran melalui Platform Digital Penyiaran. 

Kasarnya, Penyelenggara Platform Digital adalah orang/kelompok yang menjadi pencipta konten di sebuah platform, entah itu Youtube, Tiktok, Instagram, Facebook, dan lain sebagainya. Bukan hanya mereka, namun ini juga termasuk mereka yang ada perusahaannya pun akan disebut sebagai "Penyelenggara Platform Digital". 

Adapun isinya yang 34F ayat 2 huruf e ini berkali-kali disinyalir sebagai masalah bagi para pencipta konten yang tengah menjamur, mengingat era kini adalah era dimana orang bisa menaiki level status sosial mereka dengan membuat konten di internet apapun itu platformnya. Proyeksi pendapatannya saja sudah cukup menggiurkan bagi pemerintah, seperti angka dibawah ini:

Nilai ekonomi yang dihasilkan para kreator konten ini tidak kecil. Penyedia platform influencer marketing, Famous Allstars, memproyeksikan nilai pasar industri kreator konten di Indonesia mencapai Rp 4 triliun hingga Rp 7 triliun, dengan perkiraan peningkatan lima kali lipat pada 2027. (Link)

Apabila di cek pada kalimat terakhirnya dimana menyatakan pada tahun 2027 akan terdapat peningkatan hingga 5 kali lipat atau 400%, dimana angkanya dapat mencapai Rp 20-25 Trilliun. Angka ini mungkin terkesan "kecil" dalam skala nasional atau mungkin hanya sebatas ukuran yang cukup kecil, mengingat angka perhitungan uang nasional bisa menjebol kuadriliun(1000 Trilliun) dengan mudahnya. 

Namun, mengingat Indonesia adalah negeri yang mempajakan segalanya, sekecil apapun itu uangnya, "uang adalah uang" seperti Mr Krabs dalam Spongebob Squarepants dimana apapun pasti akan diuangkan oleh negara ini. Sehingga bukan hanya akan ada pajak khusus bagi konten kreator namun, penulis lupa apakah ada pajak untuk setiap video yang terunggah terlepas dari viewnya atau tidak...

Bahaya yang akan datang bagi para content creator...

Salah satu hal yang cukup dipermasalahkan adalah Pasal 50B ayat 2 dimana KPI menentukan SIS dan konten apa saja yang boleh disiarkan didalam platform digital di Indonesia.  Dalam ayat 2 dispesifikan lagi apa saja yang dilarang muncul dalam dunia digital Indonesia, salah satunya adalah Jurnalisme Investigasi yang dimana berisikan hasil penyelidikan salah satu pihak jurnalis mengenai sebuah isu tertentu.

Berikut isi Pasal 50B ayat (2): Selain memuat panduan kelayakan Isi Siaran dan Konten Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SIS memuat larangan mengenai:

  1. Isi Siaran dan Konten Siaran terkait narkotika, psikotropika, zat adiktif, alkohol, dan perjudian;
  2. Isi Siaran dan Konten Siaran terkait rokok;
  3. penayangan eksklusif jurnalistik investigasi;
  4. penayangan suatu profesi atau tokoh yang memiliki perilaku atau gaya hidup negatif yang berpotensi ditiru oleh masyarakat;
  5. penayangan aksi kekerasan dan/atau korban kekerasan;
  6. penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran yang mengandung unsur mistik;
  7. penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran yang menyajikan perilaku lesbian, homoseksual, biseksual, dan transgender;
  8. penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran pengobatan supranatural;
  9. penayangan rekayasa negatif informasi dan hiburan melalui Lembaga Penyiaran dan Penyelenggara Platform Digital Penyiaran;
  10. menyampaikan Isi Siaran dan Konten Siaran yang secara subjektif menyangkut kepentingan politik yang berhubungan dengan pemilik dan/atau pengelola Lembaga Penyiaran dan Penyelenggara Platform Digital Penyiaran;
  11. dan penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, pencemaran nama baik, penodaan agama, kekerasan, dan radikalisme-terorisme. (link)

Artikel ini tidak akan berbicara lebih dalam mengenai "Jurnalisme Investigasi", dan akan lebih berfokus pada "Konten Kreator". Namun, di satu sisi penulis menilai bisa saja, prinsip "tidak bersalah hingga terbukti bersalah"(innocent until proven guilty) adalah prinsip yang mendasari mengapa jurnalisme investigasi akan dilarang oleh KPI. Namun, disisi lain, penulis merasa bahwa ada beberapa pihak dengan conflict of interest akan mencoba menggunakan pasal ini untuk melindungi diri mereka sendiri. 

Kembali ke masalah para konten kreator, ayat 34F ayat 2 Huruf e dinyatakan sebagai cukup bermasalah oleh banyak pihak. Adapun beberapa kutipan di bawah ini memberikan gambaran mengapa ayat ini sangat berbahaya bagi para konten kreator:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun