Mohon tunggu...
Mohammad Rasyid Ridha
Mohammad Rasyid Ridha Mohon Tunggu... Buruh - Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Pekerja di NKRI Pengamat Sosial, pecinta kebenaran...Masih berusaha menjadi orang baik....tak kenal menyerah

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Holding Migas, Holding Energi, dan Bubarnya Kementerian BUMN

1 Agustus 2018   16:30 Diperbarui: 2 Agustus 2018   07:13 1312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Persaingan yang tetap berlanjut di jaman menteri BUMN Rini M. Soemarno menjadikan Pemerintah bergegas membentuk holding Migas dengan mekanisme penyerahan (inbreng) saham seri B PGN milik negara kepada Pertamina. Pro kontra tentu terjadi baik di kalangan pekerja maupun managemen PGN, tidak demikian halnya dengan Pertamina atau Pertagas yang cenderung menerima.

Serikat Pekerja PGN (SP-PGN) saat itu berkirim surat kepada Presiden mendukung upaya pemerintah untuk mengoptimalkan BUMN serta mengusulkan agar holding diperluas menjadi holding energi dengan melibatkan dan memasukkan PLN (Perusahaan Listrik Negara) sebagai salah satu anggota holding. Hal ini didasari bahwa penggunaan terbesar dari migas adalah untuk pembangkitan listrik disamping transportasi dan industri.

Namun sepertinya pemerintah belum berkenan dengan solusi dari SP-PGN dan tetap membentuk holding Migas dengan menyerahkan kepemilikan saham negara di PGN kepada Pertamina. 

Selain itu Kementerian BUMN juga mengamanatkan pengambilalihan saham Pertagas oleh PGN. Hal ini juga menyulut protes penolakan akuisisi Pertagas oleh PGN dari pekerja Pertagas dan Pertamina yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB). 

Isu yang digelorakan adalah karena PGN dianggap milik asing, kinerja keuangannya tidak bagus dan transaksi ini akan merugikan negara. Padahal saat rencana akuisisi Pertagas oleh PGN diumumkan oleh Direksi PGN, maka saham PGN yang berkode PGAS justru jatuh. Jatuhnya saham PGAS dikarenakan banyak investor menilai pembelihan Pertagas oleh PGN terlalu mahal hingga 2 sampai 3 kali lipat. 

Kalau investor melihat akuisisi ini kemahalan, maka menurut saya justru negara tidak dirugikan alias diuntungkan. Kalau boleh saya menggunakan istilah "negara merampok uang investor". Apakah kemudian kinerja PGN atau Pertamina di masa mendatang akan kinclong setelah akuisisi ini, ya kita tunggu saja.

Barangkali holding Migas tidak akan pernah lahir ketika kementerian BUMN bisa tegas dari awal mengenai persaingan antara PGN dan Pertagas. Bukankah kelahiran Pertagas juga atas restu kementerian BUMN yang menempatkan wakilnya sebagai komisaris di Pertamina? Kalau kemudian direksi masing-masing perusahaan tidak bisa bersinergi kan tinggal diganti saja, tidak perlu repot-repot buat holding. Itulah mengapa saya sebut proses holding migas adalah kecelakaan.

Holding Energi dan Bauran Energi

Melalui Peraturan Pemerintah No 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional telah ditetapkan target Bauran Energi di tahun 2025 dan 2050.

dokpri
dokpri
Bauran energi nasional yang telah ditentukan semestinya menjadi target yang harus dicapai oleh negara ini. Namun tugas ini tidak mungkin semata menjadi tanggungjawab kementerian ESDM, namun juga tanggung jawab perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Indonesia, utamanya adalah BUMN.

Itulah mengapa bangunan holding Migas menurut saya belum akan bisa memberikan kontribusi banyak menuju bauran energi 2025 atau 2050. Terlihat ada porsi yang harus dituju untuk masing-masing jenis energi primer, dimana porsinya ada yang dinaikan namun ada yang diturunkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun