Mohon tunggu...
M Jazuli Rahman
M Jazuli Rahman Mohon Tunggu... Guru - Guru, pegiat outdoor, aktivis kebencanan.

Mrjazuli@gmail.com https://www.instagram.com/jazuli_rahman/ https://www.facebook.com/jazuli.rahman

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Pak Guru Daring

21 Maret 2021   08:08 Diperbarui: 21 Maret 2021   08:32 1412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ko di luar? Itu Pak Guru sudah mulai Bahasa Indonesia di grup." Kata Adul.

"Tidak bisa belajar hari ini Dul. HP ku rusak". Jawab Sholeh.

Habislah harapan Adul untuk belajar bersama Sholeh hari ini. Diambilnya satu batang kayu kecil panjang di depan Sholeh.

" Sholeh.. jambunya banyak berbuah. Aku minta". Kata Adul.

***

Pagi-pagi Nia sudah di dapur. Dia harus memasakan sarapan untuk ibu dan kedua adiknya. Semenjak pandemi ini tugasnnya di rumah sedikit longgar. Biasanya sebelum berangkat sekolah dia harus menyiapkan makanan lebih awal. Ibunya sudah lama kena stroke. Dia harus melayani keperluan ibunya setiap hari. Pembelajaran jarak jauh seperti ini membuat lebih banyak kesempatan dia melayani sang ibu. Nia tidak mempunyai HP atau gawai seperti teman-temannya yang lain. Semua tugas sekolah dia kerjakan secara manual di buku. 

Dia harus menemui guru-gurunya ke sekolah atau menunggu gurunya yang datang ke rumah memberikan penugasan untuk belajar mandiri. Hari ini Pak Guru Bahasa Indonesia tidak bisa iya temui. Guru tersebut mengajar daring sambil berada di rumahnya saja. Kemungkinan besok dia baru bisa menemuinya di sekolah. Ayah Nia hanya pedagang sayur keliling. Subuh hari sudah berangkat ke pasar untuk membeli keperluan menjual. Setelah dzuhur baru ayahnya pulang. Sudah dicobanya menabung untung membelikan anaknya gawai untuk Nia belajar. Semua itu sia-sia, masa pandemi sekarag ini penjualan juga sepi. Tidak ramai seperti normal. Uang keuntungan jualan juga pasti digunakan buat istrinya berobat.  

Nadri sepupu Nia yang juga teman satu kelasnya bernasib sama.  Nadri sebagai anak laki-laki tidak mau berdiam diri. Tidak masuk normal ke sekolah seperti ini memberikan pengalaman yang berbeda dengannya. Awalanya dia bekerja untuk dapat membeli gawai buat belajar. Lama-kelamaan uangnya digunakannya untuk keperluan lain. Dia bekerja memotong karet di pagi hari dan membantu  menjaga tambak ikan siang dan sore harinya. Pengalaman mendapatkan uang dengan keringatnya sendiri membuatnya terbuai. Apalagi orang tuanya sudah tidak membiayai hidupnya lagi. Kedua orang tuanya bercerai dan memilih hidup dengan pasangan masing-masing. Keduanya tidak di desa lagi. Nadri tinggal dengan neneknya. Seandainya sekolah kembali masuk dia bertekad untuk berhenti. Tugas-tugas pun sudah tidak dikerjakannya. Berulang kali guru BK membujuknya untuk sekolah lagi.

"Kalau tidak bisa online, datang aja ke sekolah  untuk ketemu guru-guru buat belajar." Kata bu Miftah guru BK Nadri.

Nasehat tentang masa depan juga sudah diberikan. Nadri tetap pada pendiriannya. Dia tetap bekerja untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Tidak cukup waktu untuk belajar. Baginya sekolah masa depannya untuk bekerja. Dan dia saat ini sudah bekerja.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun