Mohon tunggu...
M. Rizqi Hengki
M. Rizqi Hengki Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas IBA Palembang, Program Kekhususan Hukum Pidana.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pengecualian terhadap Pelaku Pencemaran Nama Baik yang Tidak Dapat Dihukum Menurut KUHP

20 April 2019   00:07 Diperbarui: 20 April 2019   15:21 21041
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam hukum, belum ada definisi yang tepat mengenai pengertian pencemaran nama baik.

Sehingga tiap orang dapat bebas memberikan pemahamannya mengenai pencemaran nama baik.

Hukum, dalam hal ini versi KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), lebih mengenal istilah "Penghinaan."

Sesuai dengan Pasal 310 KUHP yang pada umumnya didefinisikan: "suatu tindakan yang merugikan nama baik dan kehormatan seseorang." (Wawan, 2012: 7).

Unsur-unsur pencemaran nama baik atau penghinaan (menurut Pasal 310 KUHP) adalah (Wawan, 2012: 13):

  1. dengan sengaja;
  2. menyerang kehormatan atau nama baik;
  3. menuduh melakukan suatu perbuatan;
  4. menyiarkan tuduhan supaya diketahui umum.

Dari ketentuan Pasal 310, telah dirumuskan tindakan pencemaran nama baik itu dapat berupa:

  1. menista dengan lisan (smaad) - Pasal 310 ayat (1),
  2. menista dengan surat (smaadschrift) - Pasal 310 ayat (2).

Apabila unsur-unsur penghinaan atau pencemaran nama baik ini hanya diucapkan (menista dengan lisan), maka perbuatan itu tergolong dalam Pasal 310 ayat (1) KUHP.

Namun, apabila unsur-unsur tersebut dilakukan dengan surat atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan (menista dengan surat).

Maka pelaku dapat dijerat atau terkena sanksi hukum Pasal 310 ayat (2) KUHP.

Sekalipun tindakan seseorang telah memenuhi unsur-unsur pencemaran nama baik.

Namun demikian menurut Pasal 310 ayat (3) KUHP perbuatan-perbuatan tersebut dalam ayat (1) dan (2) itu tidak dapat dihukum, apabila tuduhan itu dilakukan (Wawan, 2012: 21):

  1. Demi membela "kepentingan umum"; atau
  2. Karena terpaksa untuk "membela diri".

Pasal 310 ayat (3) menyatakan: "Tidak termasuk menista atau menista dengan tulisan, jika ternyata sipembuat melakukan hal itu untuk kepentingan umum atau lantaran terpaksa perlu untuk mempertahankan dirinya sendiri." (R. Soesilo,1995: 225).

Jadi, apabila dapat dibuktikan bahwa yang dilakukannya perbuatan menista atau menista dengan tulisan itu adalah untuk kepentingan umum atau untuk membela diri.

Maka orang itu dapat dibebaskan.

Pertanyaannya, siapa yang menentukan perbuatan itu merupakan pembelaan terhadap kepentingan umum atau terpaksa untuk membela diri?

Untuk menjawab hal ini, maka kita buka Pasal 312 KUHP di mana ditentukan di situ bahwa patut atau tidaknya pembelaan kepentingan umum dan pembelaan diri yang diajukan oleh tersangka terletak pada pertimbangan hakim.

Pasal 312 menyatakan (R. Soesilo, 1995: 227): 

"Membuktikan kebenaran tuduhan itu hanya diizinkan dalam hal yang berikut dibawah ini:

  1. kalau hakim menganggap perlu akan memeriksa kebenaran itu, supaya dapat menimbang perkataan siterdakwa, bahwa ia telah melakukan perbuatan itu untuk kepentingan umum atau karena untuk mempertahankan dirinya sendiri.
  2. kalau seorang pegawai negeri yang dituduh melakukan perbuatan dalam menjalankan pekerjaannya (jabatannya).

Penjelasan dari pasal ini bahwa yang dimaksud membela diri di sini adalah membela "diri sendiri" dan bukan membela orang lain.

Hal ini untuk membedakan dengan pengertian "noodweer" atau pembelaan dalam hukum sesuai dengan Pasal 49 KUHP.

Yaitu pembelaan yang dilakukan untuk membela diri atau diri orang lain, kehormatan atau benda.

Adanya persyaratan bahwa hakimlah yang akan menentukan apakah perbuatan pencemaran nama baik itu dapat dihukum atau tidak sebagaimana ditentukan Pasal 310 ayat (3) KUHP.

Juga merupakan "peluang" yang dapat dimanfaatkan oleh aparat penegak hukum di tingkat kepolisian dan kejaksaan untuk menjerat seseorang yang dituduh telah melakukan pencemaran nama baik.

Karena, dengan diserahkannya penentuan ini sepenuhnya kepada hakim.

Polisi atau jaksa menjadi tidak memiliki beban untuk memproses seseorang telah melakukan pencemaran nama baik sekalipun tindakannya telah memenuhi unsur Pasal 310 ayat (3) KUHP.

Yaitu unsur-unsur yang tidak dapat menghukum tindakan seseorang dengan dalih melakukan "pencemaran nama baik".

Alhasil, akan semakin banyaklah orang dijerat dengan pasal pencemaran nama baik oleh polisi maupun jaksa.

Karena, pada akhirnya keputusan terpenuhi atau tidaknya unsur Pasal 310 ayat (3) KUHP itu terletak di tangan hakim.

Dan bicara keputusan hakim adalah bicara keputusan yang dinyatakan di pengadilan.

Sekalipun demikian, pendapat Prof. Dr. Muladi, S.H., Guru besar Hukum Pidana Universitas Diponegoro rasanya patut dijadikan rujukan bagi aparat penegak hukum baik polisi, jaksa, maupun hakim (www.hukumonline.com tanggal 30 Mei 2005).

Menurutnya, yang bisa melaporkan pencemaran nama baik seperti yang tercantum dalam Pasal 310 dan 311 KUHP adalah pihak yang diserang kehormatannya, direndahkan martabatnya, sehingga namanya menjadi tercela di depan umum.

Namun, tetap ada pembelaan bagi pihak yang dituduh melakukan pencemaran nama baik apabila menyampaikan suatu informasi ke publik.

Hal-hal yang menjadikan seseorang tidak dapat dihukum dengan pasal pencemaran nama baik atau penghinaan adalah:

  1. Penyampaian informasi itu ditujukan untuk kepentingan umum.
  2. Untuk membela diri
  3. Untuk mengungkapkan kebenaran.

Dengan demikian, orang yang menyampaikan informasi, secara lisan maupun tertulis diberi kesempatan untuk membuktikan bahwa tujuannya itu benar.

Kalau tidak bisa membuktikan kebenarannya, itu namanya penistaan atau fitnah (Wawan, 2012: 24).

DAFTAR PUSTAKA

Alam, Wawan Tunggul. (2012). Pencemaran Nama Baik di Kehidupan Nyata & Dunia Internet. Jakarta: Wartapena.

Prof. Dr. Muladi, S.H. (2005). "Ancaman Pencemaran Nama Baik Mengintai", https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol12901/ancaman-pencemaran-nama-baik-mengintai . tanggal 30 Mei 2005.

Soesilo, R. (1995). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia.

Dok.kompal
Dok.kompal

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun