Pada buku " Kawruh Jiwa " yang ditulis oleh Ki Ageng Suryomentareng, terdapat sebuah bagian yang berisi wejangan " Pangawinkan Pribadi ". Wejangan Ki Agung Suryomentarang " Pangawinkan Pribadi " adalah sebuah konsep yang mengajarkan tentang pentingnya memahami diri sendiri sebagai jalan menuju kebahagiaan dan kebenaran. Pangawinkan Pribadi berarti pengertian terhadap rasanya sendiri, karena jiwa adalah rasa. Dengan melakukan Pangawinkan Pribadi, seseorang dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya, serta mengendalikan keinginan dan emosinya yang dapat mengganggu keseimbangan jiwa.
Wejangan ini memiliki tujuan untuk mengendalikan keinginan yang ada dalam diri seorang pemimpin agar tetap sesuai dengan konsep 6 " Sa " yaitu, Sa-Butuhne ( Sebutuhnya ), Sa-Perlune ( Seperlunya ), Sa-Cukupe ( Secukupnya ), Sa-Benere ( Sebenarnya ), Sa-Mesthine ( Semestinya ), dan Sa-Penake ( Seenaknya ). Dalam " Pangawinkan Pribadi ", terdapat konsep "Semat, Derajat, Kramat" Â yang mengajarkan tentang tiga hal yang sering menjadi tujuan hidup manusia, yaitu kekayaan dan kesenangan (semat), keluhuran dan kemuliaan (derajat), serta kekuasaan dan kepercayaan (kramat).Â
Ki Ageng Suryomentaram menekankan bahwa ketiga hal tersebut tidak dapat memberikan kebahagiaan sejati, melainkan hanya sementara dan bersifat relatif. Kebahagiaan sejati hanya dapat diperoleh dengan memahami diri sendiri secara tepat, benar, dan jujur, yaitu dengan melakukan Pangawinkan Pribadi. Dalam diri seorang pemimpin, konsep "Semat, Derajat, Kramat" dapat menjadi pedoman untuk menghindari kesombongan, keserakahan, dan kesewenang-wenangan.Â
Seorang pemimpin yang baik harus menyadari bahwa semat ( Kekayaan dan Kesenangan ), derajat ( Keluhuran dan Kemuliaan ), dan kramat ( Kekuasaan dan Kepercayaan ) yang ia miliki bukanlah miliknya sendiri, melainkan titipan dari Tuhan yang sewaktu-waktu dapat diambil kembali. Seorang pemimpin yang baik juga harus menghargai dan menghormati semat, derajat, dan kramat orang lain, serta tidak merendahkan atau menghina mereka. Seorang pemimpin yang baik harus bersikap rendah hati, adil, dan bijaksana dalam menggunakan semat, derajat, dan kramat yang ia miliki untuk kesejahteraan dan kemajuan sistem yang dipimpin nya, bawahan nya, dan yang paling utama adalah tanggung jawab terbesar nya yaitu rakyat.
Seorang pemimpin yang mengejar semat, derajat, dan keramat akan menghalalkan segala cara untuk mendapat hal -- hal tersebut, sehingga akan menjadi pemimpin yang rawan korupsi, arogan, dan otoriter. Pemimpin yang tidak bisa mengimplementasikan Pangiwinkan Pribadi, akan Menuhankan Semat, Derajat, dan Keramat dan akan terus mempertahankannya dengan segala cara, termasuk dengan mengorbankan rakyat, merasa paling hebat, paling mulia, dan paling berkuasa, serta tidak mau mendengar kritik atau saran dari orang lain.
Salah satu penyebab maraknya korupsi di Indonesia adalah masih banyak orang - orang yang menuhankan Semat, Derajat, dan Kramat sehingga menghalalkan korupsi sebagai cara untuk mendapatkan kekayaan sebanyak - banyaknya dalam waktu sesingkat - singkatnya, meskipun hal tersebut sangat merugikan seluruh rakyat Indonesia.
Oleh karena itu, seorang pemimpin harus selalu mengingat wejangan Ki Ageng Suryomentaram "Aja Dumeh" yang artinya jangan menyombongkan diri, jangan membusungkan dada, jangan mengecilkan orang lain karena diri sendiri lebih berpangkat tinggi, berkuasa atau kaya raya, sebab manusia itu pada hakikatnya adalah sama. Seorang pemimpin harus selalu berusaha untuk melakukan Pangawinkan Pribadi, yaitu memahami dirinya sendiri dengan tepat, benar, dan jujur, sehingga ia dapat menjadi pemimpin yang baik, yang mampu membawa rakyatnya menuju kebahagiaan sejati
Kawruh Jiwa mengajarkan cara memahami diri sendiri (meruhi awakipun piyambak) secara tepat, benar, dan jujur, sehingga dengan sendirinya juga dapat memahami atau mengerti orang lain dan lingkungannya, tanpa bergantu pada tempat, keadaan, ataupun waktu ( Mboten Gumantung Papan, Wekdal Lan Kawontenan ). Kawruh Jiwa berdasar pada pengalaman, hasil pemikiran, dan logika dari Ki Agung Suryomentarem, bukan berdasar pada hal - hal klenik Jawa ataupun hal mistis atau ghaib dan takhayul. Kawruh Jiwa memiliki beberapa persamaan dengan Trait Theories of Leadership.Â
Trait theories of leadership adalah teori yang berusaha menjelaskan kepemimpinan berdasarkan karakteristik atau sifat-sifat tertentu yang dimiliki oleh pemimpin. Teori ini berasumsi bahwa sifat-sifat seperti Adaptabilitas dan fleksibilitas, Asertivitas, Keberanian dan keteguhan, dan Kreativitas dapat mempengaruhi perilaku dan kinerja pemimpin dalam berbagai situasi. Teori ini juga menganggap bahwa sifat-sifat kepemimpinan dapat dipelajari dan dikembangkan melalui pendidikan, pengalaman, dan latihan.