Mohon tunggu...
Seniya
Seniya Mohon Tunggu... Ilmuwan - .

Tulisan dariku ini mencoba mengabadikan, mungkin akan dilupakan atau untuk dikenang....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kisah Hakim Bao dan Para Pendekar Penegak Keadilan (Bagian 17)

6 Mei 2018   16:27 Diperbarui: 8 Juli 2018   16:34 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KISAH HAKIM BAO DAN PARA PENDEKAR PENEGAK KEADILAN

BAGIAN 17 – PENGURUS ISTANA MENGUNJUNGI BAO, IBU SURI PERGI KE ISTANA NANQING

Setelah mata ibu suri Li bisa melihat kembali, ia sangat berterima kasih kepada Nyonya Li yang setiap hari menghibur dan berusaha menyenangkan hatinya dalam segala hal, termasuk makanan dan minuman serta kehidupan sehari-hari – semuanya tanpa kecuali sesuai dengan kesukaan ibu suri. Karena hatinya lebih bahagia, wajah ibu suri menjadi lebih cerah dan menjadi lebih bersemangat, tidak seperti penampilannya dulu ketika masih tinggal di tempat pembakaran yang tidak digunakan.

Namun Nyonya Li merasa tidak tenang karena mendengar Bao Xing melaporkan bahwa Bao akan menghadap kaisar; ia khawatir ketika menghadap kaisar dan menyebutkan tentang kasus Pang Yu, Bao berkata terlalu jujur dan berterus terang sehingga menyebabkan kaisar marah. Dalam hati ia merasa sangat gelisah.

Keesokan harinya Bao masuk ke istana dan bertemu dengan kaisar untuk melaporkan semuanya. Kaisar sangat memujinya karena melakukan pekerjaan dengan baik dan jujur serta menganugerahkan Bao dengan berbagai hadiah yang mengagumkan. Kaisar memberikannya sehelai jubah ular dengan lima cakar*, sebuah ikat pinggang berhiaskan mutiara, sebuah cincin jempol giok putih Sixi (empat kebahagiaan), dan sepasang tas bersulamkan biji batu koral. Bao pun berterima kasih kepada kaisar. Setelah pertemuan pagi selesai, Bao segera kembali ke kantor Kaifeng.

Para petugas menyambutnya dengan memberi penghormatan kepada Bao. Masih dalam pakaian dinasnya, ia langsung masuk ke dalam. Nyonya Li segera keluar menyambutnya. Setelah bertukar salam, Bao berkata kepada istrinya, "Aku ingin bertemu dengan ibu suri. Mohon agar istriku memberitahukannya kepada beliau." Nyonya Li yang mengetahui bahwa Bao memiliki sesuatu yang penting untuk dibicarakan dengan ibu suri menyuruh pelayannya dan para pelayan wanita tidak perlu mengikuti mereka berdua. Ia pun menuju kamar suci di sebelah aula Buddha.

Nyonya Li berjalan di depan dan Bao mengikuti di belakangnya. Ketika tiba di depan kamar ibu suri, Bao menunggu di sana dan istrinya mengangkat tirai kamar masuk ke dalam. Sambil berlutut ia berkata, "Lapor, Yang Mulia Ibu Suri. Saat ini sarjana dari Paviliun Longtu dan pejabat prefektur Kaifeng, Bao Zheng, setelah menyelesaikan tugasnya dan kembali ke ibukota, datang memberikan penghormatan kepada Yang Mulia." "Di manakah anakku sekarang?" tanya ibu suri. "Sekarang ia sedang menunggu di luar." "Suruh dia masuk."

Nyonya Li mengangkat tirai kamar; Bao masuk dan bersujud sampai kepalanya menyentuh lantai sambil berkata, "Hamba, Bao Zheng, memberi hormat kepada Yang Mulia Ibu Suri dan berharap semoga Yang Mulia panjang umur. Kamar hamba ini begitu sempit dan tidak berkenan bagi Yang Mulia, semoga Yang Mulia memaafkan hamba." "Berdirilah, anakku," perintah ibu suri. Bao segera bangkit dari posisi bersujud.

Sebelumnya ibu suri hanya mendengar suara Bao, baru saat ini ia dapat melihatnya. Tampak wajah Bao yang persegi dengan telinga yang besar, mulut yang lebar, sedikit jenggot, muka yang hitam cemerlang, dan kedua mata yang bercahaya, yang memunculkan aura keberuntungan. Ketika bangkit dari posisi sujudnya, ia ternyata berbadan tinggi. Inilah yang sesungguhnya dikatakan sebagai "Hati yang setia dan lurus membersihkan kerajaan, wajah hitam menaklukkan para hantu." Ibu suri sangat gembira karena berpikir putranya, Kaisar Renzong, diberkahi sehingga dapat memiliki pejabat yang berkemampuan seperti Bao.

Ia juga terpikir lagi tentang penderitaan yang ia alami sehingga tanpa sadar menitikkan air mata. Ia berkata, "Aku sangat berterima kasih kepada kalian suami istri yang sepenuh hati memperhatikanku. Kasusku ini semuanya bergantung padamu, Pejabat Bao." "Yang Mulia Ibu Suri tidak perlu khawatir. Hamba tengah memikirkan suatu rencana untuk menyingkirkan orang-orang jahat dengan kebenaran sehingga hukum kerajaan dapat ditegakkan."

Ibu suri sambil mengusap air matanya berkata, "Pejabat Bao berdirilah dan silakan pergi untuk beristirahat." Bao pun berterima kasih dan membungkuk untuk keluar dari tempat itu. Nyonya Li melepaskan tirai kamar lalu menghibur ibu suri. Melihat Bao pergi, para pelayan wanita di luar kemudian masuk untuk melayani ibu suri. Ibu suri berkata kepada Nyonya Li, "Menantuku, suamimu baru saja pulang. Kamu pergilah melayani kebutuhannya, tidak perlu melayaniku lagi." Ini merupakan bentuk perhatian ibu suri terhadap pasangan suami istri tersebut. Nyonya Li tersipu malu dan wajahnya memerah; ibu suri pun tersenyum melihat hal ini. Para pelayan wanita mengangkat tirai kamar dan Nyonya Li pun keluar menuju kamarnya.

Tampak di luar para pelayan sedang memindahkan barang-barang bawaan Bao. Nyonya Li masuk ke dalam kamarnya. Bao sedang minum teh di sana. Melihat istrinya masuk, ia meletakkan cangkir tehnya dan bangkit kemudian berkata sambil tersenyum**, "Aku telah merepotkan istriku karena melibatkanmu dalam urusan pemerintahan ini." Istrinya juga tersenyum dan mengatakan bahwa Bao pasti lelah dari perjalanan jauh. Mereka berdua bertukar salam seperti biasanya kemudian duduk.

Nyonya Li berkata, "Aku sangat khawatir karena masalah Pang Yu." Lalu ia pelan-pelan menanyakan bagaimana Bao bisa bertemu dengan ibu suri dan mengakuinya sebagai ibunya. Bao menceritakan secara singkat kejadian ia bertemu dengan ibu suri di Chenzhou. Nyonya Li tidak berani menanyakan lebih lanjut. Kemudian makanan disajikan dan mereka berdua makan bersama di atas meja. Setelah selesai makan dan minum teh, mereka berbincang-bincang beberapa lama. Kemudian Bao masuk ke ruang baca untuk mengerjakan beberapa tugas pemerintahan.

Bao Xing datang melaporkan, "Para petugas dari Jembatan Caozhou akan pulang. Mereka menanyakan apakah Tuan memiliki perintah untuk mereka?" "Berapa biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan pakaian dan penjepit rambut di Kuil Tianqi, berikanlah kepada mereka. Suruh Tuan Gongsun menuliskan surat ucapan terima kasih." Bao baru saja pulang sehingga tidak bisa mengurus semua hal ini. Ia merasa lelah sehingga langsung tidur.

Keesokan harinya Bao sedang berpakaian setelah selesai mandi ketika Bao Xing memberi tanda dengan berdehem dari koridor. "Ada apakah?" tanya Bao. Bao Xing berdiri di dekat jendela kamar sambil menjawab, "Pengurus Ning dari Istana Nanqing secara khusus datang ingin memberikan penghormatan dan bertemu dengan Tuan."

Mendengar Pengurus Ning tiba-tiba datang secara pribadi, Bao yang tidak pernah menerima tamu seorang pejabat internal istana mengerutkan alisnya. Ia berkata, "Ada apakah gerangan sehingga ia ingin bertemu denganku? Kamu katakanlah bahwa aku sedang mengurus beberapa tugas pemerintahan sehingga tidak bisa menerimanya. Jika ada hal penting, katakan besok saja bertemu kembali di ruang tamu di istana." Bao Xing baru saja akan pergi ketika tiba-tiba terdengar Nyonya Li berkata, "Tunggu sebentar."

Bao Xing pun menunggu, tetapi ia tidak bisa mendengar pembicaraan mereka di di dalam. Setelah beberapa lama terdengar Bao berkata, "Kamu benar, istriku." Bao pun berkata kepada Bao Xing, "Bawa Pengurus Ning ke ruang baca dan sajikan teh. Katakan bahwa setelah aku merapikan diri maka akan segera menemuinya." Bao Xing segera pergi menyampaikan hal ini.

Tahukah kalian apakah yang dikatakan Nyonya Li kepada Bao? Tentu saja hal yang berhubungan dengan kasus ibu suri. Ia berkata, "Saat ini di Istana Nanqing terdapat Putri Di dan suaminya, Pangeran Kedelapan. Siapa yang mengetahui maksud Pengurus Ning datang ke sini. Mengapa Tuan tidak menemuinya dan bertanya maksud kedatangannya. Jika ada kesempatan, maka Yang Mulia Ibu Suri akan dapat bertemu dengan Putri Di. Baru kemudian kita dapat membicarakan langkah berikutnya." Bao pun menyetujui hal ini dan segera berpakaian lengkap dengan topi dan ikat pinggang kemudian menuju ruang baca.

Setelah menerima perintah, Bao Xing menemui Pengurus Ning dan berkata, "Tuan kami sedang merapikan diri. Setelah itu beliau akan menemui Tuan secara pribadi. Silakan Tuan menunggu di ruang baca." Mendengar hal ini, Ning merasa sangat senang sampai alis matanya terangkat dan berkata, "Mohon pengurus rumah menunjukkan jalannya. Aku berpikir karena aku telah datang ke sini, tidakkah seharusnya memberikan penghormatan kepada Tuan Bao. Mengingat hubungan baik kami, bagaimana mungkin Tuan Bao tidak menemuiku?" Sambil berbincang-bincang mereka tiba di ruang baca. Li Cai mengangkat tirai dan Ning pun masuk ke ruang baca.

Ia melihat perlengkapan di dalam ruang baca tampak sederhana dan tidak mewah dengan hiasan seadanya. Ning pun merasa kagum. Bao Xing segera menyajikan teh dan mempersilakannya duduk serta menemaninya di sana. Ning mengetahui bahwa Bao Xing adalah orang kepercayaan Bao yang sering menemani Bao masuk ke istana. Oleh sebab itu, ia tidak berani memandang rendah Bao Xing.

Ketika mereka sedang berbincang-bincang, dari luar terdengar Bao bertanya, "Apakah Tuan Ning sudah masuk ke dalam?" "Beliau sudah di dalam," jawab Li Cai. Bao Xing segera keluar menyambut Bao dan mengangkat tirai. Bao pun masuk ke ruang baca. Ning berdiri menyambut Bao dan berkata, "Hamba datang untuk memberi hormat kepada Tuan Bao. Sesungguhnya saya mau datang kemarin, tetapi takutnya Tuan kelelahan setelah perjalanan yang jauh sehingga saya tidak berani mengganggu. Oleh sebab itu, hari ini pagi-pagi saya datang kemari, takutnya setelah makan pagi Tuan ada urusan yang harus diselesaikan. Apakah Tuan beristirahat dengan baik?"

Ning menjatuhkan dirinya di atas lantai memberikan penghormatan dan Bao segera menyuruhnya berdiri. Ia berkata, "Terima kasih atas perhatiannya. Sebelumnya saya tidak dapat datang memberikan penghormatan kepada Tuan, dalam hati sungguh merasa tidak tenang. Mohon maafkan saya." Setelah itu ia mempersilakan Ning duduk dan menuangkan teh baru. "Tuan Ning datang kemari, ada maksud apakah? Mohon pencerahannya," tanya Bao.

Ning sambil tertawa berkata, "Hamba datang bukan untuk urusan pemerintahan. Karena Pangeran Liuhe sangat mengagumi kesetiaan, kejujuran, dan kebijaksanaan Tuan Bao, ia sering memuji Tuan Bao di hadapan ibunya, Putri Di. Putri Di sangat senang mendengar hal ini. Dalam kasus Pang Yu yang baru saja terjadi, Tuan mengeksekusinya terlebih dahulu kemudian baru melaporkannya ke ibukota, menunjukkan kesetiaan Tuan pada kerajaan dan keberanian terhadap kekuasaan yang korup. Setelah menghadiri pertemuan di istana, Pangeran menceritakan hal ini kepada ibunya yang dengan sangat gembira berkata, 'Hanya orang ini seorang pejabat jujur yang dapat membantu kaisar memerintah negeri menuju kedamaian dan kemakmuran.' Beliau juga menasihati Pangeran yang masih muda agar dapat belajar dari Tuan Bao untuk menjadi seorang pejabat yang jujur dan bersih serta tidak mengecewakan kebaikan Yang Mulia. Pangeran sangat mengagumi Tuan, tetapi tidak bisa tanpa alasan mendekati Tuan. Saya berpikir bahwa hari ulang tahun Putri Di akan segera tiba, mengapa Tuan tidak mempersiapkan sejumlah hadiah untuk merayakannya? Dengan demikian Tuan bisa menjalin hubungan baik dan mendekati Pangeran. Selain tidak mengecewakan niat baik Putri Di, hal ini juga membantu Pangeran agar dapat mempelajari beberapa kebijaksanaan dari Tuan. Bukankah ini hal yang sangat baik? Oleh sebab itu, saya datang ke sini untuk menyampaikan hal ini."

Bao berpikir, "Aku tidak pernah menerima seorang pejabat internal istana yang berpengaruh, namun sekarang ada kasus ibu suri ini. Saat ini orang-orang hanya mengetahui bahwa Putri Di adalah ibu kandung kaisar, tidak mengetahui bahwa ibu kandung yang sebenarnya mengalami ketidakadilan ini. Akan lebih baik aku mengambil kesempatan ini. Jika berhasil, ini mengurangi banyak kesulitan dalam memecahkan kasus ini. Selain itu, Pangeran Liuhe juga anggota keluarga kerajaan yang bijaksana; berhubungan baik dengannya tidak akan mencemari reputasiku."

Setelah berpikir demikian, Bao berkata, "Tetapi saya tidak tahu kapan hari ulang tahun Putri Di." "Besok adalah perayaan ulang tahun beliau, lusa adalah hari ulang tahunnya. Jika tidak, bagaimana mungkin kami segera datang ke sini? Karena waktunya sudah dekat, kami datang menyampaikan undangan ini," kata Ning.

"Terima kasih atas perhatian Tuan Ning, saya tidak berani menolak undangan ini. Saya berpikir tidak layak bagi kami pejabat luar datang memberikan penghormatan dalam perayaan ulang tahun Putri Di. Kebetulan saat ini ibuku sedang berada di sini. Besok saya akan mengirimkan hadiah terlebih dahulu, lusa ibuku sendiri akan datang ke istana. Dengan demikian bukankah ini bisa mendekatkan keduanya? Bagaimana menurut Tuan?" tanya Bao. "Aiyo! Ternyata Nyonya Besar Bao ada di sini. Ini lebih bagus. Saya akan pulang melaporkan hal ini kepada Putri Di."

Bao berterima kasih kepada Ning dan berkata, "Sungguh merepotkan Tuan." "Tidak masalah, tidak masalah. Jika demikian, saya langsung pulang. Sampaikan salam hormatku kepada Nyonya Besar. Lusa saya akan menyambut beliau di istana." "Ketika ibuku di istana nanti, mohon Tuan Ning menjaganya dengan baik," tambah Bao. Ning sambil tertawa berkata, "Ini tidak perlu disebutkan lagi, Tuan Bao. Kami pasti melayani Nyonya Besar dengan baik. Persahabatan kita lebih penting. Saya mohon diri dulu, anda tidak perlu mengantar." Namun Bao tetap mengantarnya sampai pintu walaupun Ning terus menolaknya. Setelah Ning mengucapkan salam perpisahan, ia pun pergi meninggalkan tempat itu.

Bao masuk ke dalam dan menemui Nyonya Li untuk memberitahukan hal ini dan menyuruhnya melaporkan kejadian ini kepada ibu suri. Nyonya Li pun masuk ke kamar ibu suri, sedangkan Bao kembali ke ruang baca. Ia memerintahkan Bao Xing agar mempersiapkan hadiah ulang tahun untuk dikirimkan ke Istana Nanqing besok. Ia juga menyuruh Bao Xing agar memperhatikan Fan Zonghua dengan baik dan tidak boleh membocorkan masalah ibu suri ini kepadanya. Bao Xing memahami ini adalah masalah yang sangat penting; jangankan kepada Fan, kepada Gongsun, Wang, Ma, Zhang dan Zhao pun ia tidak membocorkannya.

Keesokan harinya Bao Xing telah mempersiapkan delapan jenis hadiah ulang tahun, di antaranya arak, pelita, buah persik, mie, dan seterusnya. Setelah Bao memeriksanya, Bao Xing menyuruh para petugas terlebih dahulu mengangkutnya ke Istana Nanqing. Ia sendiri mengikuti dari belakang dengan menunggangi kuda menuju Istana Nanqing melalui jalan samping. Tampak para pekerja, tandu, dan kuda yang membawa barang-barang hadiah berdesak-desakan di depan istana; suara orang-orang begitu ramai dan jalan tidak dapat dilalui. Terpaksa Bao Xing turun dari kudanya dan berkata kepada para petugas, "Kalian tunggu orang-orang ini agak lengang, baru kemudian membawa kuda menyelinap masuk ke kediaman pangeran."

Bao Xing sendiri berjalan kaki menuju pintu gerbang. Terdapat lima pintu utama di mana sejumlah pejabat duduk pada kedua sisinya di atas batu bata besar yang dihangatkan. Tampak di setiap tempat terdapat orang-orang yang membawa hadiah mengangkat papan nama mereka; mereka berbicara satu sama lain dengan suara yang pelan. Para pejabat istana tampak acuh tak acuh terhadap orang-orang tersebut. Melihat hal ini Bao Xing memutuskan untuk berjalan menaiki tangga dan mendekati salah seorang pejabat di depannya. Dari dalam kantong dadanya ia mengeluarkan papan nama dan berkata, "Maaf merepotkan Tuan, mohon bantuannya untuk melaporkan ke atasan Tuan."

"Dari manakah kamu?" tanya sang pejabat. "Saya dari kantor prefektur Kaifeng...." Belum selesai perkataan Bao Xing, pejabat tersebut langsung bangkit dan berkata, "Pasti hadiah dari Tuan Bao sudah datang." "Benar," jawab Bao Xing. Pejabat itu menarik Bao Xing dan berkata, "Adikku yang baik, sungguh merepotkanmu. Pagi ini Tuan Ning berpesan kepadaku bahwa hari ini Tuan Bao akan mengirimkan hadiah. Aku di sini sedang menunggu kedatangan hadiah tersebut. Jangan banyak berbicara lagi, mari kita duduk di dalam."

Kemudian ia memerintahkan para petugas, "Di manakah hadiah Tuan Bao dari kantor prefektur Kaifeng? Mengapa kalian tidak segera mengurusnya?" Kemudian salah seorang petugas segera turun dan bertanya, "Yang manakah hadiah dari Tuan Bao? Bawalah kemari."

Pejabat itu lalu membawa Bao Xing masuk ke ruang baca dan menemaninya minum teh. Ia berkata, "Pagi ini Pangeran memerintahkan, 'Jika Tuan Bao mengirimkan hadiah, laporkan kepadaku.' Adik telah datang kemari, apakah ingin bertemu dengan Pangeran?" "Karena sudah tiba di sini, saya seharusnya menemui beliau. Tetapi ini akan merepotkan Tuan Besar," jawab Bao Xing. "Adik tidak perlu memanggilku 'Tuan Besar'. Kita ini ibaratnya kakak beradik. Namaku Wang San (Wang Ketiga). Aku lebih tua beberapa tahun saja dari adik. Kamu boleh memanggilku Kakak Ketiga. Jika adik datang lagi kemari, cukup mencari Tuan Botak Wang Ketiga yang adalah aku sendiri. Karena aku mengalami kebotakan pada usia yang masih muda, orang-orang memanggilku Si Botak Wang Ketiga," kata pejabat tersebut sambil tertawa.

Kemudian tampak barang-barang hadiah dibawa masuk. Setelah Wang San memeriksanya, ia mengambil papan namanya. Memohon diri dari Bao Xing, ia masuk ke dalam untuk melapor kepada atasannya. Tak lama kemudian Wang San datang dan berkata, "Pangeran menyuruh anda menunggu di aula istana." Bao Xing pun mengikuti Wang menuju aula utama melalui tangga dan melewati halaman. Tiba di pintu aula istana, ia melihat tirai yang bisa digulung. Di depannya terdapat kursi kebesaran di mana seorang pangeran yang memakai mahkota emas, jubah ular, serta ikat pinggang giok sedang duduk. Di kedua sisinya terdapat sejumlah pelayan yang melayaninya. Bao Xing segera bersujud di hadapannya.

Pangeran Liuhe berkata, "Sampaikan salam hormatku kepada Tuan Bao. Beliau telah bersusah payah mengirimkan hadiah ini, aku menerimanya dengan senang hati. Besok aku akan menemui beliau di istana. Sekali lagi ucapkan terima kasih kepada tuanmu." Kemudian sang pangeran memerintahkan pelayannya, "Kembalikan papan namanya dan berikan surat ucapan terima kasih kepadanya. Juga berikan lima puluh uang." Sang pelayan menyerahkannya kepada Wang yang kemudian mengucapkan terima kasih. Bao Xing bersujud lalu bangkit dan mengikuti Wang keluar dari aula istana.

Tampak dari samping Ning datang dan dengan tersenyum gembira berkata, "Pengurus Bao, ternyata anda sudah datang. Kemarin sungguh merepotkan anda. Setelah anda kembali dan bertemu dengan Tuan Bao, katakan kepada beliau bahwa saya telah melapor kepada Putri Di. Putri Di mengatakan besok cukup mengantar Nyonya Besar Bao datang kemari; Nyonya Besar tidak perlu memberikan ucapan selamat ulang tahun, hanya berbincang-bincang saja dengan Putri Di." Bao Xing mengiyakan. "Maaf, aku tidak mengantar anda," kata Ning. "Tuan Ning silakan mengurus kesibukan anda," balas Bao Xing.

Kemudian ia mengikuti Wang keluar. Ketika Wang ingin mengantarnya sampai keluar ruang baca, Bao Xin menolaknya. Wang kemudian mengembalikan papan nama dan memberikan uang tersebut kepada Bao Xing yang lalu mengucapkan terima kasih. Sampai di pintu gerbang istana, Bao Xing mengatakan agar Wang tidak perlu mengantarnya, tetapi Wang mengantarnya sampai ia naik ke atas kuda. "Sungguh merepotkan anda," kata Bao Xing. Ketika mereka melangkah menuruni tangga, kuda telah dibawakan. Bao Xing sambil menaiki kuda memberikan penghormatan kepada Wang. Ketika mencambuk kudanya agar berjalan, ia berpikir, "Kami mengirimkan delapan jenis hadiah itu hanya menghabiskan dua puluh uang perak, tetapi Pangeran memberikan lima puluh uang perak. Beliau sungguh baik hati."

Tak lama kemudian ia tiba di kantor Kaifeng dan melaporkan semuanya kepada Bao. Bao mengangguk kemudian masuk ke dalam dan berkata kepada istrinya, "Bagaimana reaksi ibu suri ketika kamu memberitahukan hal ini?" "Ketika aku memberitahukan hal ini, ibu suri tampak kebingungan dan bertanya, 'Jika aku pergi ke sana, apakah pakaian yang harus kukenakan? Bagaimana bertata krama di sana?' Aku mengatakan, 'Yang Mulia Ibu Suri sementara mengenakan pakaian pesta selayaknya ibu seorang pejabat tingkat pertama. Sampai di sana, mungkin Putri Di tidak mengharapkan Yang Mulia memberikan ucapan selamat dengan tata krama kerajaan. Ketika waktunya tiba, Yang Mulia harus memanfaatkan situasi agar dapat berbaur dengan Putri Di. Jika ada kesempatan, Yang Mulia harus memberitahukan identitas Yang Mulia yang sebenarnya. Ini adalah kesempatan untuk masuk ke istana. Bagaimana menurut Yang Mulia?' Setelah berpikir sejenak, ibu suri berkata, 'Karena waktunya sudah dekat, maka tidak ada pilihan selain melakukan hal ini. Besok aku akan pergi ke Istana Nanqing'."

Mendengar persetujuan ibu suri tersebut, Bao sangat bergembira. Ia pun menyuruh istrinya mengirimkan dua orang pelayan wanita yang berkemampuan untuk mengikuti ibu suri ke istana dan juga mengutus para petugas untuk mengawalnya.

Keesokan harinya sebuah tandu dibawa ke depan aula ketiga. Pengangkut tandu mengundurkan diri dan menutup pintu samping. Saat itu Nyonya Li telah selesai melayani ibu suri mandi dan bertukar pakaian. Ketika bertukar pakaian, tanpa sadar ibu suri meneteskan air mata. Nyonya Li pun menghiburnya dengan mengatakan bahwa ini adalah demi kebaikan ibu suri sendiri. Setelah itu baru ibu suri mau bertukar pakaian. Setelah ibu suri merapikan dirinya, Nyonya Li menyuruh para pelayan wanita menunggu di aula ketiga untuk melayani ibu suri. Setelah semuanya keluar, Nyonya Li bersujud memberikan penghormatan yang seharusnya kepada ibu suri.

Jangankan ibu suri, Nyonya Li pun bercucuran air mata. Mereka saling berpegangan pada kedua tangan, tidak dapat mengatakan apa pun. Namun Nyonya Li berusaha menghalau kesedihannya dan berkata, "Kepergian Yang Mulia Ibu Suri ini berhubungan dengan masalah istana. Yang Mulia harus dapat membedakan situasi ketika akan mengungkapkan identitas Yang Mulia yang sebenarnya. Jangan sampai karena hal sepele merusak rencana besar ini." Ibu suri menganggukkan kepalanya dan sambil menangis berkata,"Aku telah mengalami ketidakadilan ini selama dua puluh tahun. Sekarang aku sangat berterima kasih kepada kalian berdua suami istri. Jika dapat kembali memasuki istana dan bertemu kembali dengan anakku, aku akan menceritakan hal ini kepadanya." "Hamba seharusnya melakukan hal ini dan tidak berani mengharapkan imbalan apa pun," kata Nyonya Li.

Setelah itu ia menyokong ibu suri dengan tangannya untuk berjalan pelan-pelan sampai keluar aula ketiga. Ia membantu ibu suri menaiki tandu dan memasang sandaran tangan dengan baik. Seorang pelayan wanita menurunkan tirai tandu. Ibu suri berkata, "Menantuku, pulanglah." Suaranya terdengar sangat memilukan. Nyonya Li mengiyakan dan kembali ke balik tirai. Di luar pengangkut tandu datang dan mengangkat tandu tersebut keluar melalui pintu samping secara perlahan-lahan.

Tetapi di luar Bao sedang menunggu dengan berlutut kemudian maju mendukung tandu dengan berpegangan pada gandarnya dan mengikuti sampai keluar kantor Kaifeng. Melihat hal ini, ibu suri pun memerintahkan Bao, "Anakku, kembalilah, tidak perlu mengantar sampai jauh." Bao mengiyakan dan menghentikan langkahnya. Ia melihat tandu tersebut menuruni tangga dan meninggalkan tempat itu. Ia juga melihat Fan Zonghua di samping memberikan penghormatan terhadap tandu itu dari jauh. "Fan tidak hanya beruntung, tetapi juga mengetahui tata krama," pikir Bao. Kemudian tampak Bao Xing menunggangi kudanya dan mengawal tandu dari belakang dengan membawa banyak petugas.

Bao kembali ke kediamannya. Sesampainya di dalam, ia melihat mata istrinya merah karena menangis. Bao mengetahui bahwa ini disebabkan oleh kesedihan karena berpisah dengan ibu suri dan tidak menanyakannya, hanya berkomentar. "Kepergian ibu suri untuk bertemu dengan Putri Di ini entah bagaimana hasilnya. Kita hanya dapat menunggu kabar saja." Kemudian mereka memperkirakan apa yang akan terjadi dan membicarakan beberapa hal lain. "Ibu suri bermurah hati dan baik dalam memperlakukan orang lain, tidak disangka beliau mengalami bencana ini," kata Nyonya Li. Bao mengangguk dan menghela napas. Lalu ia kembali ke ruang baca untuk mengerjakan tugas pemerintahan.

(Bersambung)

Catatan Kaki:

* Pada masa Cina kuno jubah kebesaran kaisar disebut jubah naga karena bergambar naga (yang bercakar lima), sedangkan jubah ular (piton) merupakan jubah khusus yang diberikan kaisar kepada pejabat yang sangat berjasa kepada kerajaan dengan gambar naga bercakar empat, namun ada juga yang memiliki jumlah cakar yang lebih banyak (semakin banyak jumlah cakarnya semakin tinggi kedudukan orang tersebut).

** Orang Cina memiliki ungkapan bahwa senyum Bao bahkan lebih jarang daripada air jernih di Sungai Kuning (yang selalu keruh akibat lumpur kuning yang dibawanya).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun