Mohon tunggu...
Seniya
Seniya Mohon Tunggu... Ilmuwan - .

Tulisan dariku ini mencoba mengabadikan, mungkin akan dilupakan atau untuk dikenang....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kisah Hakim Bao dan Para Pendekar Penegak Keadilan (Bagian 12)

15 April 2018   07:05 Diperbarui: 17 April 2018   08:39 561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat masuk ke dalam ruangan itu, Zhan mengambil sebuah kendi arak lalu pergi menuju ruangan sebelah luar. Di ruangan tersebut ia melihat di atas meja terdapat sebuah botol giok kecil berisi arak dan sebuah botol berwarna merah yang kosong. Dengan segera ia menuangkan arak dari kendi tersebut ke botol merah itu lalu menuangkan arak cang chun dari botol giok ke dalam kendi dan menuangkan arak dari botol merah ke dalam botol giok itu. Kemudian ia mengembalikan kendi itu ke dalam kamar lalu dengan diam-diam keluar dan dengan memanjat ke atas pilar ia naik ke atas atap. Dari sana ia mengamati apa yang terjadi di bawah.

Sesungguhnya orang yang baru datang di luar tersebut adalah Pang Fu, pelayan bangsawan Pang. Ia datang menjalankan perintah tuannya untuk mengambil arak cang chun dan berbincang-bincang dengan Tuan Zang. Tuan Zang ini bernama Zang Neng, seorang sarjana miskin yang gagal ujian negara. Setengah jalan ia mempelajari beberapa kitab pengobatan dan menghafal beberapa resep obat. Kemudian ia bekerja untuk bangsawan An Le.

Ketika keluar, ia melihat Pang Fu dan berkata, "Ada apakah gerangan sehingga Pengurus Pang datang ke sini?" "Tuan Bangsawan menyuruhku mengambil arak cang chun. Tuan menyuruh kamu sendiri mengambil uangnya. Tetapi, Tuan Zang, jangan katakan kamu akan menyimpan tiga ratus uang perak yang berkilauan itu untuk dirimu sendiri. Bukankah ini berarti aku sudah bersusah payah datang ke sini dengan sia-sia? Tidak peduli berapa pun, aku mendapatkan sedikit juga tidak masalah. Bagaimana, Tuan Zang?" kata Pang Fu.

"Baiklah, tentu saja aku tidak akan membiarkan kamu datang ke sini dengan sia-sia. Jika uangnya sudah kudapatkan, aku akan mengundangmu minum arak." "Tuan sungguh sangat memahami dan mudah diajak bicara. Baiklah, kita segera melakukan serah terima, tetapi Tuan membawakan araknya dulu." Zhang Neng pun masuk ke dalam ruangan itu, mengambil botol giok, menutup pintu, lalu bersama dengan Pang Fu pergi menuju Aula Ruan Hong (Merah Lembut). Siapa yang mengetahui bahwa setelah melihat keduanya pergi, Pendekar Selatan menuruni pilar lalu mengikuti keduanya.

Saat itu istri Zang dari kamar sebelah barat keluar menuju kamar sebelah timur. Sambil duduk, ia berkata, "Suamiku dengan cara ini telah melanggar aturan langit, melakukan hal yang tidak baik." Semakin ia memikirkannya semakin ia tidak senang. Tanpa disadari ia mengambil kendi arak di sana lalu menuangkannya ke dalam cangkir dan perlahan-lahan meminum arak itu sendirian. Siapa sangka setelah arak itu masuk ke dalam perutnya, efek obat tersebut langsung bekerja; ia pun tidak dapat mengendalikan dirinya. Ketika ia sedang berkhayal dengan liar, terdengar suara orang mengetuk pintu. Lalu ia segera membuka pintu. Ternyata itu adalah Pang Lu yang datang untuk memberikan tiga ratus uang perak.

Nyonya Zang mengizinkannya masuk. Pang Lu setelah menyerahkan uang tersebut bermaksud untuk pergi, tetapi Nyonya Zang memintanya tetap tinggal dan menyuruhnya duduk. Kemudian mereka berbicara panjang lebar. Ketika keduanya sedang berbincang-bincang, terdengar suara batuk-batuk dari luar yang ternyata adalah Zang Neng yang baru saja pulang. Pang Lu langsung keluar menyambut Zang. Dengan terbata-bata ia berkata, "Tiga... tiga ratus uang perak itu telah diserahkan kepada kakak ipar." Setelah itu ia segera pergi.

Melihat situasi ini, Zang segera masuk ke dalam kamar. Tampak istrinya dengan muka merah merona sedang duduk di atas tempat tidur dari batu bata yang bisa dihangatkan sambil kebingungan. Dengan marah, ia bertanya, "Apakah yang terjadi?" Lalu ia duduk di hadapan istrinya yang seketika tersadarkan karena ketakutan. "Kamu merencanakan untuk menjebak istri orang lain, tetapi istri sendiri dijaga dengan sangat baik. Kamu pikirkan sendiri, apakah orang lain tidak membenci kamu?" seru sang istri.

Zang tidak berkata sepatah kata pun lalu mengambil kendi arak tersebut dan menuangkan arak satu cangkir lalu menghabiskannya dalam satu tegukan. Tak beberapa lama ia merasa gelisah dan diliputi oleh nafsu yang tidak tertahankan. "Bahaya! Sangat aneh!" serunya sambil mencium kendi arak itu. "Tidak mungkin! Tidak mungkin! Cepat ambilkan air dingin." Tetapi ia tidak tahan menunggu, maka ia sendiri yang beranjak mencari air dingin lalu meminumnya dan menyuruh istrinya juga meminumnya seteguk.

"Apakah kamu baru saja meminum arak ini?" tanya sang suami. "Setelah kamu pergi, aku baru saja minum secangkir arak...." Tetapi istrinya tidak mampu menyelesaikan kalimatnya lalu berkata, "Tidak disangka Pang Lu datang memberikan uangnya. Baru saja ia masuk ke dalam dan menyerahkan uang tersebut, kamu sudah pulang." "Untung saja Buddha dan para dewa memberkati. Hampir saja aku menjadi seorang yang menjual istrinya sendiri. Hanya saja arak ini sebenarnya berada dalam botol giok, kenapa bisa berpindah ke kendi ini? Sangat aneh!"

Sang istri akhirnya menyadari bahwa ia baru saja meminum arak cang chun dan hampir saja merusak nama baiknya sendiri. Sambil menangis ia berkata, "Ini semua karena kamu berbuat sesuatu yang tidak baik. Tidak berhasil menyakiti orang lain dengan rencana jahat, kamu alih-alih membahayakan diri sendiri." "Jangan katakan lagi. Aku memang bajingan. Tampaknya kita tidak bisa tinggal di sini untuk jangka waktu yang lama. Sekarang kita sudah memiliki tiga ratus uang perak ini. Besok pagi setelah mengurus segala sesuatunya kita pulang ke kampung halaman kita."

Sementara itu Zhan Zhao mengikuti Pang Fu ke Aula Ruan Hong dan melihat Pang Yu menyuruh para dayangnya membawakan pelita menuju ke Aula Li Fang (Keharuman yang Menawan) sambil memegang sebuah botol giok berwarna putih. Di dalam aula Zhan menemukan sebuah tempat pembakaran dupa dan mengambil segenggam abu dupa dari sana. Lalu ia mengambil sebuah kuas pengusir lalat yang tertancap di dalam vas bunga dan memasukkannya ke dalam kerah bajunya. Dengan mengikuti bau wangi ia pergi menuju Aula Li Fang dan bersembunyi di belakang sebuah tirai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun