Mohon tunggu...
Seniya
Seniya Mohon Tunggu... Ilmuwan - .

Tulisan dariku ini mencoba mengabadikan, mungkin akan dilupakan atau untuk dikenang....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kisah Hakim Bao dan Para Pendekar Penegak Keadilan (Bagian 12)

15 April 2018   07:05 Diperbarui: 17 April 2018   08:39 561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

KISAH HAKIM BAO DAN PARA PENDEKAR PENEGAK KEADILAN

BAGIAN 12 - PENDEKAR ZHAN DIAM-DIAM MENUKAR ARAK, BANGSAWAN PANG MENYUSUN RENCANA JAHAT

Ketika Zhan Zhao tiba di taman keluarga kerajaan, ia melihat dindingnya yang baru diplester menunjukkan bangunan yang bertingkat di dalamnya. Ia menghitung jarak langkah kaki menuju taman tersebut kemudian bermalam di sebuah penginapan di dekat sana. Pada waktu jaga kedua sang pendekar bertukar pakaian hitam, memadamkan pelita kamarnya, lalu mendengar selama beberapa saat sampai tidak ada pergerakan lagi. Kemudian ia diam-diam membuka pintu, menutupnya dengan menariknya dari belakang, sambil menurunkan tirai pintu.

Berlari melewati bangunan utama, ia pergi meninggalkan penginapan dan tiba di taman tersebut setelah sebelumnya telah mengukur jaraknya. Dengan memperkirakan jaraknya, ia mengeluarkan dari kantongnya seutas tali dengan cakar besi dan dengan sekuat tenaga melemparkannya ke atas. Karena ia telah berlatih dengan baik, tali tersebut mendarat tepat di atas tembok. Dengan menekankan ujung kakinya pada batu bata tembok, ia memanjat tembok tersebut dengan cepat. Sampai di atas tembok, sambil membungkukkan badannya ia mengeluarkan sebuah batu kecil dari kantongnya lalu melemparnya ke bawah dan mendengarkan suaranya dengan seksama. Ini disebut "melempar batu untuk mengetahui jalan"; jika di bawahnya ada parit, air, atau tanah ia dapat mengetahuinya dari suara batu tersebut.

Lalu ia membalikkan cakar besi itu dan dengan tangannya berpegangan pada tali sutra tersebut ia menuruni tembok itu. Ketika kedua kakinya menyentuh tanah, ia merapatkan punggungnya di balik tembok. Maju ke depan, ia melihat ke sekelilingnya dan menggoyangkan tali sutra dengan cakar besi berjari lima itu kemudian memasukkan ke dalam kantongnya. Menggunakan ujung kakinya, ia berjalan dengan sembunyi-sembunyi bagaikan seekor bangau sampai pada suatu tempat di mana ia dapat melihat sekilas cahaya. Cahaya itu sesungguhnya berasal dari tiga buah ruangan yang salah satunya di sebelah timur bersinar terang.

Melalui jendela terlihat ada bayangan seorang pria dan seorang wanita sedang minum arak. Zhan diam-diam di bawah jendela mendengarkan suara sang pria berkata, "Istriku, kamu dapat meminum semua arak di sini, tetapi jangan menyentuh arak yang berada di atas meja di ruang sebelah." "Apakah nama arak tersebut?" tanya sang wanita.

"Arak itu disebut arak cang chun (rahasia musim semi). Jika seorang wanita meminumnya, ia akan terbakar nafsu dan pasti akan mengikuti nafsunya. Tuan Bangsawan telah menculik Jin Yuxian, tetapi wanita ini sampai mati pun tidak akan menuruti kehendak Tuan. Akhirnya Tuan kehilangan akal, tetapi aku di sampingnya berkata, 'Dengan mencampurkan suatu ramuan ke dalam arak, pasti Yuxian menuruti keinginan Tuan.' Tuan pun menyuruhku membuat ramuan tersebut dan mencampurkannya ke dalam arak. Aku berkata, 'Membuat arak ini sangat sulit, menghabiskan biaya tiga ratus uang perak'."

"Arak apakah yang menghabiskan banyak uang untuk membuatnya?" sela wanita itu. "Istriku, kamu tidak mengetahui bahwa Tuan Bangsawan sangat kesal karena tidak dapat memiliki wanita itu. Jika kali ini aku tidak mengambil keuntungan darinya, bagaimana kita bisa menjadi kaya? Aku beritahu kamu, membuat arak ini tidak menghabiskan uang lebih dari sepuluh uang perak. Ini benar-benar keberuntungan kita!" Setelah berkata demikian, sang pria tertawa terbahak-bahak.

Namun sang wanita berkata, "Walaupun kita mendapatkan banyak uang, bukankah hal ini melanggar moralitas? Selain itu Yuxian adalah seorang wanita yang rela mati demi mempertahankan kesuciannya, bagaimana mungkin kamu membantu orang jahat melakukan kejahatan ini?" "Aku melakukannya karena miskin, maka tidak ada pilihan lain," jawab pria itu.

Ketika mereka sedang berbicara, terdengar dari luar ada suara memanggil, "Tuan Zang, Tuan Zang." Zhan memutar kepalanya dan melihat melalui dahan-dahan pohon terdapat sekilas cahaya. Menghindar agar tidak ketahuan, ia menyelinap masuk ke dalam ruangan itu lalu bersembunyi di balik tirai.

Sang pria bertanya, "Siapa?" Sambil bangkit dari tempat duduknya, ia berkata kepada wanita itu, "Istriku, lebih baik kamu bersembunyi di kamar sebelah barat, jangan menampakkan wajahmu." Sang istri pun pergi menuju kamar sebelah barat dan Tuan Zang berjalan menuju pintu.

Saat masuk ke dalam ruangan itu, Zhan mengambil sebuah kendi arak lalu pergi menuju ruangan sebelah luar. Di ruangan tersebut ia melihat di atas meja terdapat sebuah botol giok kecil berisi arak dan sebuah botol berwarna merah yang kosong. Dengan segera ia menuangkan arak dari kendi tersebut ke botol merah itu lalu menuangkan arak cang chun dari botol giok ke dalam kendi dan menuangkan arak dari botol merah ke dalam botol giok itu. Kemudian ia mengembalikan kendi itu ke dalam kamar lalu dengan diam-diam keluar dan dengan memanjat ke atas pilar ia naik ke atas atap. Dari sana ia mengamati apa yang terjadi di bawah.

Sesungguhnya orang yang baru datang di luar tersebut adalah Pang Fu, pelayan bangsawan Pang. Ia datang menjalankan perintah tuannya untuk mengambil arak cang chun dan berbincang-bincang dengan Tuan Zang. Tuan Zang ini bernama Zang Neng, seorang sarjana miskin yang gagal ujian negara. Setengah jalan ia mempelajari beberapa kitab pengobatan dan menghafal beberapa resep obat. Kemudian ia bekerja untuk bangsawan An Le.

Ketika keluar, ia melihat Pang Fu dan berkata, "Ada apakah gerangan sehingga Pengurus Pang datang ke sini?" "Tuan Bangsawan menyuruhku mengambil arak cang chun. Tuan menyuruh kamu sendiri mengambil uangnya. Tetapi, Tuan Zang, jangan katakan kamu akan menyimpan tiga ratus uang perak yang berkilauan itu untuk dirimu sendiri. Bukankah ini berarti aku sudah bersusah payah datang ke sini dengan sia-sia? Tidak peduli berapa pun, aku mendapatkan sedikit juga tidak masalah. Bagaimana, Tuan Zang?" kata Pang Fu.

"Baiklah, tentu saja aku tidak akan membiarkan kamu datang ke sini dengan sia-sia. Jika uangnya sudah kudapatkan, aku akan mengundangmu minum arak." "Tuan sungguh sangat memahami dan mudah diajak bicara. Baiklah, kita segera melakukan serah terima, tetapi Tuan membawakan araknya dulu." Zhang Neng pun masuk ke dalam ruangan itu, mengambil botol giok, menutup pintu, lalu bersama dengan Pang Fu pergi menuju Aula Ruan Hong (Merah Lembut). Siapa yang mengetahui bahwa setelah melihat keduanya pergi, Pendekar Selatan menuruni pilar lalu mengikuti keduanya.

Saat itu istri Zang dari kamar sebelah barat keluar menuju kamar sebelah timur. Sambil duduk, ia berkata, "Suamiku dengan cara ini telah melanggar aturan langit, melakukan hal yang tidak baik." Semakin ia memikirkannya semakin ia tidak senang. Tanpa disadari ia mengambil kendi arak di sana lalu menuangkannya ke dalam cangkir dan perlahan-lahan meminum arak itu sendirian. Siapa sangka setelah arak itu masuk ke dalam perutnya, efek obat tersebut langsung bekerja; ia pun tidak dapat mengendalikan dirinya. Ketika ia sedang berkhayal dengan liar, terdengar suara orang mengetuk pintu. Lalu ia segera membuka pintu. Ternyata itu adalah Pang Lu yang datang untuk memberikan tiga ratus uang perak.

Nyonya Zang mengizinkannya masuk. Pang Lu setelah menyerahkan uang tersebut bermaksud untuk pergi, tetapi Nyonya Zang memintanya tetap tinggal dan menyuruhnya duduk. Kemudian mereka berbicara panjang lebar. Ketika keduanya sedang berbincang-bincang, terdengar suara batuk-batuk dari luar yang ternyata adalah Zang Neng yang baru saja pulang. Pang Lu langsung keluar menyambut Zang. Dengan terbata-bata ia berkata, "Tiga... tiga ratus uang perak itu telah diserahkan kepada kakak ipar." Setelah itu ia segera pergi.

Melihat situasi ini, Zang segera masuk ke dalam kamar. Tampak istrinya dengan muka merah merona sedang duduk di atas tempat tidur dari batu bata yang bisa dihangatkan sambil kebingungan. Dengan marah, ia bertanya, "Apakah yang terjadi?" Lalu ia duduk di hadapan istrinya yang seketika tersadarkan karena ketakutan. "Kamu merencanakan untuk menjebak istri orang lain, tetapi istri sendiri dijaga dengan sangat baik. Kamu pikirkan sendiri, apakah orang lain tidak membenci kamu?" seru sang istri.

Zang tidak berkata sepatah kata pun lalu mengambil kendi arak tersebut dan menuangkan arak satu cangkir lalu menghabiskannya dalam satu tegukan. Tak beberapa lama ia merasa gelisah dan diliputi oleh nafsu yang tidak tertahankan. "Bahaya! Sangat aneh!" serunya sambil mencium kendi arak itu. "Tidak mungkin! Tidak mungkin! Cepat ambilkan air dingin." Tetapi ia tidak tahan menunggu, maka ia sendiri yang beranjak mencari air dingin lalu meminumnya dan menyuruh istrinya juga meminumnya seteguk.

"Apakah kamu baru saja meminum arak ini?" tanya sang suami. "Setelah kamu pergi, aku baru saja minum secangkir arak...." Tetapi istrinya tidak mampu menyelesaikan kalimatnya lalu berkata, "Tidak disangka Pang Lu datang memberikan uangnya. Baru saja ia masuk ke dalam dan menyerahkan uang tersebut, kamu sudah pulang." "Untung saja Buddha dan para dewa memberkati. Hampir saja aku menjadi seorang yang menjual istrinya sendiri. Hanya saja arak ini sebenarnya berada dalam botol giok, kenapa bisa berpindah ke kendi ini? Sangat aneh!"

Sang istri akhirnya menyadari bahwa ia baru saja meminum arak cang chun dan hampir saja merusak nama baiknya sendiri. Sambil menangis ia berkata, "Ini semua karena kamu berbuat sesuatu yang tidak baik. Tidak berhasil menyakiti orang lain dengan rencana jahat, kamu alih-alih membahayakan diri sendiri." "Jangan katakan lagi. Aku memang bajingan. Tampaknya kita tidak bisa tinggal di sini untuk jangka waktu yang lama. Sekarang kita sudah memiliki tiga ratus uang perak ini. Besok pagi setelah mengurus segala sesuatunya kita pulang ke kampung halaman kita."

Sementara itu Zhan Zhao mengikuti Pang Fu ke Aula Ruan Hong dan melihat Pang Yu menyuruh para dayangnya membawakan pelita menuju ke Aula Li Fang (Keharuman yang Menawan) sambil memegang sebuah botol giok berwarna putih. Di dalam aula Zhan menemukan sebuah tempat pembakaran dupa dan mengambil segenggam abu dupa dari sana. Lalu ia mengambil sebuah kuas pengusir lalat yang tertancap di dalam vas bunga dan memasukkannya ke dalam kerah bajunya. Dengan mengikuti bau wangi ia pergi menuju Aula Li Fang dan bersembunyi di belakang sebuah tirai.

Terdengar para selir sedang membujuk Jin Yuxian dengan berkata, "Kami juga diculik ke sini dan mulanya menolak. Kemudian kami ditekan hingga mati segan hidup pun tidak mau dan akhirnya kami pun menyerah. Ternyata kami bisa makan dan minum enak...." Tanpa menunggu mereka menyelesaikan perkataannya, Jin mengutuk mereka: "Kalian benar-benar pelacur! Aku Jin Yuxian lebih baik mati!" Kemudian ia menangis dengan keras dan para selir itu tidak dapat berkata apa-apa.

Waktu itu dua orang dayang masuk dengan Pang Yu di belakang mereka. Pang dengan tersenyum berkata, "Kalian telah membujuknya, tetapi tidak berhasil. Karena itu aku membawakan secangkir arak ini untuk ia minum. Setelah itu ia boleh pulang ke rumahnya." Setelah berkata demikian, Pang mengangkat cangkir itu untuk memberikannya kepada Jin, tetapi Jin yang takut Pang mendekatinya dengan cepat memukulkan tangannya sehingga menjatuhkan cangkir tersebut ke atas lantai. Dengan marah, Pang menyuruh para selirnya menahan Jin.

Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki dari tangga yang ternyata adalah seorang dayang bernama Xing Hua. Ia datang menaiki tangga dengan tergesa-gesa dan berkata, "Baru saja Pang Fu datang melapor kepada Tuan Bangsawan bahwa Gubernur Jiang Wan bermaksud memberitahukan sesuatu yang penting dan ingin segera bertemu Tuan. Saat ini ia sedang menunggu di Aula Ruan Hong." Mendengar bahwa gubernur datang malam-malam, Pang Yu mengetahui pasti ada sesuatu yang penting. Lalu ia berkata kepada para selirnya, "Kalian bujuklah ia sekali lagi. Ketika aku kembali nanti, jika ia masih tidak mengubah pendiriannya, aku tidak akan memaafkan kalian!"

Kemudian ia pergi menuju tangga. Baru saja menuruni satu anak tangga, ia merasakan sesuatu yang berbulu halus mengenai wajahnya dan di belakang kepalanya debu beterbangan. Ia kehilangan pijakannya ketika melangkah dan terjatuh karena tidak seimbang. Dua orang dayang yang mengikutinya di belakang juga terjatuh. Ketiga orang tersebut jatuh terguling sampai ke lantai bawah; mereka saling menarik satu sama lain. Setelah bersusah payah, akhirnya mereka dapat bangkit lalu segera menuju ke pintu aula. "Sungguh mengerikan! Rambut apakah yang menyentuh wajahku itu? Sungguh menakuti orang saja!" seru Pang.

Para dayang mengangkat lenteranya dan tampak kepala Pang dipenuhi dengan abu dupa. Pang juga melihat rambut para dayangnya juga dipenuhi abu dupa. "Ini buruk! Pasti kita telah bertemu siluman. Ayo cepat pergi!" Kedua dayang tersebut begitu ketakutan mendengar hal ini. Ketiga orang tersebut tidak mempedulikan keadaan sekitarnya berlari selangkah demi selangkah menuju ke Aula Ruan Hong.

Pang Yu bertemu dengan Pang Fu dan bertanya, "Ada masalah apakah?" "Gubernur Jiang Wan mengatakan ada hal penting dan ingin segera bertemu. Saat ini ia sedang menunggu Tuan di Aula Ruan Hong." Pang Yu segera membersihkan dirinya dari debu tersebut dan merapikan pakaiannya. Dengan sombong ia melangkah memasuki Aula Ruan Hong.

Setelah memberikan penghormatan, Gubernur Jiang duduk di tempat duduk yang disediakan. Pang Yu pun bertanya, "Gubernur di tengah malam datang ke sini, ada hal penting apakah gerangan?" "Pagi ini saya menerima surat yang mengabarkan bahwa kaisar telah menugaskan secara khusus sarjana dari Paviliun Longtu, Bao Zheng, untuk datang ke sini memeriksa pembagian bantuan. Dalam lima hari lagi ia akan tiba di sini. Ketika mendapatkan surat ini, saya merasa ketakutan dan langsung datang untuk memberitahu Tuan Bangsawan agar besok pagi bisa melakukan persiapan," jawab sang gubernur.

"Bao Hitam adalah murid dari ayahku. Dia tidak akan berani membuat masalah denganku," kata Pang. "Tuan jangan berkata demikian. Bao memegang teguh kejujuran dan keadilan, tidak takut pada kekuasaan, dan sebagai utusan kaisar ia dianugerahi dengan tiga buah alat penggal yang sangat mengerikan." Kemudian Jiang Wan mendekati Pang dan berkata, "Apa yang Tuan lakukan tidak mungkin Bao tidak mengetahuinya."

Mendengar hal ini Pang agak ketakutan, tetapi ia berkata, "Walau ia tahu, apakah yang bisa ia lakukan terhadap diriku?" Jiang dengan khawatir berkata, "'Orang besar mencegah bencana sebelum terjadi'. Ini bukan masalah kecil. Kecuali jika Bao mati, maka semua masalah akan terselesaikan." Satu kalimat ini memunculkan rencana jahat Pang. Ia kemudian berkata, "Ini apa sulitnya! Saat ini aku memiliki seorang pendekar yang bekerja untukku bernama Xiang Fu. Ia mampu melayang di atas atap dan memanjat tembok. Aku dapat segera menyuruhnya membunuh Bao di tengah perjalanannya. Bukankah urusan ini akan beres?" "Baguslah jika demikian, tetapi ini harus segera dilakukan dengan cepat dan hati-hati."

Pang Yu pun menyuruh Pang Fu segera memanggil Xiang Fu datang ke aula. Tak lama kemudian sang pelayan membawa masuk Xiang Fu yang kemudian memberikan penghormatan kepada Pang Yu dan Gubernur Jiang.

Saat itu Pendekar Selatan telah lama menguping pembicaraan mereka dari luar jendela. Ia mendengar semua rencana jahat mereka dengan jelas. Karena tidak mengetahui siapakah Xiang Fu, ia mengintip ke dalam melalui jendela. Tampak seseorang yang bertubuh tinggi dan kekar serta berpenampilan mengagumkan seperti yang diharapkan dari seorang pendekar. Sayangnya Xiang Fu berpihak dengan orang yang salah. "Apakah kamu berani membunuh orang?" tanya Pang Yu. "Hamba telah menerima banyak kebaikan dari Tuan Bangsawan. Jangankan membunuh orang, bahkan masuk ke dalam air panas dan melewati api pun hamba bersedia," jawab Xiang Fu.

Di luar Zhan mendengar hal ini dan berkata dalam hati, "Dari penampilannya tak berbeda dari seorang pendekar besar, tetapi sesungguhnya ia hanyalah seekor anjing penjilat. Sayang sekali ia tidak berbuat sesuai dengan warisan fisiknya." Terdengar Pang Yu berkata, "Gubernur, bawalah orang ini bersamamu dan berilah ia instruksi bagaimana menjalankan tugas ini. Misi ini harus dijalankan dengan diam-diam dan sangat hati-hati." Jiang Wan mengiyakan dan berpamitan pulang lalu meninggalkan tempat itu.

Sang gubernur berjalan di depan diikuti Xiang Fu di belakang. Hanya beberapa langkah berjalan, Xiang Fu berkata, "Gubernur tunggu sebentar, topiku terjatuh." Gubernur Jiang pun berhenti sejenak dan melihat Xiang berjalan beberapa langkah keluar untuk mengambil topi tersebut. "Topi ini kenapa jatuh begitu jauhnya?" tanya Jiang. "Aku rasa topi ini tersangkut dahan pohon dan tertiup angin," jawab Xiang.

Setelah berjalan beberapa langkah, terdengar Xiang berkata, "Sangat aneh! Mengapa topi ini jatuh lagi?" Ia melihat ke belakang, namun tidak ada siapa pun. Gubernur juga merasa kebingungan. Akhirnya mereka berdua sampai di pintu gerbang, Gubernur menaiki tandu dan Xiang menunggangi kuda; keduanya bersama-sama menuju ke kantor pemerintahan.

Tahukah kalian mengapa topi Xiang Fu terjatuh dua kali? Ini adalah cara Pendekar Selatan menguji kemampuan Xiang Fu. Pertama kali ketika Xiang melewati sebatang pohon, ia menjatuhkan topi Xiang dengan bersembunyi di balik pohon itu, tetapi Xiang tidak menyadarinya. Kedua kalinya ketika Xiang melewati batu di pinggir Danau Tai, ia juga menjatuhkan topi tersebut dengan bersembunyi di balik batu itu. Xiang hanya melihat ke belakang, sama sekali tidak memeriksa ke sekitarnya. Dari hal ini dapat diketahui bahwa Xiang adalah orang yang ceroboh dan memiliki ilmu silat yang tidak begitu tinggi. Oleh sebab itu, Zhan Zhao tidak merasa khawatir terhadap Xiang. Kemudian ia pun kembali ke penginapannya untuk beristirahat.

(Bersambung)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun