Mohon tunggu...
Seniya
Seniya Mohon Tunggu... Ilmuwan - .

Tulisan dariku ini mencoba mengabadikan, mungkin akan dilupakan atau untuk dikenang....

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Apa yang Benar-Benar Diajarkan Buddha?

20 Juli 2015   08:02 Diperbarui: 20 Juli 2015   08:02 954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan memeriksa koleksi dari kitab-kitab, kita dapat menentukan sejauh apa aliran-aliran memperkenalkan pemikiran mereka sendiri ke dalam kanon. Proses ini, dengan cukup gembira, mengungkapkan bahwa pemikiran sektarian hampir tidak ada. Hanya di sana dan di sini, diperiksa dengan mata kritis, seseorang dapat menemukan pengaruh sektarian kecil. Penjelasan paling masuk akal dari situasi ini adalah bahwa kitab-kitab ini sudah diterima oleh seluruh komunitas Buddhis sebagai kanonik bahkan pada periode sebelum perpecahan.

Ini bukan berarti bahwa apapun yang ditemukan di kitab-kitab ini secara harfiah adalah "kata-kata Buddha". Perpecahan pertama terjadi lebih dari 100 tahun setelah Buddha parinibbana, yang membuat ada banyak waktu untuk penyuntingan. Kitab-kitab itu sendiri mengingatkan kita bahwa apa yang penting adalah 'sutta-sutta ini diucapkan oleh Tathagata'. Banyak materi di Nikaya/ Agama bukanlah 'diucapkan oleh Tathagata'. sebagai contoh, [pada] latar belakang dan narasi. Hal ini tidak perlu dipandang sebagai otoritatif dalam makna yang mendalam. Dan memang, perbandingan antara sutra yang sepadan di Nikāya dan Āgama seringkali mengungkapkan bahwa, walaupun doktrinnya sangat mirip, latar dan rincian kejadian bisa saja berbeda. Ini bukanlah aturan yang pasti, tetapi menunjukkan kecenderungan dalam proses kompilasi untuk mementingkan materi doktrinal sebagai jantungnya, dan memperlakukan materi kejadian secara lebih bebas. Bahkan ada instruksi dalam dua Vinaya mengenai apa yang harus dilakukan jika seseorang melupakan latar sebuah sutra. Mereka kurang lebih menginstruksikan para bhikkhu untuk mengatakan saja bahwa itu diucapkan di Sāvatthī!

Mungkin alasan lainnya mengapa Āgama cenderung diabaikan adalah kedekatannya dengan Nikāya. Kita harus mencurahkan usaha yang banyak untuk menemukan apa yang kita pikir telah kita ketahui: ajaran inti Buddhis sebenarnya adalah empat kebenaran mulia, jalan berunsur delapan, kemunculan yang saling bergantungan, dan seterusnya. Walaupun ada terkadang ada beberapa variasi instruksi, buah hasil dari studi ini bukanlah di dalam isi ajaran, tetapi di dalam metode. Daripada mengasumsikan bahwa kitab suci dari hanya satu aliran adalah kata-kata Buddha yang pertama dan terakhir, kita mencari ajaran akar yang sama diantara semua aliran. Pendekatan semacam ini bukan hanya membantu kita untuk 'kembali pada Buddha', tetapi juga menyediakan panggung terbaik untuk pemahaman yang lebih baik antara aliran-aliran buddhis yang masih hidup hari ini.

Saya memulai essai ini dengan mengkritik 'Fundamentalisme Pali'; tetapi kita juga harus waspada supaya jangan menjadi 'Fundamentalis pra-sektarian'! Ajaran-ajaran berbagai aliran bukanlah hanya sekumpulan kesalahan dan kerusakan tidak berarti, juga bukan formulasi tanpa-salah dari 'kebenaran sejati'. Mereka adalah jawaban yang diberikan oleh para guru-guru masa lalu pada pertanyaan: "Apakah makna Buddhisme bagi kita?" Setiap generasi penerus haruslah mengambil tugas sulit, mengakulturasi Dhamma di dalam ruang dan waktu. Dan di zaman kita, sangat berbeda dari era Buddhis manapun atau budaya Buddhis manapun di masa lalu, kita harus menemukan jawaban kita sendiri. Dilihat dari perspektif ini, ajaran-ajaran berbagai aliran menawarkan kita pelajaran yang sangat berharga, sebuah harta kekayaan preseden yang diwariskan dari leluhur kita dalam keyakinan. Seperti halnya komentator Theravādin Buddhagosa menggunakan pengetahuan ensiklopedik dari Nikāya, banyak dari cendekiawan ‘Mahāyāna’, seperti Nāgārjuna, Vasubandhu, dan Asaṅga, mendasarkan diri mereka pada Āgama. Dengan mengikuti contoh mereka dan berusaha untuk mempelajari seluruh Ajaran ini, kita dapat mengerti, mempraktekkan, dan menyebarkan Dhamma yang hidup demi kepentingan semua makhluk.

Sumber: http://santifm.org/santipada/2010/what-the-buddha-really-taught/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun