Mohon tunggu...
Seniya
Seniya Mohon Tunggu... Ilmuwan - .

Tulisan dariku ini mencoba mengabadikan, mungkin akan dilupakan atau untuk dikenang....

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Apa yang Benar-Benar Diajarkan Buddha?

20 Juli 2015   08:02 Diperbarui: 20 Juli 2015   08:02 954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Walaupun dalam pikiran populer kitab-kitab ini disebut sebagai ajaran 'Theravada', tapi tidaklah demikian. Sarjana ahli David Kalupahana malah menyatakan bahwa tidak ada satu katapun di Nikaya Pali yang mewakili pemikiran khusus aliran Theravada (walaupun saya berpikir ini berlebihan). Lamotte berkomentar:
"Tetapi, dengan perkecualian beberapa penyisipan Mahayanis di dalam Ekottara, yang mudah dikenali, perbedaan [antara Nikaya dan Agama] tidaklah banyak mempengaruhi apapun kecuali cara ekspresi atau penyusunan subyek. Dasar doktrin yang sama dari Nikaya dan Agama secara mengejutkan sama. Dilestarikan dan diwariskan oleh aliran-aliran, sutra-sutra bukanlah merupakan naskah khusus masing-masing aliran, tetapi adalah warisan bersama semua aliran"

Kontribusi dari aliran-aliran biasanya terbatas ke penyusunan akhir dari teks atau menyamaratakan dialek. Sisipan pemikiran sektarian sedikit dan biasanya mudah dikenali. Untuk mengambil satu contoh acak dari pernyataan sektarian tersebut, mari kita melihat apa yang dikatakan oleh Samyutta dari Theravadin dan Samyukta dari Sarvastivadin mengenai bagaimana empat kebenaran mulia direalisasikan dalam dimensi waktu. Theravada menyatakan bahwa siapapun yang melihat salah satu dari empat kebenaran mulia juga melihat [kebenaran] yang lain (SN 56.30). Sutta ini, yang tidak mempunyai padanan dalam Sarvastivada, menyatakan bahwa empat kebenaran mulia direalisasikan semuanya sekaligus. Kebalikannya, beberapa sutta Sarvastivada, yang tidak mempunyai padanan dalam Theravada, menyatakan bahwa seseorang akan mengetahui masing-masing empat kebenaran mulia secara berurutan, satu setelah yang lain (SA 435-437). Hal ini berhubungan dengan topik perdebatan mengenai apakah pencapaian pencerahan itu langsung (eka-abhisamaya) atau bertahap (anupubbha-abhisamaya). Theravada adalah aliran yang menganut eka-abhisamaya, dan dalam Abhidhamma versi mereka mengembangkan teori bahwa semua empat kebenaran mulia direalisasikan dalam pikiran dalam satu momen. Abhidharma Sarvastivadin mengajukan argumen berlawanan, bahwa kebenaran direalisasi secara bertahap. Perdebatan ini menjadi salah satu medan perang sektarian di Buddhisme Tiongkok nantinya, tetapi akarnya sudah muncul dalam Samyutta. Perhatikan bahwa, ketika dua aliran menganut pandangan berbeda dalam poin ini, fakta bahwa mereka mempunyai doktrin yang sama tentang empat kebenaran mulia adalah apa yang membuat dialog ini memiliki makna. Jika mereka tidak mempunyai ajaran dasar yang sama, mereka tidak dapat berdebat mengenai detil tafsirannya.

Tetapi Kita harus tetap berhati-hati ketika mengambil kesimpulan dari apa yang terlihat berbeda. Bahkan sarjana terbaik dapat membuat kesalahan, apalagi ketika materi baru terus menerus terkuak. Sebagai contoh, Thich Minh Chau, salah satu dari pelopor studi Agama/Nikaya, menemukan bahwa Jivaka Sutta dari Majjhima Nikaya (MN 55) tidak ada padanannya di Sarvastivadin Madhyama Agama, dan tidak ditemukan dimanapun di kitab koleksi Agama Tiongkok. Sutta ini menceritakan mengenai pertanyaan tentang makan daging. Seperti diketahui baik, monastik Theravada biasanya memperbolehkan makan daging, sementara Mahayanis umumnya tidak. Sutta Theravada, konsisten dengan praktek di kebudayaan Theravada, memperbolehkan makan daging. Thich Minh Chau mengajukan opini bahwa hilangnya [Jivaka Sutta] dari Sarvastivada mengindikasikan bahwa, bahkan sejak waktu awal sekali, praktek vegetarianisme disukai oleh Sarvastivada. Kesimpulan ini masuk akal pada waktu itu. Tetapi kemudian Sarvastivada Dirgha Agama ditemukan dan diselidiki sebagian. Koleksi itu mempunyai sebuah versi Jivaka Sutta (dan beberapa sutta Majjhima yang penting yang menghilang dari Sarvastivada Madhyama Agama). Jadi hilangnya [Jivaka Sutta] dari Madhyama bukan karena perbedaan sektarian, tapi hanya karena Theravada menempatkannya di Majjhima, sementara Sarvastivada memilih untuk menempatkannya di Dirgha.

Mudah untuk melupakan, di masa kita sekarang, bahwa alasan kenapa Nikaya membawa prestise yang tinggi adalah karena penemuan bahwa mereka sangat mirip dengan koleksi sutra-sutra padanannya yang ada di terjemahan Mandarin. Logika ini sangat kuat: Aliran Selatan (Theravada) dan Aliran Utara (Tiongkok) telah dipisahkan oleh jarak yang sangat jauh, dengan hanya kontak sesekali selama 2000 tahun. Bahkan sebelum itu, di India sendiri, aliran-aliran sudah terpisah dan mewariskan versi berbeda dari kitab suci kanon mereka. Tetapi bahkan setelah perpisahan ini, kanon kitab suci akar mereka hampir identik dalam doktrin.

Generasi awal sarjana buddhis dari Barat maupun Timur, yang berbeda kebudayaan, sampai pada kesimpulan-kesimpulan tersebut. Penemuan mereka memberi otoritas kuat bagi Nikaya Pali dan Agama Tiongkok dan pentingnya mempelajari koleksi-koleksi ini dan membandingkannya. Penemuan ini telah diteruskan oleh studi buddhis modern terutama di Taiwan dan Jepang. Tetapi di negara berbahasa inggris, Agama Tiongkok cenderung diabaikan. Faktornya ada banyak, terdepan adalah sukarnya belajar bahasa Mandarin.

Juga ada asumsi bahwa terjemahan Mandarin akan lebih 'membingungkan' dan kurang dapat diandalkan daripada teks India. Dalam banyak konteks psikologi dan filosofi, ketepatan bahasa Pali menjadi samar dalam terjemahan Mandarin; dan kadang ketidaktegasan tata bahasa Mandarin membuat masalah semakin buruk. Tetapi walaupun ini benar dalam beberapa kasus, hal ini sebenarnya tergantung pada apa yang dicari. Seringkali kita dapat dengan yakin mengetahui kata India yang diterjemahkan oleh penerjemah Mandarin. Dan kerancuan terjemahan biasanya hanya relevan pada fokus dekat, ketika memikirkan apa makna dari satu kata tertentu. Pada jarak lebih jauh, misalnya memikirkan makna dari keseluruhan kalimat, seringkali hanya ada sedikit perbedaan. Dan ketika kita melihat blok tekstual yang lebih besar, misalnya keseluruhan paragraf, perbedaan itu menghilang.

Sebagai contohnya, mari kita lihat istilah 覺 (jue2). Ini bisa memiliki beberapa makna, biasanya terkait dengan bodhi, pencerahan atau penerangan sempurna. Tetapi bagaimana kita harus memaknainya ketika istilah ini muncul dalam formula jhana pertama: 有覺有觀 'dengan 覺, dengan penyelidikan’? Disini 覺 tidak dapat bermakna bodhi atau apapun yang mirip. Sekarang, formula jhana adalah sangat umum dan standar di dalam Nikaya/ Agama. Kita dapat memastikan bahwa 覺 haruslah bermakna dengan istilah padanan pali vitakka ('pemikiran', atau 'awal pikiran'). Ini dikonfirmasi ketika kita melihat teks Sanskrit yang sangat dekat dengan versi asli yang diterjemahkan ke Mandarin, istilah yang dipakai memang vitarka. Setelah memastikan ini, kapanpun kita melihat istilah ini muncul dalam formula jhana, kita tahu bahwa ini artinya vitakka, dan kita tahu ini dengan pasti seperti kita telah membaca teks India aslinya. Jadi dalam kasus seperti demikian, terjemahan Mandarin adalah sama akurat dan otoritatif sebanding dengan Pali, dan malah kadang lebih dapat diandalkan.

Salah satu alasan lain yang mungkin tentang mengapa Agama relatif lebih diabaikan di negara berbahasa Inggris adalah anggapan bahwa mereka lebih belakangan daripada Nikaya. Anggapan ini telah diperkuat oleh Etienne Lamotte, yang opininya sering dikutip. Tetapi alasan beliau atas kesimpulan ini adalah karena Samyukta Agama Tiongkok memasukkan sebuah kitab panjang dari "Kisah Hidup Raja Asoka" yang asalnya belakangan. Tetapi, sarjana Jepang dan Taiwan telah lama mengenali ini sebagai sisipan asing ke dalam Samyukta, mungkin tidak lebih dari kesalahan pengarsipan oleh seorang pustakawan ceroboh pada suatu waktu di Tiongkok. Pemeriksaan lebih dekat pada isi dari Agama menunjukkan bahwa mereka secara umum tidaklah lebih awal maupun lebih belakangan daripada Nikaya, tetapi keduanya adalah materi yang dikoleksi kira-kira pada periode waktu yang sama

Adalah di luar lingkup makalah kecil ini untuk memeriksa berbagai koleksi dengan detil, tetapi kita dapat meninjau dasarnya. Ini adalah tabel dari koleksi utama yang ada. Nomor T merujuk pada nomor sutra di edisi standar Taisho di kanon Mandarin.

Tabel Nikaya Pali dan Agama Sutra
Tabel Nikaya Pali dan Agama Sutra
Dirgha Sarvastivada adalah penemuan yang sangat menarik: sebuah manuskrip Sanskrit kuno, dua pertiga yang telah muncul secara misterius dari Afghanistan di beberapa tahun baru-baru ini. Ia belum diedit dan dipublikasikan. Ketika ini tersedia, akan terlihat bahwa kita akan hampir mempunyai koleksi lengkap sutra dari aliran Sarvastivada. Sebagai tambahan ada Dirgha dari aliran Dharmaguptaka. Aliran dari Ekottara tidak benar-benar diketahui, walaupun beberapa sarjana sementara menggolongkannya ke Mahasanghika. Semua ini adalah aliran awal Buddhisme yang berkembang di India kuno. Nikaya Pali ke-5, Khuddaka, adalah koleksi serba-serbi, mengandung campuran materi awal dan belakangan. Walaupun ada beberapa referensi di Kanon Mandarin dan Tibet ke Kśudraka Āgama, tidak ada koleksi yang ada secara utuh. Bagaimanapun, ada banyak padanan dari bagian-bagian Khuddaka yang ada, termasuk Dhammapada, Jataka, Atthakavagga, dan lainnya

Kanon Tibetan tidak mengandung sutra awal utama dari Agama. Ini sepertinya adalah karena ketika Buddhisme datang ke Tibet, di sekitar tahun 700 M, tidak ada banyak minat dalam mempelajari sutra Agama. Bagaimanapun, ada lumayan banyak sutra awal yang tersebar di dalam koleksi Tibet yang besar, secara individu atau dalam kelompok kecil. Lebih jauh lagi, ada lumayan banyak kutipan dan rujukan ke sutra Agama yang ditemukan di dalam karya tulisan belakangan. Jadi walaupun Agama itu sendiri dengan sedihnya tidak hadir di kanon Tibet, mereka diakui dan diterima sebagai kanonik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun