Mohon tunggu...
Seniya
Seniya Mohon Tunggu... Ilmuwan - .

Tulisan dariku ini mencoba mengabadikan, mungkin akan dilupakan atau untuk dikenang....

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ariyasacca Vibhanga: Penjelasan Empat Kebenaran Mulia

25 Oktober 2014   21:26 Diperbarui: 25 Agustus 2018   10:45 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah perbuatan benar? Menghindari membunuh makhluk hidup, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari perilaku salah dalam kenikmatan indria; ini disebut perbuatan benar.

Apakah penghidupan benar? Di sini seorang siswa mulia, setelah meninggalkan cara penghidupan yang salah, mencari penghidupan dengan cara penghidupan yang benar; ini disebut penghidupan benar.

Apakah usaha benar? Di sini seorang bhikkhu membangkitkan keinginan untuk tidak memunculkan kondisi-kondisi tidak bermanfaat yang belum muncul; ia berusaha, membangkitkan kegigihan, mengarahkan pikirannya, dan berupaya. Ia membangkitkan keinginan untuk meninggalkan kondisi-kondisi tidak bermanfaat yang telah muncul; ia berusaha, membangkitkan kegigihan, mengarahkan pikirannya, dan berupaya. Ia membangkitkan keinginan untuk memunculkan kondisi-kondisi bermanfaat yang belum muncul; ia berusaha, membangkitkan kegigihan, mengarahkan pikirannya, dan berupaya. Ia membangkitkan keinginan untuk mempertahankan kondisi-kondisi bermanfaat yang telah muncul, untuk ketidakmundurannya, untuk meningkatkannya, untuk memperluasnya, dan memenuhinya melalui pengembangan; ia berusaha, membangkitkan kegigihan, mengarahkan pikirannya, dan berupaya. Ini disebut usaha benar.

Apakah perhatian benar? Di sini seorang bhikkhu berdiam dengan merenungkan jasmani sebagai jasmani, tekun, penuh kewaspadaan, dan penuh perhatian, setelah menyingkirkan ketamakan dan penolakan terhadap dunia. Ia berdiam dengan merenungkan perasaan sebagai perasaan, tekun, penuh kewaspadaan, dan penuh perhatian, setelah menyingkirkan ketamakan dan penolakan terhadap dunia. Ia berdiam dengan merenungkan pikiran sebagai pikiran, tekun, penuh kewaspadaan, dan penuh perhatian, setelah menyingkirkan ketamakan dan penolakan terhadap dunia. Ia berdiam dengan merenungkan objek-objek pikiran sebagai objek-objek pikiran, tekun, penuh kewaspadaan, dan penuh perhatian, setelah menyingkirkan ketamakan dan penolakan terhadap dunia. Ini disebut perhatian benar.

Apakah konsentrasi benar? Di sini dengan cukup terasing dari kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi tidak bermanfaat, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna pertama yang disertai dengan awal pikiran dan kelangsungan pikiran, dengan sukacita dan kenikmatan yang muncul dari keterasingan. Dengan menenangkan awal pikiran dan kelangsungan pikiran, ia masuk dan berdiam dalam jhāna ke dua, yang memiliki keyakinan-diri dan keterpusatan pikiran tanpa awal pikiran dan kelangsungan pikiran, dengan sukacita dan kenikmatan yang muncul dari konsentrasi. Dengan meluruhnya sukacita, ia berdiam dalam keseimbangan, dan penuh perhatian dan penuh kewaspadaan, masih merasakan kenikmatan pada jasmani, ia masuk dan berdiam dalam jhāna ke tiga, yang dikatakan oleh para mulia: ‘Ia memiliki kediaman yang menyenangkan yang memiliki keseimbangan dan penuh perhatian.’ Dengan meninggalkan kenikmatan dan kesakitan, dan dengan pelenyapan sebelumnya kegembiraan dan kesedihan, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna ke empat,yang memiliki bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan dan kemurnian perhatian karena keseimbangan. Ini disebut konsentrasi benar.[9]

Ketika pikirannya yang terkonsentrasi sedemikian murni, cerah, tanpa noda, bebas dari ketidak-sempurnaan, lunak, lentur, kokoh, dan mencapai kondisi tanpa-gangguan, ia mengarahkannya pada pengetahuan hancurnya noda-noda. Ia memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah penderitaan’; ia memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah asal-mula penderitaan’; ia memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah lenyapnya penderitaan’; Ia memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah jalan menuju lenyapnya penderitaan.’ Ia memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah noda-noda’; ia memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah asal-mula noda-noda’; ia memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah lenyapnya noda-noda’; ia memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah jalan menuju lenyapnya noda-noda’.

Ketika ia mengetahui dan melihat demikian, pikirannya terbebas dari noda keinginan indria, bebas dari noda penjelmaan, dan dari noda ketidaktahuan. Ketika terbebaskan, muncullah pengetahuan: ‘Terbebaskan.’ Ia memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak akan ada lagi penjelmaan menjadi kondisi makhluk apapun’.”[10]

Ini adalah jalan tengah yang dibangkitkan oleh Sang Tathāgata, yang memunculkan penglihatan, yang memunculkan pengetahuan, yang menuntun menuju kedamaian, menuju pengetahuan langsung, menuju pencerahan, menuju Nibbāna.[2]

Demikianlah Empat Kebenaran Mulia yang diumumkan, diajarkan, dijelaskan, ditegakkan, diungkapkan, dibabarkan, dan diperlihatkan Sang Tathāgata, yang sempurna dan tercerahkan sempurna, di Benares, di Taman Rusa di Isipatana.

Sumber:

[1] MN 141 Saccavibhanga Sutta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun