Mohon tunggu...
Motulz Anto
Motulz Anto Mohon Tunggu... Freelancer - Creative advisor

Pemerhati Kebijakan | Wacana Sosial | Pengamat dan Penikmat Kreativitas, Pelaku Kreatif | Ekonomi Kreatif | motulz.com | geospotter.org | motulz@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Latah Mural

29 Juli 2018   11:49 Diperbarui: 29 Juli 2018   17:10 1002
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kali Code Yogyakarta - Foto milik @motulz

Saya pernah kenal seorang kepala dinas di Pemprov DKI dulu. Saya suka sekali melihat foto-foto yang di-posting beliau yaitu progres pembangunan jembatan, jalan layang busway, bahkan proses pembangunan tiang pancang LRT. Saat itu saya memohon kepada beliau agar meminimalisir penggunaan cat pada bangunan-bangunan tersebut. 

Alasan saya sedernaha, pertama karena material cat itu sesungguhnya mudah kotor dan pudar karena polusi. Akhirnya warnanya makin kotor dan sangat jelek sekali. Lebih celakanya lagi adalah saat melakukan revitalisasinya, cat tersebut bukannya dibersihkan tapi di cat ulang lagi (ditimpa) di atas cat pertama yang sudah kotor tadi. 

Lalu alasan kedua, seringkali pemilihan warnanya ngasal dan sembarangan. Okelah ada warna hijau dan kuning yang katanya warna khas betawi, tapi ada jembatan di Menteng yang diwarna serampangan dengan warna-warna marong (kontras dalam bahasa Betawi). Bayangkan, sebuah ibukota bisa cemong dengan warna-warni yang pemilihan warnanya pun tidak dilakukan dengan mengkonsultasikan pada pihak-pihak yang kompeten.

Kini.. rasanya saya tak berdaya, menatap kota ini - Jakarta, yang sekarang sedang merayakan sebuah perhelatan besar yaitu membombardir ibukota secara kolosal dan masif dengan bergalon-galon cat akrilik warna-warni di semua tempat dan bebas sebebas-bebasnya. Saya sudah tidak dapat membedakan mana itu estetika? artistik? kotor? cemong? atau berantakan?

Bagi saya, sebuah kota akan terasa hangat dan hidup jika memiliki banyak seniman. Terlebih, sebuah kota akan terasa artistik dan estetik jika dalam pembangunannya melibatkan seniman, desainer, atau arsitek. Bukan sekedar mandor, pemborong, dan developer saja.

**Tulisan diambil dari blog pribadi saya - Motulz.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun