Ia sedikit menyesal tidak menemui wanita itu. Sedikit saja, sebab ia juga sudah samar akan raut wajahnya, perkataannya yang begitu padat dan singkat; hanya tersisa pesan darinya bulan lalu.
Ia sempat menganggapnya angin lalu. Namun, untuk beberapa kejadian ia manfaatkan pesan ini tanpa ia sadari.
"El, tembok lu kok ada coklat-coklatnya?"
"Katanya bocor, 'dah aman tuh kata bapak kos."
"Pindah, dah. Nanti lu bisa sesek nafas."
"Hah? Yang bener?"
"Bj*r ini juga 'dah warna item! Mending pindah, deh lu. Katanya ini bahaya."
Hingga setahun berlalu, saat ia mengulangi tradisi untuk menikmati acara tahun barunya di desa itu. Benar saja, ia kembali ke taman baca yang kokoh ini.
Pikirnya, bila wanita itu benar bahwa pemiliknya kolektor sejati, mana mungkin ia akan merobohkan tempat ia memajang koleksinya begitu saja. Atau, ia masih punya timbal balik dari modalnya dengan taman baca klasik ini. Ia mengunjungi dengan ponakannya yang kegirangan melihat air mancur ikonik itu.
Jay ikut tertegun, dengan konsep baru air mancur yang meningkat hawa klasiknya. Kini, air mancur itu ditambahi patung-patung Cupid yang menyirami air mancur dengan guci. Tidak hanya itu, air mancur ini juga terlihat disinari cahaya matahari yang menelisik dari jendela-jendela besar di belakangnya. Jendela-jendela antik ini terlihat mengelilingi air mancur yang ramai ini.
"Mendingan." sekali Jay mendengarnya, ia menoleh ke sumber suara, menyadari bahwa wanita itu kembali.