Sinar menyusuri sela-sela jendela ruangan utama. Pagi hari yang mulai sedikit demi sedikit menerangi lobby perpustakaan. Jam dinding yang menunjukan waktu buka, mempersilahkan para pelanggan menapakkan diri dalam hanyutan perpustakaan yang menawan ini. Hamparan interior nuansa putih, dengan ikon yang cukup menjadi kenangan para pengunjung di sini; sebuah air mancur.
Air mancur yang berada di lobby, dengan air mancur di tengah lingkar lobby yang menghubungkan kamar-kamar baca. Pemiliknya menamai 'kamar' untuk kesan romantisasi taman baca ini. Pengunjung terkadang mengintip-intip air mancur, bahkan duduk di lingkar itu. Air mancur yang cukup besar, dengan rentang 4 meter, cukup menyita perhatian dan menjadi kesan pertama yang mengait para wisatawan pustaka.
Tidak semua. Seorang pria sedang iseng mengamati taman baca yang baru dibuka ini. Setelah lama bergelut di metropolitan, akhirnya ia bisa berkunjung ke desa dengan pemandangan yang tidak biasa. Ia tak menyangka ada yang menaruh hal klasik seperti ini di desa.
"Lembabnya." gumam seorang wanita yang ternyata ikut mengamati air mancur bersamanya. Pria itu menoleh dan menanggapi "Anu, kalau airnya ga keciprat kayaknya aman aja..."
"Oh... tapi ini tertutup rapat dan ber-AC. Ada resiko tembok akan berjamur."
Pria itu mengangguk, "Air bisa merembes ke temboknya?"
"Air yang di udara akan terkumpul... kalau temboknya aman, mungkin yang kena buku-bukunya." jelas wanita itu padanya.
"Bisa gitu, ya..." tanggap pria ini. Ia hanya tidak habis pikir, apakah air bisa bertindak sejauh itu?Â
"Baru ke sini?" basa-basi dari wanita itu.
"Iya... katanya baru buka, kak." ujar pria ini mencoba sopan, takut terlihat mendahului.