Mohon tunggu...
Monna Listiwiwaty
Monna Listiwiwaty Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa di Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

Apabila sesuatu yang kau senangi tidak terjadi, maka senangilah apa yang terjadi -Ali bin Abi Thalib-

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Pandemi dan Peluang bagi Petani

13 Januari 2021   05:20 Diperbarui: 13 Januari 2021   05:55 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Dokumentasi Penulis

Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki ribuan pulau dengan paket lengkap kekayaan sumber daya alam (SDA) di dalamnya. Sebagai negara agraris yang memberikan pengaruh paling kuat bagi perkembangan serta pertumbuhan ekonomi di Indonesia, bidang pertanian patut dijadikan sebagai prioritas serta perhatian utama negara bagi kepentingan bersama bahkan dalam masa mewabahnya virus COVID-19 ini.

Hal tersebutlah yang membuat Indonesia harus membenahi pola pemberdayaan di bidang pertanian jika memang ingin meningkatkan kualitas serta taraf hidup masyarakat yang nantinya juga akan berimbas pada pertumbuhan ekonomi. 

Upaya yang dilakukan Pemerintah akan sia–sia apabila partisipasi dan kontribusi dari kalangan masyarakat dan pejabat daerah masih kurang tertarik dan enggan untuk ikut bekerjasama menangani permasalahan utama negara saat ini. Padahal jika dikaji ulang, sektor pertanian dapat menjadi peluang untuk Indonesia dalam mengurangi kegiatan impor demi memenuhi kebutuhan pangan nasional, khususnya di masa pandemi COVID-19 ini.

Namun apakah peluang tersebut  masih berlaku jika nasib para petani masih berada dibawah perpanjangan tangan pemerintah dalam kesigapannya memberantas masalah dan mencari solusi?

Pandemi COVID-19 dan Dampak Yang Diberikan

Corona virus disease 2019 atau yang lebih dikenal sebagai COVID-19 merupakan infeksi virus baru yang mengakibatkan terinfeksinya 90.308 orang per tanggal 2 Maret 2020. Virus ini bermula di Wuhan, China pada akhir Desember 2019. Virus yang merupakan virus RNA strain tunggal positif ini menginfeksi saluran pernapasan.

Pengambilan swab tenggorokan dan saluran pernapasan menjadi dasar penegakan diagnosis COVID-19. Merebaknya virus ini keberbagai negara termasuk Indonesia, secara langsung ataupun tidak langsung memberikan dampak pada hampir keseluruhan sektor yang ada.

Hingga saat ini masih belum ada satupun negara yang mampu dan berani mengklaim bahwa negaranya menemukan metode pengobatan dengan akurasi tingkat tinggi dalam proses pengobatan pasien. Hanya berbagai kiat serta panduan yang sampai saat ini masih sering digaungkan oleh pemerintah bagi penduduknya untuk tetap menjaga protokol kesehatan terutama ketika sedang berada di luar ruangan maupun saat berada di keramaian. 

Pro dan kontra tentang keberadaan virus corona dikalangan masyarakat pun membuat penanganan virus ini semakin sulit untuk diatasi apalagi dimusnahkan. Kurangnya pengedukasian dari pihak terkait kepada masyarakat menjadi salah satu faktor dari gigihnya sebagian masyarakat Indonesia yang berpendapat bahwa keberadaan COVID-19 hanyalah bualan dan trik politik semata.

Padahal faktanya virus ini benar–benar ada, bahkan jika dibiarkan terus menerus virus ini akan memberikan dampak yang lebih luas lagi hingga pada titik terendah dan akan berakibat pada pembengkakan hutang negara.

Peningkatan angka kebutuhan jutaan penduduk yang terjadi secara terus menerus dan secara wajib harus dipenuhi oleh negara. Oleh karena itu, peran penting dari setiap elemen akan sangat membantu menjaga kestabilan perekonomian negara jika ancang–ancang negara maju masih sulit didapatkan. 

Penyebaran COVID-19 yang semakin merajalela tentunya memberikan dampak pada sejumlah sektor usaha di tanah air, dimulai dari sektor pariwisata hingga perdagangan. Pada sektor pertanian sendiri, dampak pandemi COVID-19 yang dikhawatirkan akan berkaitan dengan kondisi kesehatan para petani.

Pernyataan ini merujuk pada pernyataan FAO (Food Agriculture Organization) yang menyebut bahwa dampak pandemi akan lebih berat pada komunitas rentan yang sudah bergulat dengan kelaparan atau krisis lainnya, terutama bagi negara–negara yang sangat bergantung pada makanan impor. Kelompok–kelompok yang rentan juga termasuk petani skala kecil, peternak dan nelayan.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2013 mengatakan bahwa usia petani utama laki–laki yang ada di Indonesia berada pada kisaran umur 45 hingga 54 tahun, sedangkan usia petani utama perempuan berada pada rentang usia di atas 55 tahun.

Data tersebut menunjukkan bahwa usia rata–rata petani di Indonesia merupakan usia yang rentan terpapar COVID-19. Mayoritas usia tersebut ada di karenakan kurangnya antusiasme kaum muda untuk ikut serta dalam memajukan aktivitas pertanian secara modern agar pertanian tidak ragu kehabisan generasi petani di masa depan.

Sejauh ini masih belum ada gangguan signifikan terhadap pasokan pangan yang diakibatkan oleh menurunnya kesehatan petani terutama petani desa, akan tetapi input yang dibutuhkan dalam budidaya pertanian seperti pupuk dan pestisida dimana bahan aktifnya bergantung pada barang impor pun cukup menjadi penghalang bagi para petani untuk berkegiatan dikarenakan akses impor barang yang mulai lambat.

Selain itu juga masih banyak terdapat permasalahan di sektor pertanian yang harus menjadi perhatian agar tetap mempertahankan keefektifan pertanian demi kestabilan ekonomi negara, seperti gangguan rantai pasok, keterbatasan ilmu teknis dan sumber daya manusia dalam berbudidaya, dan sebagainya.

Namun, adanya pandemi COVID-19 tentu tidak sepenuhnya membawa kerugian besar untuk kita, masih ada harapan bagi indonesia agar dapat mengambil peran dalam pembangunan perekonomian melalui bidang pertanian, terkhusus dalam hal pemenuhan kebutuhan pangan nasional, karena bukan rahasia lagi jika Indonesia selama ini masih mengimpor bahan pangan dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan jutaan penduduknya. 

Sektor Pertanian Menjadi Peluang Ekonomi Dikala Pandemi

Pandemi COVID-19 yang terjadi sepanjang tahun 2020 hingga saat ini, memberikan berbagai dampak multisektor bagi Indonesia. Walaupun demikian, sektor pertanian yang menjadi sektor terpenting bagi Indonesia tentunya tidak boleh berhenti beroperasi, guna memenuhi kebutuhan pangan bagi 267 juta jiwa penduduknya.

Jika pangan sudah bermasalah, selanjutnya pasti akan menimbulkan permasalahan lain seperti masalah kesehatan dan sosial ekonomi yang tentunya akan semakin memberatkan pemerintah sepanjang pandemi berlangsung. FAO pun sudah memperingatkan bahwa jika pandemi terus berlangsung maka potensi terjadinya krisis pangan global akan meningkat, karena rantai pasokan pangan dunia terancam akibat pemberlakukan karantina wilayah, pembatasan sosial, dan larangan untuk melakukan perjalanan.

Bagi Indonesia yang kaya akan alam nya, situasi tersebut dapat diatasi apabila pemerintah dan pihak terkait dapat bekerja sama dalam memanfaatkan kekayaan alam yang ada. Kebijakan–kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam mencegah penyebaran COVID-19 juga akan berpengaruh pada kebijakan pangan tersebut. 

Pernyataan tersebutlah yang menjadi alasan bahwa sektor pertanian dapat dijadikan sebagai garda depan untuk memperoleh peluang dalam upaya penanganan COVID-19, karena pangan adalah penyangga kesehatan bagi seluruh elemen masyarakat.

Jika ditilik dari faktor kesehatan, tentunya imunitas tubuh akan terjaga dan stabil apabila kebutuhan pangan tiap individunya dapat terpenuhi dengan baik sehingga kita mampu melawan keberadaan COVID-19 bersamaan dengan perintah untuk menjalankan protokol kesehatan seperti yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan menteri kesehatan.

Realitas tersebutlah yang menunjukkan bahwa ketahanan pangan sama pentingnya dengan kesehatan masyarakat. Pangan sendiri dapat dijadikan sebagai produk unggulan guna meningkatkan perekonomian negara dari sektor pertanian. Pangan adalah hal utama yang juga menjadi kebutuhan dasar selain kebutuhan sandang dan kebutuhan papan, khususnya bagi masyarakat Indonesia.

Setelah negara bergulat dengan masalah kesehatan dan daya beli masyarakat, pasokan pangan menjadi isu sentral lain yang juga perlu untuk ditangani sesegera mungkin, baik dari sokongan pemerintah maupun keseluruhan stakeholder yang terlibat. Selama ini pun kita ketahui bahwa banyak daerah di Indonesia yang menjadi sentra bagi beberapa komoditi pertanian unggulan.

Salah satu daerah penghasil tanaman pangan yang cukup dikenal dikalangan masyarakat adalah Kabupaten Padang Pariaman, khususnya untuk komoditi padi sawah. Biasanya masyarakat melakukan penanaman dan pemanenan padi secara serentak.

Bahkan baru–baru ini, panen raya yang dilakukan di Korong Pasa Laban, Nagari Sicincin, Kecamatan 2×11 Enam Lingkung juga ikut dihadiri oleh Menteri Pertanian Republik Indonesia (RI), Bapak H. Syahrul Yasin Limpo dan Gubernur Sumatera Barat, Bapak Irwan Prayitno.

Dalam pidatonya Menteri Pertanian RI mengatakan bahwa Sumatera Barat, khususnya Padang Pariaman memiliki kesiapan ketahanan pangan yang berkesinambungan dari tahun ke tahun (Pariaman Today, 2020). 

Wilayah Kabupaten Padang Pariaman memiliki peluang untuk dapat bertahan bahkan meningkatkan performanya di pasaran, terutama dalam hal pemenuhan kebutuhan pangan masyarakatnya. Kondisi yang sedang berlangsung seperti sekarang ini dapat menjadi momentum untuk Indonesia memperkuat kemandiriannya di bidang pemenuhan pangan Nasional.

Memang sangat dibutuhkan tenaga ekstra dan pemikiran luar biasa serta kerja sama yang kuat agar hal yang dicanangkan tersebut dapat dicapai. Menurut data yang ada di BPS, ekspor pertanian memperlihatkan kinerja yang baik, yakni ekspor pertanian April 2020 tumbuh 12,66% dibandingkan periode yang sama di tahun 2019 (Shofihara, 2020).

Data tersebut menjadi salah satu bukti bahwan khusus di bidang ini Indonesia akan sulit untuk tergoyahkan sekalipun pandemi melanda. Hasil dari peningkatan sektor pertanian yang mengalami pertumbuhan tersebut alangkah baiknya sebagian dapat dijual dengan harga normal (tanpa adanya kenaikan harga) ke seluruh daerah di Indonesia, dengan kata lain tidak 100% produksi pertanian di ekspor.

Langkah lainnya hasil pertanian tersebut juga dapat di simpan sebagai lumbung produk pertanian untuk kebutuhan mendesak yang tentunya tidak akan membuat negara mengalami kerugian. Karena pada dasarnya kegiatan ekspor juga bertujuan untuk kepentingan rakyat. 

Pertumbuhan ekspor tersebut terjadi karena di masa sekarang, masyarakat lebih memprioritaskan untuk membeli kebutuhan bahan pokok sehari–hari seperti makanan, minuman herbal dan lain sebagainya. Imbas baiknya tentu saja angka permintaan terhadap produk pertanian, peternakan dan perikanan akan meningkat.

Selain itu angka dari impor produk–produk tersebut pun sedikit demi sedikit mengalami penurunan. Situasi inilah yang sekali lagi dapat dikatakan sebagai peluang bagi pertanian Indonesia untuk dapat membangkitkan kembali gairah dalam meraih kestabilan dan penigkatan perekonomian di Indonesia, walaupun hal tersebut tidak akan di dapat secara mudah, tapi jika peluang tersebut dapat dicapai tentunya akan memberikan manfaat serta keuntungan dalam jangka waktu yang lama dan berkepanjangan.

Faktor yang Menghambat Peluang Petani di Masa Pandemi

Kelancaran petani dalam memperoleh bantuan berupa pupuk subsidi sudah menjadi permasalahan petani Indonesia dari tahum ke tahun. Lambat dan kurang tepat sasarannya penerima bantuan membuat petani cukup kesulitan untuk menghadapi fenomena ini. Belum lagi harga pupuk subsidi di kios–kios pupuk yang terdaftar sebagai agen pupuk subsidi, secara curang menaikan harga beli pupuk bakan hingga 2 kali lipat dari harga seharusnya.

Situasi ini tentunya sangat mengecewakan, karena dilihat dari latar belakangnya kios pupuk yang dapat dikatakan sebagai mitra pemerintah, harusnya ikut andil membantu pemerintah dalam menjalankan programnya untuk mempermudah urusan petani. Namun hal tersebut malah berbanding terbalik dengan kondisi di lapangan, mirisnya lagi hal ini sudah menjadi rahasia umum bagi masyarakat terkhusus bagi pihak yang terlibat dalam pendistribusian pupuk subsidi tersebut.

Keadaan COVID-19 ini juga semakin menambah kelangkaan pupuk di pasaran. Hal ini diakibatkan oleh akses pendistribusian pupuk yang lambat dari pusat karena adanya kebijakan–kebijakan baru sejak mewabahnya COVID-19. Seperti kebijakan restriksi sosial (PSBB) yang harus dipatuhi oleh semua pihak dan stakeholder yang ada. 

Bapak Nurmali (62 tahun), yang merupakan salah satu petani sawah di Nagari Lubuk Pandan Kecamatan 2×11 Enam Lingkung, Kabupaten Padang Pariaman, berujar bahwa dibandingkan kesulitan untuk mengakses air dalam pengairan sawah, mendapatkan pupuk adalah hal yang lebih sulit lagi terlebih di masa pandemi seperti sekarang ini.

“Lahan kami berada di samping perlintasan rel kereta api, tidak ada aliran sungai disini, kami cukup kesulitan untuk mengairi sawah karna hanya berharap dari curah hujan yang turun. Akses kami untuk memperoleh kemudahan dalam mendapatlan pupuk juga sama, saat sekarang ini pupuk semakin sulit untuk didapatkan. Kami rela untuk membeli pupuk dengan harga normal jika memang pupuk subsidi tidak ada lagi”.

Pernyataan tersebut hanya satu dari sekian banyak keluhan yang disampaikan oleh para petani kita. Tidak hanya perihal akses pupuk subsidi yang lambat, harga turun naik komoditi pertanian, ancaman kesehatan petani, rantai pasok produk pertanian yang melambat dan kurangnya tenaga kerja pertanian juga menjadi penghambat bagi petani dan sektor pertanian untuk dengan sempurna memanfaatkan peluang di masa pandemi ini. 

Banyaknya permasalahan tersebut sudah pasti akan mempengaruhi kegiatan budidaya yang dilakukan para petani, yang tentunya juga akan berdampak pada aspek finansial petani. Petani harus berjuang mati–matian untuk mempertahankan kesuburan lahan dan tanamannya bersamaan dengan kekhawatiran terjadinya kenaikan harga input dan penurunan harga output pertanian.

Langkah Bijak Agar Petani Tak Merangkak

Pemerintah merupakan tonggak utama dalam mengeluarkan dan menetapkan kebijakan bagi kesejahteraan masyarakatnya. Walaupun hampir seluruh dari kebijakan tersebut menimbulkan kontroversi serta kubu – kubu yang terbagi antara pro dan kontra. Peluang pertanian yang ingin dicapai selama masa pandemi tentunya harus mendapatkan dukungan penuh dari Pemerintah Republik Indonesia.

Agar peluang pertanian khususnya pemenuhan kebutuhan pangan mandiri di masa pandemi ini dapat terwujud, hendaknya baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dapat bekerjasama dengan terus berkoordinasi dan berkontribusi dalam memastikan pertanian berjalan lancar dan aman. Melalui Kementerian Pertanian, Surat Edaran Sekjen Kementrian Pertanian Nomor 1056/SE/RC.10/03/2020 tentang Strategi dalam Pencegahan dan Perlindungan COVID-19 telah dikeluarkan.

Adapun surat edaran tersebut mencakup beberapa hal mengenai: Pertama, penyediaan bahan pangan pokok utamanya beras dan jagung bagi 267 juta masyarkat Indonesia. Kedua, percepatan ekspor komoditas strategis dalam mendukung keberlanjutan ekonomi.

Ketiga, sosialisasi kepada petani dan petugas lapangan (PPL/Penyuluh Pertanian Lapangan dan POPT/Pengendali Organisme Pengganggu Tanaman) untuk pencegahan berkembangnya virus corona sebagaimana standar WHO (World Health Organitation) dan Pemerintah.

Keempat, pembuatan dan pengembangan pasar tani di setiap provinsi, optimasi pangan lokal, kordinasi infrastuktur logistik, dan e-marketing. Kelima, program kegiatan padat karya agar sasaran pembanguan pertanian dicapai dan masyarakat langsung menerima dana tunai. 

Selain hal tersebut, juga terdapat beberapa kebijakan pemerintah dalam membantu penanganan masalah di sektor pertanian Indonesia, salah satunya adalah pengadaan “Kartu Tani”. Walaupun belum keseluruhan petani di Indonesia mendapatkan akses kartu tersebut, namun perkembangan dalam menjalankan penggunaan kartu ini di masyarakat sudah dapat dikatakan baik.

Penyuluh pertanian punya andil besar dalam program ini, karena penyuluh bertanggung jawab dan berkewajiban untuk mendata anggota kelompok tani nya agar akses penggunaan kartu tani dapat dilakukan. Pendataan ini juga berkaitan dengan data RDKK (Rencana Defenitif Kebutuhan Kelompok Tani) yang diunggah oleh Koordinator penyuluh pertanian pada situs e-RDKK.

Sebelum kartu tani dibagikan, penyuluh pertanian akan terlebih dahulu memberikan penyuluhan berupa edukasi terkait dengan kartu tani tersebut kepada anggota kelompok tani. Kartu tani inilah yang nantinya akan mempermudah petani dalam mengakses pupuk bersubsidi tanpa takut tidak kebagian lagi.

Pada kartu tani sudah tercantum jenis dan jumlah pupuk yang dibutuhkan oleh tiap petani, sehingga kecil kemungkinan untuk petani mendapatkan pupuk lebih besar ataupun lebih kecil dari yang seharusnya ia butuhkan. Keberadaan kartu tani diharapkan dapat menjadi solusi bagi permasalahan akses pupuk bersubsidi ataupun akses bantuan lain yang berhubungan dengan petani. 

Selain keberadaan kartu tani, pendafataran bagi kios pupuk penyalur pupuk bersubsidi juga harus lebih diketatkan lagi agar kecurangan dalam menaikan harga pupuk tidak terjadi kembali yang tentunya akan merugikan para petani, apalagi bagi petani–petani kecil yang hasil kegiatan pertaniannya menggunakan sistem bagi hasil ataupun penggunaan lahan pertanian yang bersifat sewa.

Permasalahan lain seperti kurangnya tenaga kerja untuk kegiatan budidaya pertanian, kemungkinan dapat diakali dengan bantuan pemerintah untuk kembali memulangkan para karyawan yang telah di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) ke kampung halamannya masing-masing, terutama bagi mereka yang berasal dari pedesaan.

Sumber daya manusia (SDM) tersebut dapat memulai usaha baru melalui sektor pertanian, baik dari segi budidaya, pengolahan, pemasaran atau sebagai penunjang yang dapat berperan sebagai penanam modal (investor) bagi petani-petani utama yang ada di desa tersebut.

Bersamaan dengan itu, pemerintah hendaknya lebih tegas lagi dalam menetapkan harga untuk komoditi pertanian di pasaran. Seharusnya turun naik harga di pasaran tidak terjadi dalam kurun waktu sebentar, sehingga petani juga punya kesempatan untuk memperoleh keuntungan sesuai dengan modal dan tenaga yang ia habiskan, terlebih lagi di masa pandemi ini.

Diharapkan langkah-langkah tersebut dapat membantu para petani dalam melakukan aktivitasnya dengan baik dengan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah, dan peluang Indonesia untuk akhirnya mandiri dalam memenuhi kebutuhan pangan nasional dapat diwujudkan bersamaan dengan terus meningkatkan  ekspor pertanian dan mengurangi impor pertanian.

Referensi:

Badan Pusat Statistik (BPS). 2013. Rumah Tangga Usaha Pertanian Menurut Kelompok Umur dan Jeni Kelamin Petani Utama.

Pariaman Today. 2020. pariamantoday.com (Diakses pada tanggal 15 Desember 2020)

Shofihara, Inang Jalaludin. 2020. Ekspor Pertanian Tumbuh 12,66 Persen, BPS: Hanya Sektor Ini yang Naik. Kilas Kementerian. (kilaskementerian.kompas.com (Diakses pada tanggal 6 Januari 2021)

Surat Edaran Sekjen Kementrian Pertanian No. 1056/SE/RC.10/03/2020 tentang Strategi dalam Pencegahan dan Perlindungan Covid 19

Yuliana. 2020. Corona virus disease (Covid-19);Sebuah tinjauan literatur.Bandar Lampung. Wellness and Healthy Magazine.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun