Syukurlah anak-anak mudah diatur. Kami menggunakan papan kayu sebagai papan tulis. Anak-anak berpraktik menulis di atas tanah dengan ranting kayu yang didapat dengan mudah di sekitar halaman kelurahan.
Anak- anak bisa dibagi dalam kelompok dan berlatih. Mereka dengan cepat menangkap apa yang kami ajarkan, hal ini yang membuat kami berdua bahagia dan bersemangat karena anak-anak bersemangat dan senang belajar."
Malam harinya kami mengajari para remaja dan orangtua, jumlahnya kira-kira 80 orang. Sebagaimana kami mengajar anak-anak tentang pelajaran awal menulis dan membaca huruf, malam ini kami terapkan hal serupa kepada kepada. Hanya sayangnya, mereka tidak dapat mempraktikkan menulis, sehingga latihan menulisnya dilakukan di awang-awang. Atas kesepakan bersama untuk pelajaran orang tua diubah waktunya tidak pada malam hari, melainkan pukul 16.00-18.00 supaya bisa praktik menulis di tanah ketika hari masih terang.
Demikian hari demi hari pelajaran bagi anak-anak dan para remaja dan orang tua berjalan lancar mereka bergembira karena kemajuan sangat pesat dan penduduk desa bebas buta huruf. Bapak dan Ibu Lurah sangat senang melihat perkembangan ini. Aku dan Sekar Kinasih juga mengalami kebahagiaan luar biasa karena mereka sudah bisa membaca dan menulis dengan lancar. Semangat dan ketekunan mereka untuk belajar dan mengembangkan diri membuat mereka mengalami kemajuan yang pesat.
Suatu malam kami dikejutkan oleh suara gaduh orang berlari-lari, padahal saat itu tengah malam. Para penjaga ronda malam mengejar seseorang. Ternyata ada pencuri. Paginya berita tentang pencurian itu telah tersebar ke tengah warga desa, dan penjagaan pun diperketat.
Mereka menyebutnya "maling genthiri" rumah orang yang kecurian tidak ada tanda kalau mereka kecurian karena mereka disirep dan tertidur pulas, pintunya pun juga tidak ada yang terbuka. Konon ada cerita bahwa "maling genthiri" menggunakan "delu" (tanah gumpalan untuk bantal mayat) yang meninggal pada malam Jumat Kliwon sangat manjur untuk nyirep orang agar tertidur pulas.
Si pencuri cukup melewati "bias sinar lampu" untuk masuk ke rumah, sehingga meskipun pintu tertutup rapat, si maling tetap bisa masuk karena mereka menggunakan ajian "manyusup cahya". Kejadian pencurian ini sudah berkali-kali terjadi dan penduduk desa menjadi resah.
Aku harus membantu mereka dengan diam-diam. Kejadian semacam ini juga pernah membuat salah satu desa di wilayah Kerajaan Daha heboh. Romo Prabu memerintahkan Eyang Mpu Narotama untuk membereskan persoalan ini. Aku diberi tahu bahwa maling genthiri punya kelemahan jika dipukul batang daun kelor dan pelepah daun pisang.
Aku pun mulai melakukan tirakat supaya diberi petunjuk dan kewaspadaan lebih. Dan untunglah aku sudah menguasai ilmu halimun mawungkus, jadi aku bisa menyelimuti diriku dengan gumpalan awan sehingga tidak akan ada orang yang akan dapat melihat kalau aku pergi ke mana-mana. Aku akan menggunakan ajian ini agar bisa menolong warga desa untuk menangkap maling genthiri itu.
Siang ini aku mencari batang daun kelor dan pelepah pisang berikut daunnya, karena dalam meditasiku tadi pagi aku diberi petunjuk. Dan dalam penglihatan itu, maling genthiri akan beroperasi malam ini. ( Â Bersambung )
Â