Airnya yang disebut air londho digunakan untuk mencuci rambut kaum perempuan agar rambut menjadi hitam dan kuat. Inilah anugerah alam dari Sang Hyang Widhi. Dengan perantaraan Dewi Sri sebagai dewi kesuburan, padi dijaga sehingga tumbuh dengan baik dan bebas dari hama dan hasil panen melimpah.
Sedangkan gabah itu sendiri nantinya akan ditumbuk, dipisahkan dari kulitnya. Kulit yang kasar bisa dijadikan bahan bakar untuk membuat batu bata, sementara dedak atau kulit yang halus dimanfaatkan sebagai pakan ternak: ayam, bebek, dan enthok, atau dicampur rumput untuk makanan kuda.
Betapa selarasnya alam ini. Semua telah diatur dengan baik oleh Sang Sumber Hidup agar makhluknya mendapat makanan, semua saling melengkapi, tinggal manusia yang harus bijak mengolah dan memelihara alam sehingga tidak rusak.
Beras yang sudah ditumbuk hingga putih kemudian dijual atau dimasak oleh para petani, juga sebagai persediaan makanan untuk beberapa bulan. Selanjutnya para petani bekerja menanam, menyiangi, menuai, membajak, menggaru, dan meluku sawah agar dapat ditanami lagi.
Tiba-tiba dalam permenunganku dan pekerjaanku itu aku dikejutkan dengan
 suara jeritan seorang wanita. Para pekerja menoleh ke arah suara jeritan itu.
"Ada apa, Tarni?" seseorang datang menghampiri.
"Aduh! Sakit sekali. Mungkin kakiku diisap lintah!"
Tanpa diminta, Suti, teman yang tadi bertanya, beranjak naik dan berjalan menuju gubuk. Dia kemudian buru-buru kembali sambil membawa segenggam tembakau yang biasanya untuk menginang.
 Tembakau itu dibasahi dengan air lalu dikucurkan di kaki Tarni, Kedua lintah yang menempel itu pun terlepas setelah terkena air tembakau dan mengerut menjadi kecil. Suti mengosok-gosok bekas luka itu dengan tembako yang digenggamnya, sementara Warni sudah memegang daun sirih dan meremasnya, lalu mengusapkannya di bekas luka supaya tidak infeksi.
"Matur nuwun (Terima kasih), Suti, Warni atas bantuanmu."