"Setuju ... setuju, supaya kami tampil cantik sepertimu, Sanggra," sahut mereka serempak.
"Kata ibu dan nenekku yang penting cantik hatinya, kalau kita baik hati, punya maksud murni, niat tulus, dan selalu berpikiran positif, itu akan menjadi make up terindah untuk hati kita. Kalau hati kita indah, bebas tanpa beban, wajah kita pun akan terlihat cantik dan menarik."
"Ah kau pandai berfalsafah, Nggra," sahut Diah Hapsari.
"Bener lho" jawabku, "memang kita perlu merawat diri, bersih, dan sealami mungkin. Bukankah Sang Hyang Widhi telah menyediakan semuanya di alam semesta ini. Coba lihatlah di sekitar kita, semua tersedia untuk obat dan merawat tubuh kita."
"Wah, rupanya kamu tahu banyak tentang manfaat herbal, ya?"
"Ya, sedikit-sedikit aku tahu. Nenek dan ibuku senang mengolah herbal untuk jamu dan keperluan wanita dan aku sering membantu mereka, jadi aku juga tahu bagimana mengolahnya."
"Untung kami punya sahabat sepertimu, jadi kami semua dapat belajar dan mengembangkan bakat serta kepiawaian kita, juga saling bertukar keahlian," sahut Jenar."
"Tahu, nggak, si Ratih itu jago membuat serabi. Kami belum bisa menandingi serabi buatannya yang empuk. Bukankah begitu?" imbuh Roro Nastiti.
"Iya, bener, dan ini si hitam manis Catur Setiawati, dia pandai membuat hiasan janur. Kalau ada sedekah bumi atau orang yang sedang mengadakan perhelatan di desa sekitar Padepokan ini, dialah yang turun tangan."
"Dan si Melati pintar merangkai bunga," tambah Ratih.
"Nah kalau yang satu ini si Banyu Bening jago membuat wedang ronde. Ronde buatannya bisa diminum untuk melawan kantuk ketika harus jaga malam."