Setelah kusimak dengan cermat wanita itu sebaya denganku, persis dengan wajahku, tersenyum manis, bersikap ramah, dan mengulurkan tangan padaku. Oh, ya, dia memakai kemben dan berjubah putih, selendangnya juga putih. Kunikmati pertemuanku dengan wanita yang mirip denganku itu.
Dalam keadaan diam kusambut uluran tangannya dan aku merasa tubuhku berputar bersamanya seperti gangsing yang berputar dari dua wanita kembar, lalu tubuhku terangkat bersamanya dan turun lagi di dipan tempat aku duduk bermeditasi.
Putaran itu bagai sebuah tarian yang dapat kurasakan dengan jelas, tetapi aku tidak bisa berbuat apa-apa selain menuruti gerakannya. Akhirnya aku duduk kembali dan dia berangsur menghilang. Setelah sinar putih itu redup, kukatupkan tanganku, menggosoknya, dan setelah hangat kuusapkan di wajahku dan kusentuh mataku agar terbuka kembali.
Seperti inilah kebiasaan yang kulakukan setelah meditasi seperti yang diajarkan oleh Romo Prabu untuk menyadarkan cakra/lintangku yang kuajak mengembara dalam perjalanan roh sehingga aku tersadar kembali. Kutarik napas dalam-dalam, mengucap syukur atas setiap nikmat yang telah terjadi. Kulihat bayangan matahari sampai di tengah, dan itu artinya aku telah bermeditasi tidak hanya satu jam melainkan enam jam.
Aku segera pergi ke pendopo dan menemui Eyang Mpu Baradha yang sedang berjalan mondar-mandir sambil membawa tasbih. Rupanya Eyang Mpu telah melihat kehadiranku. Aku segera mengangguk dan Eyang mempersilakan aku untuk ke pendopo.
"Bagaimana, cucuku, pengalamanmu dalam latih kerohanian?" tanya Mpu dengan lembut.
"Aduh luar biasa, Eyang Mpu," lalu kuceritakan segala pengalamanku kepadanya.
"Sungguh luar biasa. Rupanya kamu sudah terbiasa meditasi, jadi tinggal diasah saja. Kamu telah berhasil mengatasi dan melampaui godaan, tekadmu memang luar biasa. Ini merupakan pengalaman awalmu memperoleh keheningan untuk tingkat aji rogoh sukmo, dan ini awal waktunya dibandingkan romomu. Orang yang kamu temui dalam meditasimu itu adalah saudari tuamu, orang percaya itu pamomong-mu, yang melindungimu, kesejatian rohmu.
 "Ada yang bilang itu malaikat pelindungmu. Nah, dialah yang akan membimbingmu agar senantiasa dekat pada Sang Hyang Widhi. Bagus sekali kamu mengalaminya justru pada hari kedua dan hari pertamamu olah meditasi. Teruskan usahamu untuk menyatu dengan jati dirimu agar semakin peka pada apa yang terjadi dalam dirimu, suasana di sekelilingmu, dan dirimu menjadi penolong dan berkat bagi sesamamu."
"Ya, Eyang Mpu," jawabku.