Mohon tunggu...
Monika Ekowati
Monika Ekowati Mohon Tunggu... Guru - Seorang biarawati Tarekat SND--> ARTIKEL yang kutulis ini khusus untuk KOMPASIANA Jika muncul di SITUS lain berarti telah DIJIPLAK tanpa IJIN PENULIS !

Betapa indahnya hidup ini, betapa saya mencintai hidup ini, namun hanya DIA yang paling indah dalam Surga-Nya dan dalam hidupku ini, saya akan mencintai dan mengabdi DIA dalam hidupku ini ARTIKEL yang kutulis ini khusus untuk KOMPASIANA Jika muncul di SITUS lain berarti telah DIJIPLAK tanpa IJIN PENULIS !

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Semburat Putih Pelangi Kasih Episode 25 Pengalaman Jajah Nagari (3)

8 Agustus 2021   09:58 Diperbarui: 8 Agustus 2021   10:19 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Semburat  Putih  Pelangi  Kasih (Lukisan Bp.Y.P  Sukiyanto)-Dokpri

 Sesudah bermeditasi, kau menghadap Eyang di tempat ini, ya."

"Sendiko Eyang," aku langsung pergi setelah menunduk hormat kepada

 Eyang Mpu Baradha, karena saya tidak diperkenankan untuk menyembah

lagi.

Aku langsung pergi ke rumah padepokan kecil untuk meditasi yang letaknya sedikit naik, yang kutempuh dengan berjalan kaki 300 langkah dari pendopo. Tempatnya begitu bagus. Di sini setiap padepokan lopo (rumah kecil untuk latihan rohani) terbuat dari kayu dan gentingnya dari sirap atau daun kelapa dan ijuk, sehingga terasa sejuk.

Lopo selalu dikelilingi pepopohonan buah-buahan yang rimbun dan juga tanaman bunga setaman, antara lain mawar, melati, kenanga, gading atau kantil, kamboja, bunga sepatu, soka, dan dolandra warna kuning keemasan. Suasananya sedikit mengingatkanku pada keputren istana Romo Prabu. Padepokan yang berupa pondok kecil ini letaknya di atas bukit, sehingga aku bisa menikmati pemandangan yang teramat indah di sekeliling, juga kota di kejauhan.

Aku berdiri untuk bersyukur atas anugerah Sang Hyang Widhi bahwa aku boleh mengalami suasana hati yang tentram, damai, sehat walafiat tidak kurang suatu apa pun, bisa bernapas dengan bebas penuh kesegaran. Aku pun berdiri tegak, kulatih pernapasan dengan menghirup dan mengembuskan napasku perlahan sambil menikmati hangatnya.

Aku jadi membayangkan orang yang kesulitan bernapas karena penyakit asma atau gangguan lain. Menyadari itu aku berdoa untuk mereka. Setelah itu aku duduk bersila, tegak kuatur napasku, kupenjamkan mata dan kuucapkan doa dalam batinku agar aku dapat melewatkan waktu hening ini dengan baik.

Segala daya indraku kupusatkan pada yang satu. Walaupun ini bukan pengalaman pertama bagiku untuk bermeditasi, justru ini menjadi tantangan batinku, sebab kali ini pikiranku dipenuhi rasa rindu pada Romo Prabu, Ibunda Ratu, dan kedua adikku.

Kupejamkan mataku. Dalam hening yang mendalam, muncullah sinar ungu yang cemerlang. Kuikuti dan kutatap dengan mata batinku, kunikmati dan kutelusuri, cukup lama aku bertahan untuk menjaga konsentrasiku. Tiba-tiba muncul wajah Romo Prabu, Ibunda Ratu, Eyang Sekar Tanjung, dan Eyang Narotama, juga kedua adikku secara bergantian.

 Ini adalah godaan. Kembali aku berkonsentrasi, lalu sinar ungu itu muncul kembali, lambat laun sinar itu membias menjadi sinar pelangi yang teramat indah. Biasnya berputar dengan cepat dan berubah menjadi warna putih cemerlang. Dengan mata batin dan daya indraku, kuikuti terus gerak warna itu, dan secara tak kuduga muncul sosok seorang wanita di tengah warna itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun