sahabat.
Mpu Baradha menatapku, aku menghaturkan sembah, beliau menjabat tanganku, sambil berkata, "Oh, ini putuku anak Airlangga, nduk cah ayu, Eyang akan memanggilmu Sanggra."
"Sediko, Eyang Maha Mpu," jawabku.
"Aku sudah bertemu dan berbicara pada romomu tadi malam," kata Mpu
Baradha, "semoga kamu kerasan di sini. Anggaplah sebagai rumahmu
sendiri."
"Sendiko, Eyang," hanya kata-kata itu yang mampu kuucapkan, sebab aku setengahnya tidak percaya. Orang yang kupanggil eyang itu terlihat sangat muda, semuda Romo Prabu.
Pikiranku melayang. Pasti Eyang Mpu Baradha bertemu dengan Romo Prabu dalam Aji Rogoh Sukma, karena mereka berdua menguasainya dan seperti bapak dan anaknya, bahkan Romo Prabu pernah bilang bahwa Eyang Mpu itu guru spiritualitasnya selama bertahun-tahun sehingga Romo mampu mengendalikan kerajaan besar dan membuat rakyat gemah ripah loh jinawi (makmur, serbaberkecukupan sandang, pangan, dan papan).
  Â
Pagi itu seorang dayang mengantarku melihat-lihat ke tempat pondokan. Ada bangsal besar untuk pertemuan. Ada asrama untuk para murid Eyang Mpu Baradha, yang setiap rumahnya ditempati oleh dua belas murid. Sementara untuk laku tapa dibuatkan pondok kecil yang bisa digunakan secara bergantian apabila para murid ingin berlaku tapa.
Pusat olah kanuragan dan karohanian yang dipimpin oleh Mpu Baradha terletak di daerah perbukitan Gunung Mayit bagian selatan di wilayah Desa Sayuran Blora. Perkumpulan ini disebut Kekadangan "Liman Seto" yang merupakan kepanjangan dari Lintang Manunggal Sewoko Duto, suatu bentuk kekadangan atau kekeluargaan yang didasari sumpah dan kaul suci untuk mengabdi.
Para muridnya dibedakan asramanya antara yang pria dan wanita. Mereka dari seluruh pelosok Nusantara, yang ingin mengabdikan diri menuruti panggilan Sang Murbeng Dumadi untuk melayani sesama dan Sang Hyang Widhi.
 Di tempat lain juga banyak pondok perguruan seperti ini cerita para dayang, namun mereka banyak yang berguru pada Eyang Mpu Baradha. Dalam waktu singkat aku merasa cocok tinggal di sini, karena menurut catatan di Lontar tentang hari lahirku, aku dilahirkan pada tahun Alip Windu Sangara, pada Neptu 12, Wuku Kuwalu lakune Lintang, Pangrasan Aras tuding. Pancasuda=Satria Wibawa, Dina/Hari GAJAH, Lintang 12 ( lintang Dani Daru), Pranotomongso Kasongo (kesembilan), Bintang Liman adalah Gajah, dan Wuku Kuwalu lakune Lintang berarti aku memiliki sikap seperti gajah namun selalu berpindah-pindah, seperti perpindahan bintang di langit.