Tanpa Romo sadari, itulah awalnya Romo dan ibundamu bersatu dalam Aji Rogoh Sukma. Romo tak henti-hentinya bersyukur pada Sang Hyang Widhi, karena telah dipertemukan dengan ibundamu meskipun antar-sukma, kini Romo tahu bahwa ibundamu sehat walafiat dalam murni dengan laku tapanya.
"Yang mengherankan, saat kami bertemu dalam Rogoh Sukma itu, di sekitar hutan belantara menjadi terang benderang sehingga para penduduk sekitar hutan yang berada dua ribu langkah kaki bisa melihat sinar terang itu. Mereka tahu bahwa di hutan ada orang sakti, atau seorang batara yang sedang bertapa. Beberapa kali mereka berusaha menembus hutan, namun tidak ada yang berani. Romo mengetahui niat mereka baik, maka Romo dan Paman Narotama berjalan menuju tepi hutan, dan menyapa mereka.
"Ternyata benar mereka itu utusan penduduk setempat yang punya pangrasa tajam, jangan-jangan yang berada di hutan itu Airlangga yang berhasil melarikan diri dari penyerangan Raja Wurawari.
Mereka menceritakan semua itu kepada Romo dan Paman Narotama dengan penuh semangat. Setelah Romo membenarkan ceritanya, mereka menghaturkan sembah kepada Romo, meskipun Romo telah melarangnya, dan mereka membujuk Romo untuk membangun kembali kekuatan Kerajaan Medang.
"Menyaksikan sendiri bagaimana rakyat merindukan pemimpin untuk mengatur dan mengayomi mereka dari para penguasa yang selalu memeras dan mempekerjakan mereka secara paksa bahkan tidak pernah diberi upah apa pun dari hasil panen dan kebun. Romo mengabulkan permintaan mereka. Ketika itu kota Watan sudah hancur, Romo dibantu Paman Narotama, dan rakyat membangun ibu kota baru bernama Watan Mas di dekat Gunung Penanggungan.
"Mulai saat itu pemerintahan dimulai, dibentuk tatapraja yang baik, terdiri dari para kepala dukuh, kelurahan, kecamatan, dan kabupaten. Memang kami harus bekerja berat, menghancurkan batu kali, mengangkut pasir, membuat pupuk dan melakukan penanaman pohon di mana-mana.
Daerah yang semula gersang pun menjadi hijau, sumber air muncul di mana-mana, dari hari ke hari, minggu ke minggu, bulan ke bulan dan tahun ke tahun dilalui dengan kerja keras tanpa terasa dan tanpa terpaksa karena semua guyup rukun, saling menolong dan apa yang kami tanam pun bisa dinikmati hasilnya. Rakyat tidak kekurangan pangan, sandang, dan papan.
"Secara resmi Romo naik takhta tahun 1009. Perayaannya dilakukan secara sederhana, semua dari rakyat dan untuk rakyat segala kesenian yang disajikan, tari-tarian, wayang, jathilan, semua atas kreasi rakyat dan dipertunjukkan di alun-alun, seperti yang kau saksikan sampai saat ini."
Aku terdiam seribu bahasa menyimak cerita Romo Prabu yang mengesankan, sepertinya Romo sungguh mensyukuri apa yang telah diperjuangan oleh rakyat "Takhta Pandita Ratu", yang diembannya adalah tanggung jawab moral yang dianugerahkan Sang Hyang Widhi dan harus dijalani dengan penuh tanggung jawab.
 Itulah semua itu yang kurasakan selama ini sebagai putri raja, aku banyak belajar bagaimana ayahandaku memerintah kerajaan yang kini menjadi kerajaan besar. Baginya adalah untuk kesejahteraan dan kebahagiaan rakyat.
"Apa yang kaulamunkan, putriku?" suara Romo mengagetkan aku.