Mohon tunggu...
Monginsidi Jalil
Monginsidi Jalil Mohon Tunggu... Guru - Guru

Karena Setiap Jengkal Tanah Air Indonesia Itu Indah, Kawan ..... !!!

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Batu Akik dan Misteri Rp. 8 Juta di Puncak Padangpatu

21 Mei 2015   16:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:45 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_366979" align="aligncenter" width="576" caption="dok. pri"][/caption]

Aku barusan bersiap untuk tidur setelah sejak pagi disibukkan dengan tugas sekolahan di siang terik itu ketika Aku diajak ke Padangpatu oleh salah seorang teman guru. Setelah mengetahui maksud tujuannya ke Padangpatu, Aku segera mengiyakannya. Bukan karena tujuanku sama dengan tujuan teman guru tadi, namun karena memang hobbiku traveling dan kebetulan sudah tidak ada lagi tugas sekolah yang harus kukerjakan.

Segera kusiapkan perlengkapan wajibku, kamera DSLR 18 – 55 mm ditambah lensa tele 300 mm, teropong, smartphone yang dilengkapi dengan GPS dan Kompas, serta sebotol kecil air minum yang semuanya kusimpan dalam tas selempang kecil yang selalu menemaniku bepergian di alam bebas.

Tak lupa, Aku mengajak rekan-rekan Guru yang lain yang kebetulan bermalam di sekolah pada saat itu. Tapi setelah kujelaskan, bahwa perjalanan ini betul-betul harus “ berjalan “, mereka langsung mundur dengan berbagai alasan. Akupun jadi maklum, karena mereka memang tidak terbiasa bepergian dengan jalan kaki dan juga karena faktor usia yang sudah tidak memungkinkan untuk berjalan jauh apalagi untuk mendaki.

Perjalanan ke Padangpatu kali ini sangat terasa singkat dibanding perjalanan pertama beberapa tahun yang lalu. Maklum, kali ini ada dua orang siswaku yang bersedia jadi penunjuk jalan yang benar ke lokasi Padangpatu. Memang pada perjalanan pertama beberapa tahun yang lalu, bersama dengan rekan guru yang sama, Kami harus menempuh waktu sekitar 2 jam untuk sampai ke Padangpatu melewati sungai yang penuh dengan bebatuan sebesar mobil, hutan lebat yang tak ditembus cahaya matahari yang sempat membuat Kami tersesat, dan jalanan yang bahkan sapi liarpun tidak pernah melewatinya, kecuali mungkin oleh ular phyton atau ular hitam dan sejenisnya. Maklumlah, saat itu tidak ada yang bersedia menemani Kami karena mereka tidak berani mengambil resiko ke Padangpatu yang menurut mereka sangat angker.

Setelah melewati persawahan yang sudah ditanami dan menyejukkan pandangan, Kami memasuki kawasan Padangpatu. Sesuai dengan namanya, kawasan ini betul-betul penuh dengan bebatuan beraneka ragam bentuk. Sejauh mata memandang, yang nampak hanyalah batu dan batu walau ada beberapa batang pohon yang tumbuh di sela-selanya, itupun hanyalah pepohonan kecil dan jumlahnya mungkin tidak sampai 10 batang pohon.

Kami berempat segera berembug dan atas informasi dari salah seorang siswa, akhirnya Kami sepakat untuk meneruskan perjalanan ke sungai yang ada di sebelah Padangpatu, karena tujuan utama teman guru yang mengajak tadi adalah mencari bebatuan yang sekiranya bisa dipoles menjadi batu perhiasan.

Kamipun segera mendaki ke Puncak Padangpatu dengan ketinggian beberapa ratus meter itu. Pendakian Kami saat itu tidak menemui kendala yang berarti karena rute yang Kami tempuh tidaklah terlalu terjal, walau tetap terasa agak melelahkan dan memakan waktu yang agak lama karena harus berjalan melewati bebatuan yang kadang membuat Kami harus berhati-hati supaya tidak terpeleset.

Tiba di Puncak, Kami segera disuguhi pemandangan yang mampu membuat Kami terpesona. Di kejauhan terhampar birunya laut dari kabupaten tetangga, yaitu Kabupaten Pangkep. Dan di ujung kaki Padangpatu terlihat sungai yang berkelok-kelok di kejauhan yang menurut salah seorang siswa, di situlah tujuan utama Kami. Dan di sepanjang sungai tersebut, pegunungan yang menjulang dan pepohonan dari hutan perawan yang masih lebat dan mungkin menyimpan berbagai macam misteri berdiri dengan kokohnya.

Aku segera mengeluarkan Smartphoneku untuk mengecek sinyal seluler yang mungkin ada di puncak pegunungan ini. Dan benar, sinyal seluler dari salah satu operator yang kucoba ternyata menunjukkan kekuatan sinyal 4 bar. Pun jaringan Datanya Aku tes, ternyata berjalan dengan mulus. Sinyal seluler yang kuat di sini sudah pasti berasal dari kabupaten tetangga yang memang kadang menembus beberapa tempat-tempat tertentu di Pujananting kecuali di sekolahan.

Aku segera mengirim laporan via SMS kepada dua orang siswaku yang kebetulan rumahnya juga ikut kecipratan sinyal seluler yang tembus tersebut walau kadang menjengkelkan karena sinyalnya timbul tenggelam dan tidak bisa dipakai untuk menelpon karena hanya satu atau dua bar kekuatan sinyalnya jika ada. Dan benar saja, beberapa saat kemudian balasan dari salah seorang siswakupun Aku terima, walau dia harus sedikit “ngomel” karena Kami harus berpanas-panasan di Puncak Padangpatu yang gersang dan tandus itu dan karena Aku mengajak kedua orang teman sekelasnya itu untuk ikut padahal mereka harus latihan Volli siang itu di sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun