Mohon tunggu...
Mona Fatnia
Mona Fatnia Mohon Tunggu... Lainnya - writer opinion

حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيْرُ #La Tahzan Innallah Ma'anna #Bermanfaatuntuksesama #Rahmatanlillallamin

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Cukai Minuman Manis, Cukupkah untuk Mengatasi Banyaknya Kasus Diabetes?

28 Maret 2024   21:17 Diperbarui: 28 Maret 2024   23:31 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh : Mona Fatnia

Si manis yang tak pernah kehilangan pelanggan setianya, apalagi berbagai produk tersajikan di mini market terdekat menandakan tidak hilangnya minat masyarakat dalam menikmati setiap tegukan dan gigitan makanan yang prosesnya melibatkan pemanis. Namun hal itu tak sejalan dengan kondisi kesehatan dari masyarakat yang kian hari menapaki kerusakan organ dalam tubuh. Berbagai penyakit melanda kaum muda maupun tua akibat kebiasaa yang tak terkontrol, lalu bagaimana pemerintah memberantasnya mesk cukai sudah direncanakan, sementara pada kenyataannya masyarkat tak bisa lepas dari yang manis-manis ?


Kebijakan Cukai Pemanis, Mampukah ?

Rencana penetapan cukai minuman manis dikabarkan terkait dengan upaya untuk mengurangi resiko penyakit tidak menular seperti diabetes. Sering dijumpai berbagai produk yang berkomposisi pemanis buatan pada kemasan makanan dan minuman, lebih lagi minat konsumtif masyarakat indonesia cukup tinggi pada tatanan makanan/minuman berpemanis buatan.


Merujuk pada data British Health Foubdation, meninjau bahwa karbohidrat dan kesehatan pada 2015 dari Komite Penasehat Ilmiah tentang Nutrisi, menunjukkan bahwa diet gula cenderung tinggi kalori, dan meningkatkan berat badan yang bisa berdampak pada kesehatan jantung.
Ini pun pada pengkonsumsian minuman berpemanis dalam kemasan yang memiliki sejumlah efek samping seperti gangguan matabolisme, kecanduan atau indikasi, masalah pencercanaan. Alzheimer, dan demensia. (CnnIndonesia, 02-08-2023)


Ini sejalan dengan data Internasional Diabetes Federastion (IDF), orang dewasa, kisaran umur 20-79 tahun, yang mengidap diabetes di Indonesia mencapai 19,5 juta jiwa pada 2021, nilainya pun bahkan diproyeksi menyentuh 28,57 jiwa pada 2045. Data dari IDF ini patut digarisbawahi bahwa dari total dewasa yang menderita diabetes, sebanyak 73,7 % adalah kasus yang tidak terdiagnosa secara resmi oleh dokter. (Tirto.id, 05-02-2024)


Dari fakta diatas telah menggambarkan masyarakat Indonesia sebagai negara dengan proporsi pengidap diabetes yang tidak terdiagnosis tertinggi, karena di negara-negara lain IDF mencatat porsinya dibawah 50 %.
Namun persentase itu justru memuncak dalam dua dekade, seperti merujuk pada data tirto.id/februari 2024 ini, tercatat konsumsi MDBK masyarakat meningkat signifikan. Dalam data CISDI menemukan konsumsi MBDK mengalami peningkatan dari sekitar 51 juta L pada 1996 menjadi 780 juta L di 2014. Dan pada 2020, Indoensia menempati posisi ketiga sebagai negara dengan konsumsi MDBK tertinggi di Asia Tenggara.


Fatalnya penggunaan cukai pemanis pada produk makanan dan minuman tak terhentikan. Pemerintah pun bakal mulai mengenakan cukai pada produl minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada tahun 2024 mendatang. Minuman yang dikenakan cukai pun yang mengandung gula, pemanis alami, ataupun pemanis buatan. (CnnIndonesia, 02-08-2023)
Ini pun didukung oleh Kementerian keuangan yang sebelumnya telah disampaikan oleh Sri Mulyani pada Februari 2022 kepada Komisi XI DPR RI bahwa potensi penerimaan cukai MBDK bisa mencapai Rp 6,25 triliun. Yang ini nantinya akan segera dipunggut cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) lewat PerPres No. 76 Tahun 2023, dengan target dari penerimaan cukai tersebut sebesar Rp 4,39 triliun di tahun pertama ditetapkan yakni 2024.(Trito.id, 23-02-2024)


Melihat kebijakan penanganan yang diambil oleh pemerintah untuk mengatasi tingginya angka penderita diabetes pada masyarakat seperti buah kemarin, pasalnya pencegahan lewat pengabilan cukai pada pemanis dalam kemasan adalah pencegahan yang tak efektif dan malah lebih kepada mengada-ada, sebab solusi yang dihadirkan hanya bersifat kebijakan fiskal, dan bukan kebijakan kesehatan masyarakat.
Karena pada dasarnya solusi untuk mencegah diabetes tentu membutuhkan Upaya mendasar dan menyeluruh.  Penetapan cukai pada minuman kemasan tidak serta merta menghalangi Masyarakat mengurangi minuman manis. 


Apalagi dalam kondisi tingginya kemiskinan dan rendahnya tingkat pendidikan serta rendahnya literasi kesehatan dan keamanan pangan, justru membuka celah adanya minuman manis yang tidak terkontrol di Tengah Masyarakat. Misalnya saja harga buah dipasaran amatlah mahal tentu ini tak sebanding dengan pendapatan masyarakat yang ingin untuk membeli buah agar mendapat suplemen vitamin, namun terhenti karena kondisi ekonomi yang tak memungkinkan untuk membelinya.


Maka menjadi masalah ketika buah yang harusnya mereka bisa dapatkan dengan harga murah, justru harus tergantikan dengan minuman berpemanis kemasan yang gizinya pun tak ada. Ini pun sama dengan menaikan harga cukai rokok dipasaran, apakah efektif ketika harga rokok naik lalu masyarakat berhenti untuk merokok? Jelas tidak.
Pada fakta yang ada, problem diabetes ini sebenarnya disebabkan oleh beberapa hal ; Pertama, faktor genetik dan autoimun. Kedua, faktor gaya hidup yang tidak sehat dan kegemukan (obesitas).


Ini pun tak lepas dari peran negara yang harusnya lebih fokus untuk memperbaiki angka diabetes didasarnya, tapi sayang bukan begitu alur ceritanya. Melihat masalah kemiskinan tak pernah tersentuh untuk diseriusi oleh mereka yang punya kuasa, alih-alih menyelesaikan dan mensahkan undang-undangnya, pemerintah sendiri malah sibuk menerapkan kebijakan yang semakin membuat rakyat menderita. Sebut saja pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang pada kenyataanya justru rakyat dirugikan dan bahkan dikriminalisasi.


Wajar bila berbagai kebijakan yang dikeluarkan adalah bumerang bagi rakyat pribumi. Karena ketika berbicara soal pemasukan negara, pemerintah tak mikir dua kali untuk menyelesaikan, dengan gerakan cepat kebijakan yang menguntungkang baik negara ke pemodal langsung disikat. Beda cerita ketika kebijakan untuk mengurusi urusan rakyat yang begitu pentingnya dan rakyat sangat perlu untuk kebutuhan tersebut, regulasinya minta ampun, dari mulai dibuat ribet sampai hitung-hitungan.
Di sisi lain, penetapan cukai, yang menjadi cara negara kapitalisme sebagai sumber pendapatan negara, akan menjjdi sesuatu yang menjanjikan.  Meski pun pada faktanya masih banyak persoalan terkait dengan kepatuhan dan besarnya peluang penyelewengan pajak. Dengan demikian makin menimbulkan keraguan akan keberhasilannya mencegah.  Apalagi pelaku industry tentu merasa dirugikan.


Mengingat cukai MBDK sendiri justru akan memperparah kemiskinan. Sebab ketika cukai diberlakukan, maka biaya produksi perusahaan akan melambung tinggi, sehingga perusahaan yang terkena dampak bisa saja mengambil langkah efisiensi perusahaan dengan melakukan PHK karyawan.


Dengan demikian, kebijakan untuk mencegah diabetes menyebar ini sebenarnya bukan jalan menyelesaikan akar masalah pentutasan diabetesnya. Melainkan seperti Ada udang di balik batu. Karna arah kebijakan ini adalah untuk mendapatkan keuntungan, sebab negara kapitalis menjadikan cukai dan pajak sebagai sumber pendapatan negara. Inilah yang menjadi jalan cepat bagi pemerintah untuk mencari sumber-sumber pemasukan dari harta rakyat.


Islam : Solusi Yang Benar dan Tayib


Bukan sulap bukan sihir, apalagi janji yang tak pernah memberi solusi. Karena didalam Islam bentuk penjagaan dan periayaan adalah yang utama serta mendasar. Berbeda lagi ketika solusi diselesaikan oleh mereka yang memiliki banyak janji, tapi minim aksi didalam memberantas masalah ini.
Dalam Islam cara pandang yang dibangun antara rakyat dan pemangku kebijakan sejatinya dua elemen yang saling menguntungkan tan pernah merugikan satu sama lain. Layaknya symbiosis mutualisme. Karena pada dasarnya pemerintah atau selaku pemangku kebijakan merupakan wakil untuk mengurusi urusan rakyat, baik itu untuk melindungi dan mengurusi rakyat layaknya seorang tuan.
Wajar bila berbagai kebijakan Islam menghasilkan perbaikan dan perubahan yang benar dan terarah. Terlebih seluruh kebutuhan rakyat dijamin oleh negara, baik itu ketersediaan pangan sampai pada keamanannya.
Seperti masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khaththab r.a yang memberikan santunan dengan nominal yang cukup besar kepada setiap anak yang masih menyusu maupun ketika sudah disapih sehingga para merasa tentram dan bahagia mengasuh anak-anak mereka. Ini pun didukung dengan memberikan sarana bekerja bagi kepala keluarga agar para istri tidak terbebani untuk bekerja.
Islam mewajibkan negara menjaga Kesehatan rakyatnya. Negara akan melakukan berbagai upaya menyeluruh dan mendasar untuk mencapai derajat kesehatan yang prima, baik melalui pembuatan kebijakan dan aturan dalam industri, penyediaan sarana kesehatan  yang memadai  maupun meningkatkan edukasi masyarakat dengan sungguh-sungguh. Baik tentang pentingnya Kesehatan maupun keamanan pangan dalam prinsip halal dan tayib.


Di sisi lain negara dalam Islam tidak menjadikan penarikan pajak sebagai cara dalam mengatur distribusi barang dalam negeri. Sebab kebijakan penarikan pajak sendiri akan fokus kepada umat dan pemasukan baitulmal tidak mengandalkan pajak seperti pada sistem kapitalis. Melainkan pada fai, kharja, harta kepemilikan umum, dan zakat. Kesemua inilah yang menjamin kesejahteraan bagi rakyat.
Oleh karena itu, sebenarnya kebijakan cukai MBDK bukanlah solusi yang benar untuk diberlakukan, sebab ini seperti menanam padi namun yang tumbuh diantaranya adalah rumput gajah yang justru malah merusak padi tersebut. Menginggat cukai ini fokusnya hanya kepada keuntungan satu pihak, sedang pihak lain dirugikan. Sementara perbaikan masyarakat yang terkena dampak diabetes tak teratasi dengan benar. Wallahualam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun