Ini memperjelas bahwa kebijakan pertambangan yang dikeluarkan pemerintah adalah untuk memperlancar usaha dari segelintir elit, yang pada akhirnya rakyatlah yang selalu menjadi korban, baik perusakan lingkungan hidup atau konflik lahan. Maka upaya yang dilakukan negara hari ini sebenarnya hanya untuk melindungi izin pertambangan yang sebenarnya sudah mengamcam ekosistem lingkungan hidup.
Lantas melihat usaha yang terus di upayakan oleh berbagai elemen masyarakat untuk menghadang pertambagan hari ini seperti mengisi air di dalam kendi, tapi sebenarnya kendi tersebut malah bocor maka yang didapat hanyalah isi kendi yang kosong. Hal ini tentu didasari pada beberapa hal ; Pertama, Kebijakan yang diatur langsung oleh Negara adalah jalan untuk memuluskan izin pertambangan yang sebenarnya justru akan membawa dampak buruk pada lingkungan hidup masyarakat. Kedua, Adanya Regulasi yang seringnya diutak-atik oleh Pemerintah yang diatur sedemikian rupa agar tujuan dan rencana dari para korporat tercapai meski rakyat harus jadi korban.
Melihat masalah yang dihasilkan dari kebijakan pertambangan ini, menandakan bahwa tidak adanya tangung jawab pemerintah dalam melindugi rakyatnya. Terlebih pada ruang hidup yang telah mereka diami selama ini. Karena kebijakan yang dihasilkan hari ini justru lebih mendukung hilirisasi pemilik tambang dan pemilik kebijakan, bukan demi kepentingan rakyat, hingga arahnya pun hanya untuk mendapatkan keuntungan yang besar.
Maka ini tak adil bagi rakyat, ketika dilapangan rakyat membela atas haknya untuk menghentikan aktivitas pertambangan dengan berbagai cara, tapi disisi lain rakyat malah dilaporkan balik oleh perusahaan sampai dijatuhi pidana, bahkan yang mirisnya dikenai denda sebesar Rp 100 juta (dalam pasal 162). Ujung-ujungnya rakyat yang dijadikan korban akibat kebijakan pertambangan yang sebenarnya hanya menghasilkan regulasi amburadul.
Negara membuat regulasi yang membahayakan rakyat namun menguntungkan perusahaan. Inilah tata kehidupan berdasarkan kapitalisme, negara hanya sebagai regulator yang menyediakan bahan mentah, sedang para oligarki kapitalis sebagai pelaksana kebijakan meski harus mengerus ketentaraman masyarakat yang ada diwilayah tersebut. Sebab pengelolaan tambang di Indonesia hari ini yang oleh pemerintah diserahkan kepada swasta selaku pemilik perusahaan.
Walhasil, kebijakan yang dihasilkan oleh negara adalah untuk menentang rakyat pribumi dengan regulasi sakit dengan lahirnya Omnibus Law UU Cipta Kerja yang direvisi sedemikian rupa hingga akhirnya melahirkan UU Ciptaker yang didalamnya berisi kebijakan rusak dengan menggunakan prinsip-prinsip demokrasi dan UUD 1945. Yang menyatakan bahwa Undang-undang telah menyerahkan mandat kepada oligarki untuk mengelola SDA milik rakyat.
Dengan demikian kebijakan yang selama ini dibuat, disusun dan sudah disahkan menjadi UU Minerba sebenarnya sebagai pagar bagi rakyat untuk melakukan protes atas kerusakan yang diakibatkan oleh perusahaan pertambangan, yang dampak kerusakannya paling banyak dihasilkan dari pertambagan batu bara. Alih-alih kebijakan pertambangan menyediakan ruang hidup yang sehat dan berkualitas tapi nyatanya hanyalah pencemaran yang dihasilkan hingga akhirnya rakyat yang menjadi korban meski harus meregang nyawa dengan kondisi lingkungan yang rusak.
Kebijakan Islam Membawa Perbaikan Besar
Islam menjadikan negara sebagai pengurus dan pelindung bagi rakyatnya. Segala regulasi yang ditetapkan negara akan senantiasa memperhatikan dan mengutamakan kemaslahatan rakyat termasuk keselamatan rakyat dari proyek pertambangan. Dengan begitu menghasilkan perbaikan yang signifikan bagi rakyat.
Sebab pada dasarnya kekayaan alam yang terkandung di dalamnya merupakan amanah dari pencipta untuk dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan benar oleh manusia untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran hidup. Yang dengan ini menjadi tanggung jawab negara untuk mengelolanya dengan sebaik mungkin dan hasilnya diberikan kepada rakyat.
Inilah yang menjadi hal utama dalam Islam perihal kepemilikan umum yang sifatnya tetap, dan kepemilikannya tidak dialihkan untuk individu maupun negara sekalipun. Dalam Q.S Al-An'am /7 Allah Swt menegaskan bahwa, " In al-hukmu illa lillah." Dimana yang menetapkan segala hukum hanyalah Allah Taala bukan manusia, yang menetapkan halal dan haram, legal dan legal, sah dan batil dalam setiap perkara.