Mohon tunggu...
Mona Fatnia
Mona Fatnia Mohon Tunggu... Lainnya - writer opinion

حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيْرُ #La Tahzan Innallah Ma'anna #Bermanfaatuntuksesama #Rahmatanlillallamin

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

KDRT Merajalela: Buntut Ketahanan KeluargaTak Terarah

16 Agustus 2023   10:38 Diperbarui: 16 Agustus 2023   10:49 924
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Mona Fatnia Mamonto,  S.Pd

 

 Dalam keluarga pastinya memiliki harapan dan visi-misi sejalan sesuai dengan apa yang diharapkan, terlebih keharmonisan yang diinginkan pun adalah kebahagiaan yang dituju atas dasar ibadah kepada sang pencipta serta tempat dimana terbangunnya komunikasi antar ayah, ibu dan anak-anak yang merupakan sumber pendidikan utama keluarga, baik untuk mempelajari hal-hal mendasar sampai pada tingkat yang sulit. Namun apa jadinya bila keluarga yang merupakan unit terkecil dalam masyarakat ini berubah menjadi malapetaka yang berakhir pada kekerasan tak berkesudahan, lalu ketahanan keluarga bagaimana yang diharapkan bila pun kekompakan tak mampu menjamin keharmonisan.


Masalah Yang Terus Mengakar

Berbicara perihal KDRT layaknya benalu yang terus merambat kesana-kemari, mencari tempat baru untuk di hinggapi hingga akhirnya tanaman itu mati lalu benalu pergi mencari kembali. Sadarkah kita akan racun ini, yang kiranya setiap tahun memakan korban jiwa berlebih dengan berbagai kasus yang terjadi.

Dalam fakta yang ada pun, seringnya KDRT menjadi alasan bagi pelaku untuk menyelesaikan problem yang dirasa tak akan puas ketika hanya dirasakan sendiri. Ini pun selaras dengan berbagai kasus, misalnya kasus KDRT secara psikis tanpa pukulan yang dialami oleh pablic figure  ibu kota dengan kekerasan psikis yang dilakukan oleh suaminya selama 2 tahun, sebabnya pun pada penelantaran yang dilakukan  oleh suaminya, tidak dinafkahi baik lahir atau batin, tidak diakui sampai disembunyikan sebagai seorang istri. (suara.com, 26-07-2023).

Kasus seperti ini justru fatal akibatnya, sebab di istilahkan sakit tanpa menyentuh yang sulit untuk dilihat,  fokusnya pun  ke umpatan, cacian penghinaan, marah sampai pada merendahkan. Dampaknya pun mulai dari terganggunya psikosomatis, lambung akut, dispepsia dan berbagai macam-macam penyakit sesak.

Fakta lain yang lebih mencenangkan lagi adalah kasus KDRT yang dialami oleh seorang istri di India, wanita ini histeris kesakitan setelah suaminya menyiraminya dengan  cairan asam ke bagian organ intimnya, sebabnya pun bukan terkait masalah uang namun sang istri menolak untuk berhubungan suami istri. Akibatnya wanita ini  mengalami luka bakar yang cukup serius. (grid.id, 01-08-2023).

Melihat kedua fakta diatas, tentu ini merupakan masalah mendasar yang terus terjadi di ruang lingkup keluarga, korbannya pun rata-rata adalah wanita. Kekerasan suami kepada istrinya tak pernah henti, bagai buaya yang terus menanti buruannya setiap saat. Yang lebih parahnya lagi, para suami kerap kali melontarkan pukulan, cacian sampai tindakan gila didepan banyak orang yang rasa malu pun tak terukur, sampai-sampai teman hidup pun yang katanya sehidup semati nyatanya dibuat mati didepan umum.

Dalam hal ini, akibat yang dialami oleh korban KDRT baik psikis ataupun kekerasan adalah trauma berat, yang dampaknya bisa berujung pada kematian. Tentu ini bukanlah bentuk kesengajaaan dari pelaku KDRT. Hal ini pun didasari pada oleh beberapa hal ; Pertama, Penerapan Sistem kehidupan yang diterapkan oleh negara hari ini tentu tidak sesuai dengan fitrahnya manusia, yang paling banyak melanggar namun minim dalam perbaikian. Kedua, Kurangnya perhatian negara terhadap pelaku KDRT, sepintas hanya dijatuhi hukaman setelah itu menjamur kasus seperti ini. Inilah yang membuat banyaknya pelaku yang dengan mudahnya mengsampingkan hukum jeruji yang vonisnya pun malah membuat orang betah didalamya.

Ketahanan kelurga yang harusnya sebagai penjaga teraman dalam keluarga, tempat lahirnya keharmonisan keluarga dan peradaban zaman dibangun, namun nyatanya tak terarah sebagaimana mestinya. Seperti kita ketahui bersama bahwa ketahanan dalam keluarga adalah ruang lingkup yang menghasilkan interaksi dan komunikasi antar individu yang harmonis dan sejahterah baik secara fisik atau psikis. Mulai dari komunikasi yang baik, komitmen dalam keluarga, kenyamanan dalam menghabiskan waktu bersama, kesejahteraan mental yang didasari dengan spiritual sampai pada kemampuan anggota keluarga untuk bisa mengatasi stres ataupun berbagai permasalahan lainnya.

Pada dasarnya, ketahanan keluarga hanyalah dijadikan topeng dalam rumah tangga, dengan mandasarkan materi sebagai penuntas permasalahan hidup. Faktanya hari ini kita memakai sistem yang asasnya materi dan materi sebagai tolak ukur kebahagiaan. Yang mengakibatkan munculnya kesenjangan sosial antara kaya dan miskin. Selain itu, asas materi pun menjadikan semua kebutuhan sebagai ladang bisnis, sampai pada pelayanan publik yang aktivitasnya lebih banyak keluarga. Maka sudah pasti ketahanan keluarga tak akan terarah apabila dalam struktur dan visi-misinya salah.

Solusi yang bisa didapat dari ketahanan keluarga pun nyatanya tak akan terlealisasikan dengan tepat dan bahkan hilang arah. Pasalnya  progam ketahanan yang selalu dikampanyekan oleh pemerintah hari ini hanya terdiri dari faktor-faktor yang sifatnya semu. Misalnya saja faktor ekonomi yang kita tau bersama bahwa ekonomi hari ini adalah ekonomi kapitalis yang hanya bisa diakses oleh yang memiliki biaya lebih. Sehingga menyebabkan ketimpangan sosial. Pun pada keterlibatan perempuan untuk bisa mendapatkan penghasilan, justru malah memunculkan persoalan baru dan jauh dari fitrahnya.  

Melihat fakta yang ada pun , sebenarnya ketahanan keluarga ini hanya sebagai pelarian dari para pelaku KDRT denga modus yang masih sama. Ini pun disebabkan pada beberapa hal ; Pertama, tidak adanya fungsi  qawwamah yang seharusnya menjadi pelindung dan sandaran bagi semua anggota keluarga, pun pada istrinya sebagai ummu wa rabbatul bait, yang menjalankan fungsi sebagai ibu untuk mendampingi anak-anaknya menjadi berat ketika turun langsung sebagai tulang punggung keluarga. Kedua, Ketaqwaan tidak menjadi hal yang penting dan utama dalam sendi kehidupan rumah tangga, yang ada hanya fokus mencari materi dunia sedang kedekatan kepada pencipta tak pernah menjadi prioritas dalam visi-misi rumah tangga.

Dengan ini pun ketahanan keluarga tak bisa dikatakan tahan,  sementara didalamnya  rusak dan tak tenang, terlebih hanya menciptakan bibit trauma dalam keluarga, lantas saja bukan solusi agar terciptanya keharmonisan. Menelisik lebih jauh pun meski diatur dengan gaya dan struktur yang lebih baik, tentu ketahanan keluarga tidak akan menjadi solusi bagi setiap keluarga. Yang ada hanya akan memunculkan trauma yang mendalam tanpa kesembuhan total bagi korbanya.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ketahanan keluarga tak mengasilkan solusi apa-apa seperti yang dikatakan mereka, sementara KDRT masih terus merajalela dimana-mana, korban yang kian hari kian bertamba, bukan lagi wanita yang bertambah tetapi anak-anak yang sering menjadi sasaran utama dalam setiap kejadiannya. Lalu hukum yang katanya kuat dalam menjaga lantas tak sesuai dengan masa hukuman yang mendera, sementara para korban membutuhkan kepastian yang terarah bukan rekayasa.

KDRT dalam Sudut Pandang Islam

 

Tak ada aturan yang dilanggar  kecuali dengan hukuman yang sesuai, pun pada penetapan beratnya hukuman tersebut yang tak memihak kanan-kiri, yang ada menghasilkan pembelajaran hidup agar tak diulangi kembali. Ini pun berdasar pada pemberlakukan hukuman dalam Islam yang sejatinya tak memihak pihak manapun, sebab dalam Islam kejahatan tetaplah kejahatan yang harus di hukum sesuai dengan berat atau ringannya perbuatan. Dan pada hukum yang dijatuhi bersifat mengikat.

Maka tak pelak kita bisa melihat fakta hari ini bahwa sistem sekuler kapitalis adalah aktor utama dalam ketidakwajaran kehidupan, mulai dari sistem ekonomi, politik, ibadah sampai sosial semuanya dilanggar oleh manusia, inilah yang memicu munculnya bibit-bibit kekerasan dalam keluarga. Sebab aturan yang dibuat oleh manusia jelaslah hanya mendatangkan kerusakan besar tanpa ada solusi apapun.

Dalam Islam terbukti dapat menyelesaikan persoalan manusia, yang bila dilihat dari kasus masalah yang terjadi didalam ruang lingkup keluarga. Pertama, fungsi pemimpin (qawwamah) dalam Islam sudah dijelaskan oleh Allah Subahanahu wa ta'alla lewat Al-Qur'an dan As-Sunnah, yang didalamnya menjelaskan hakikat kehidupan antara suami dan istri, disana pun diatur perihal hak dan kewajiban, pun fungsi dan interaksinya dijelaskan. Sebab telah dijelaskan bahwa laki-laki itu fungsinya sebagai pemimpin dalam keluarga.

Allah Subahanhu Wa Ta'alla berfirman :

" Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri)." (QS. An-Nisa"34)

Maka telah jelaslah fungsi pemimpin didalam Al-Qur'an, yang sejatinya merupakan kepemimpinan yang mengatur dan melayani, bukan pemimpin yang mengatasi masalah dengan penuh amarah. Ini pun sejalan dengan fungsinya sebagai pemberi nafkah terhadap keluarga baik sandang, pangan dan papan yang dibutuhkan oleh keluarganya. Dengan itu pun kepemimpinan laki-laki atau perempuan adalah untuk menegakkan urusan dari pada perempuan.

Kedua, penerapan sistem Islam secara menyeluruh yang sekiranya diterapkan disetiap sendi kehidupan manusia, sebab dengan penerapan menyeluruh, mengatarkan rakyat pada kesejahteraan yan jauh lebih baik dari sistem sekuler yang dipakai. Pun pada sistem ekonomi Islam ketika diterapkan akan menghasilkan laki-laki dengan fungsi sebagai pemimpin.

Ini pun masuk pada ranah pendidikan Islam sendiri, dengan terbentuknya akidah Islam yang fokusnya ke anak-anak agar sekiranya mereka dewasa nanti bisa menjalankan amanah sebagai seorang qawwam dan ummu wa rabbatul bait. Dengan itupun ketika sistem Islam diterapkan secara menyeluruh dan paripurna maka akan menghasilkan masyarakat yang Islam.

Khatimah

Menjaga untuk melindungi pada dasarnya adalah tanggung jawab besar yang dibebankan kepada seorang pemimpin laki-laki, dan  bukan malah melepas tangan secara bebas lalu memainkan kekerasan yang begitu ganas. Maka perihal ketahanan keluarga bukanlah solusi untuk menjaga sakinnah, mawaddah dan warohmah dalam keluarga. Karna pada dasarnya ketahanan keluarga akan menjadi indah apabila dilandasi dengan ketaqwaan dan Keimanan kepada pencipa. Dan hanya Islamlah yang mampu memberikan solusinya. Wallahu a'lam bishawab

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun