Mohon tunggu...
mona fatnia
mona fatnia Mohon Tunggu... Guru - writer opinion

Jadikan segalanya menjadi sumber kebaikan yang mengantarkanmu pada keridhoan-NYA. اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْجُبْنِ وَالْهَرَمِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kekayaan Alam Negeri Ini untuk Siapa?

3 November 2024   19:50 Diperbarui: 3 November 2024   21:29 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.sabangmeraukenews.com

Oleh : Mona Fatnia

Kekayaan alam sejatinya menghasilkan kesejahteraan dan kemakmuran yang merata untuk warga masyarakat. Terlebih, dengan keberlimpahan alam dan segala yang ada didalamnya mendatangkan kebaikan secara turun temurun. Tapi apa mau dikata ketika hal tersebut tak sejalan dengan kekayaan yang ada, ketika isinya dimanipulatif dan dirusak oleh penguasa hanya untuk memenuhi nafsunya. Sementara rakyat dibuat sengsara oleh janji-janji penguasa yang tak terlealisasikan, hingga akhirnya rakyat menjadi korban dengan segala keserakahan yang dipunya. Lantas, hadirnya negara dimana dalam melindungi dan mensejahterahkan rakyatnya, sementara kekayaan alam tak jelas pengelolaanya hingga akhirnya pihak asing yang malah menikmatinya.

Kekayaan Alam : Untuk Rakyat atau Aseng ?

Bukan hal asing lagi ketika kekayaan alam selalu menjadi barang berharga dikalangan penguasa terkhusus para pemodal besar yang memiliki dana besar. Layaknya mutiara yang tersimpan pada tumpukan lumpur, butuh usaha dan tenaga agar bisa mendapatkannya meski harus menghalalkan segala cara.

Seperti yang terjadi baru-baru ini, Warga Negara Asing (WNA) asal China berinisial YH yang terlibat penambangan emas ilegal di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Penambangan ilegal ini menghasilkan emas sebanyak 774,27 kg. Tak hanya emas, ia pun berhasil mengeruk cadangan perak di lokasi tersebut 937,7 kg. Akibatnya, Indonesia rugi Rp 1,02 triliun. (cnnindonesia,27-09-2024)

Mengingat Kalimantan Barat merupakan provinsi penting dalam industri emas dan perak Indonesia yang berada di urutan kedua Izin Usaha Pertambangan (IUP) terbanyak, setelah sebelumnya Sulawesi Tenggara. Kalimantan pun tercatat memiliki 21 IUP emas dan perak serta terdapat 2 eksplorasi yang dilakukan berdasarkan data ESDM  2020.(cnbcindonesia,15-05-2024)

Inipun menyasar juga didaerah lain, aktivitas penambangan emas ilegal juga terjadi di Nagari Sungai  Abu Kecamatan Hiliran Gumanti Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Nahas, aksi penambangan ilegal ini memakan korban sebab terjadi longsor di tanah galian. Sebanyak 13 orang meninggal dunia, 11  sudah dibawa 4 masih di lokasi. Dan 25 lagi masih tertimbun serta 3 orang lagi mengalami luka. (cnnindoensia,29-09-2024)

Tentu hal ini bukanlah kebetulan, sebab peristiwa ini adalah buah dari pengelolaan tambang yang begitu karut-marut, gagalnya negara dalam memetakan kekayaan alam. Sehingga mengakibatkan terjadinya berbagai hal buruk, seperti longsor di lokasi penambangan yang akhirnya memakan korban jiwa hingga hilangnya emas karena ditambang oleh oknum tertentu. Maka hal ini menunjukkan adanya karut marut dalam pengelolaan negara yang tak jelas arahnya kemana.

Penyebutan  ilegal ini, ibarat cuci tangan pemerintah atas persoalan pengurusan SDA yang tak tepat. Berulangnya kasus tambang 'illegal' juga menunjukkan tidak tegaknya hukum dalam negeri ini, sehingga pihak aseng semaunya mengeruk kekayaan pribumi akhirnya badan hukum bermain didalamnya dengan regulasi yang tak jelas arahnya kemana.

Pada fakta yang ada, sejatinya kepengurusan kekayaan alam haruslah berdasar pada kebijakan yang transparan dan juga akuntabel terhadap pengelolaan agar masyarakat tersejahtera sesuai mandat dari undang-undang. Namun hal itu hanyalah fatamorgana, layaknya mimpi disiang bolong tapi pada kenyatanyaan hanyalah wacana dalam selembar kertas sebagai legitimasinya. Tersebab ketidakjelasan pemanfaatan kekayaan alam untuk rakyat pribumi atau pihak aseng yang main datang mencuri tanpa ada izin yang jelas.

Menurut Direktur Teknik dan Lingkungan Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) kementerian ESDM, Sunindyo Suryo Herdadi menjelaskan modus operandi yang digunakan para pelaku, mulai dari memanfaatkan lubang tambang berizin yang harusnya dijaga dan dipelihara, namun justru dijadikan tempat penambangan ilegal. Lebih parahnya lagi ketika didapati panjang lubang tambang dengan total 1.648,3 meter dengan volume 4.467,2 meter kubik. (cnbcindonesia,15-05-2024)

Disisi lain, Negara harusnya memiliki kewaspadaan tinggi atas pihak asing dan pihak lainnya yang berniat merugikan Indonesia.Negara juga harusnya memiliki pengaturan atas tambang baik besar maupun kecil sesuai dengan sistem yang tepat. Tapi sayang, hal tersebut tidak terjadi, segala kekayaan alam yang dimiliki negara ini dengan mudahnya dikapitalisasi baik oleh oligarki ataupun para penguasa yang haus akan kepentingan. Karna pada dasarnya, pengelolaan tambang hari ini muaranya hanya menambah kekayaan segelintir elit baik pemilik kebijakan maupun pihak aseng yang tak pernah terendus sanksi atas pelanggaran yang dibuat.

Tentu ini tak lepas dari permainan para kapitalis yang kian hari terus mencari korban, layaknya rubah kelaparan yang mencari makan di padang tandus, meski harus menggunakan cara yang keji asalkan mangsa didapatkan. Hal ini menyasar pada penambangan ilegal secara nyata membuat nyawa orang tak berdosa melayang, karena sejatinya bekas tambang yang tak berpenghuni ketika tak ditutup dengan benar akan memudahkan masyarakat sekitar untuk membuka kembali tambang ilegal tersebut tanpa alat safety hingga akhirnya mereka hanya fokus menambang emas sedang keselamatan tak dihiraukan.

Maka sebenarnya kekayaan alam yang harusnya diperuntukkan untuk rakyat tapi malah untuk aseng, hal ini didasari oleh beberapa hal : Pertama, kekayaan alam dikapitalisasi dengan semaunya para penguasa dengan dalih untuk mensejahterahkan rakyat, faktanya rakyat yang banyak menjadi korban akibat kerakusan elit penguasa. Kedua, regulasi pertambangan dibuat berdasarkan sistem kapitalis yang cacat dan merusak. , akhirnya malah membuat penguasa cuci tangan atas persoalan pengurusan SDA yang tak tepat dengan mengatasnamakan penambangan ilegal.

Sehingga kita dapati kekayaan alam hari ini tak pernah diperuntukan untuk rakyat apalagi untuk mensejahterahkan rakyat, justru ketimpangan dan kemiskinan yang semakin tumbuh subur.

Standarisasi Pengelolaan Tambang Dalam Islam

Berbeda dengan pengelolaan kapitalis yang orientasinya materi, membuat negara setengah hati mengurus rakyat. Melihat kasus tambang ilegal yang dibiarkan berulang sekalipun ada undang-undang yang mengaturnya tetap saja lolos layaknya seekor burung keluar dari sarangnya.

Tentu ini berbeda pada pengelolaan tambang dalam Islam dengan menggunakan standarisasi yang benar dan jelas. Islam mengatur peran negara dengan jelas dan gamblang yakni: "Menjadi raa'in (pengurus) dan junnah (perisai)". (H.R Bukhari dan Muslim).

Dengan ini, kesadaran negara terhadap dua peran ini akan menuntun negara mengatur potensi kekayaan alam yang sesuai dengan ketentuan Allah Subhanahu wa ta'alla, selaras dengan keberadaan kekayaan alamnya. Ini pun sesuai apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tata cara mengolah harta tambang, dengan contoh tersebut merupakan hukum syariat yang wajib diambil oleh negara dalam mengelolah tambang.

Dari Abu Hurairah secara marfu, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda : 

"Ada tiga hal yang tidak boleh dilarang (orang lain dihalangi untuk memanfaatkannya): rerumputan, air dan api," (HR. Ibnu Majah)

Karena pada dasarnya, semua barang tambang,baik emas, perak, tembaga, nikel, dll termasuk milik umum yang haram untuk dimiliki dan dikuasai oleh individu, swasta apalagi aseng. Pun pada penguasa yang bekerja sama dengan para kapitalis.

Dalam hadis lain Rasulullah Saw. Bersabda,

"Dari Abyadh bin Hammal, ia pernah mendatangi Rasulullah saw. Dan meminta beliau agar memberikan tambang garam kepada dirinya. Beliau lalu memberikan tambang itu kepada Abyadh. Ketika Abyadh bin Hammal ra. telah pergi, ada seseorang di majelis itu yang berkata, "Tahukah Anda, apa yang telah anda berikan kepadanya? Sungguh Anda telah memberi ia sesuatu yang seperti air mengalir (al-ma al-idd)." Ibnu al-Mutawakkil berkata, "Lalu Rasulullah saw. Menarik kembali pemberian tambang garam itu dari dirinya (Abyadh bin Hammal)."(HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi). 

Dari dalil-dalil diatas, tentu jelaslah pengaturan pengelolaan tambang Islam adalah barang tambang yang jumlahnya melimpah dan haram untuk dimiliki oleh Individu, karena harta tersebut milik umum bukan untuk di kapitalisasi. Menurut Syehk Taqiyuddin an-Nabhani, ada tiga jenis kepemilikan dalam Islam, yakni kepemilikan individu (al-milkiyyah al-fardiyyah), kepemilikan umum (al-milkiyyah al-ammah), dan kepemilikan negara (al-milkiyyah ad-dawlah) (An-Nabhani, An-Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam, hlm. 69-70). (Mnews,03-08-2024).

Dengan tiga jenis kepemilikan ini, negara Islam mengatur pengelolaan tambang dan memetakan wilayah tambang. Sehingga banyak sedikitnya ditentukan oleh para ahli terkait yang diperuntukan untuk kebutuhan negara untuk menjaga fungsi ekologi lingkungan, jika jumlahnya melimpah maka negara Islam sebagai wakil umat akan mengelola tambang tersebut secara mandiri tanpa campur tangan individu  (swasta). Karena pada dasarnya monopoli tambang hukumnya haram, maka dengan konsep ini negara Islam sanggup menutup celah perampokan tambang oleh pihak asing, sehingga hasil dari tambang akan diperuntukkan untuk umat dan distribusinya diberikan secara langsung dalam bentuk subsidi energi dan sejenisnya secara tidak langsung dalam bentuk jaminan gratis untuk kebutuhan publik yang dibiayai oleh pos kepemilikan umum Baitul Maal. (MMH, 01-10-2024).

Dengan demikian, pengelolaan tambang merupakan hal yang sangat penting untuk diurusi karena hal ini menyangkut kebutuhan seluruh umat. Pun pada penggunaan regulasi yang sekiranya harus transparan didalam mengelolah sumber daya alam agar sekiranya manfaatnya bisa dirasakan oleh Masyarakat. Bukan malah dikapitalisasi dan menjadi sumber memperkaya diri serta malah menjual kepada pihak aseng.

Wallahu allam

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun