Terakhir, kendati dalam film tersebut tidak tersajikan secara terbuka, namun imajinasi penonton terkait dengan kekerasan seksual jalanan menjadi sekuel khusus dalam film Vina. Â
Informasi dan peristiwa faktual yang menimpa Vina, baik menurut berita maupun cerita, termasuk juga narasi yang tersajikan dalam film ini, tindakan kekerasan yang dialami Vina itu meliputi kekerasan fisik, psikologis, dan mungkin juga emosi-kompetisi antar remaja terkait dengan perempuan, pun dibumbui dengan pemerkosaan.
Pesona tontonannya adalah kejahatan seksual, dengan warna kekerasan fisik, dialami oleh anak dibawah usia. Pelakunya adalah gerombolan 'hantu masyarakat' yang sampai kini belum diketahui adanya. Akumulasi dari citra yang tersajikan inilah, menjadikan pesona film ini mengguncang perhatian masyarakat kita saat ini.
Simpul pemikirannya, apa daya tarik film ini ? film sebagai sebuah karya sinematis, memiliki kemampuan membangun citra-baru, atau realitas citra yang tidak selamanya memiliki rujukan realitas-faktual.Â
Pada awalnya, realitas faktual dijadikan rujukan atau inspirasi pembuatan film, tetapi realitas film tetaplah citra yang dikemas menggunakan teknologi. Karena ada kemasan teknologi inilah, maka sajian ini memiliki daya tarik sebagai sebuah tontonan. Tontonan sempurna yang tersajikannya, meliputi kegamangan hukum, kekerasan fisik, pemerkosaan, dan keindahan citra sebagai sebuah tontonan. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H