Mohon tunggu...
Momon Sudarma
Momon Sudarma Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Geografi Manusia

Tenaga Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Film Vina: Pesona Kriminalitas Sempurna, Poskriminalitas

21 Mei 2024   03:57 Diperbarui: 21 Mei 2024   04:06 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menarik. Menggugah, Menggairahkan. Itulah setidaknya, saat membincangkan viralnya atau kontroversinya film Vina.  Sebelum kita menyaksikan, atau menikmati pesona film tersebut pun, setidaknya, pemirsa sudah disajikan pesona tontonan yang sangat mengugah kepenasaran banyak kalangan untuk menyaksikannya.

Apa persoalan, atau nilai dasar yang disajikan dari film tersebut? Apakah karena disandarkan pada sebuah kisah nyata, sehingga, film itu menarik untuk angkat-ulang ke layar lebar, dan kemudian dijadikan sinemati? 

Pertama, tentunya, film adalah film. Film adalah karya citra. Realitas kejadian yang diubah menjadi sebuah karya sinematik, akan menjadi sebuah citra sinematik. Realitas sinematik sejatinya bukanlah realitas-faktual yang terjadi. Realitas sinematik, adalah sebuah rekayasa hasil interpretasi penyusun skenario terhadap fakta, yang kemudian dikemas sedemikian rupa sehingga memiliki daya tarik sinematik, yang bisa dijadikan tontonan.

Kedua, tarikan hasrat pencarian keadilan. Dengan hadirnya film Vina ini, kegairahan untuk mencari keadilan menggeliat kembali. Publik secara masif bertanya dan mempertanyakan keseriusan penegak hukum dalam menangani kasus kekerasan yang menyebabkan kematian Vina. Kasus yang sudah berlalu hampir 7-8 tahunan lamanya ini, dirasakan belum menunjukkan hasil yang maksimal dan mencerminkan keadilan yang nyata kepada semua pihak. 

Kendati demikian, apakah film ini, kemudian bisa dijadikan novum baru dalam penanganan kasus ini?  Atau dijadikan sebagai salah satu barang bukti di depan hukum? 

Sulit untuk bisa dipertanggungjawabkan. Film adalah film. Film adalah produk rekayasa intelektual produsernya, dan melahirkan realitas citra. Namun demikian, jelas dan tegas, bahwa  kontroversi hukum menjadi daya tarik penting dalam film ini. 

Melalui kasus ini, stigma keadilan menguatkan kembali (a) tidak ada keadilan, tanpa viral, (b) tidak ada keseriusan tanpa dikomentari netizen, dan (c) penegakkan hukum hanya menguat bila ada desakan netizen. Semua itu akan menjadi kenyataan dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan, walaupun kebenaran bukan miliki netizen, tetapi netizen seakan pemilik suara kebenaran.

Ketiga, menjadikan kekerasan sebagai tontonan. Film Vina menyajikan kekerasan fisik. Latar kisah, Vina dan Eki (pasar Vina) sebelum tewas dibunuh secara sadis sempat berkeliling bersama rekan klub motor ke sekitar Kota Cirebon. Di tengah perjalanan bertemu dengan kelompok gang motor lainnya. Vina, Eki beserta teman yang lainnya tancap gas dengan maksud untuk melarikan diri. Namun geng motor itu mengejar dan menendang motor yang saat itu dikemudikan oleh Eki. Vina dan Eki dipukuli hingga mengalami luka parah. Bahkan, Vina sebelum meninggal dunia juga diperkosa oleh para pelaku yang dilakukan secara bergantian.

Dari kejadian itu, tampak nuansa kekerasan fisik yang sangat kental. Kekerasan fisik adalah bentuk horor. Uniknya, sampai hari ini, horor dan kekerasan adalah tontonan yang masih memiliki daya tarik bagi masyarakat kita. Bahkan, untuk masyarakat kita hari ini, belum lama sebelum ini, film Badarawuhi pun menjadi viral di tengah-tengah masyarakat kita. 

Badarawuhi dan Vina adalah karya sinematik yang memiliki pesona kuat dalam penyajikan kekerasan yang sempurna atau disebut postkriminal. Badarawuhi menyajikan nuansa horor, dan film Vina pun menyajikan horor-fisik dari gang motor. 

Keduanya sama-sama, memiliki kategori penyajikan kekerasan atau horor (psikologis emosional dan kekerasan fisik) yang tersajikan dengan sempurna. Di sebut kekerasan sempurna, karena pelaku kejahatan kekerasan dalam dua film itu, menjadi hantu, tidak jelas, dan diketahui pelaku utamanya, bahkan bisa jadi, andai saja tidak ada film ini, pencarian kebenaran dan keadilan itu sudah dianggap selesai. Pelaku kekerasannya masih tetap hantu, menjadi misteri bagi penontonnya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun