Mohon tunggu...
Mollazka
Mollazka Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

sangat simpel

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penanaman Nilai-Nilai Karakter Melalui Kegiatan Storytelling Dengan Menggunakan Cerita Rakyat

8 Juli 2024   00:19 Diperbarui: 8 Juli 2024   01:34 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penanaman Nilai-Nilai Karakter Melalui Kegiatan Storytelling dengan Menggunakan Cerita Rakyat 

Oleh: Maula Hikmatul Azka

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan metode storytelling berbasis cerita rakyat untuk menanamkan nilai-nilai karakter pada anak. Penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif.  Hasil dari penelitian  kegiatan storytelling dengan menggunakan cerita rakyat mampu untuk menanamkan nilai-nilai karakter. Nilai-nilai karakter yang muncul diantaranya adalah karakter tanggung jawab, mandiri, jujur, religious, dan kerjasama.

Kata kunci: Nilai-Nilai Karakter;Cerita Rakyat Sasak; Taman Kanak-Kanak; Kearifan Lokal

Abstract

This research aims to analyze the application of storytelling methods based on Sasak folklore to instill character values in the children. The research used is qualitative research.  The results of research on storytelling activities using folk tales are able to instill character values. The character values that emerge include the character of responsibility, independence, honesty, religion, and cooperation.

 

PENDAHULUAN

Pendidikan Anak Usia Dini melibatkan pembinaan berbagai aspek perkembangan anak, termasuk keterampilan fisik-motorik, kemampuan kognitif, kemahiran berbahasa, dan penanaman dimensi agama, moral, dan seni (Kunci, 2017). Menurut Lee (2016), aspek perkembangan ini mewakili pencapaian dan tujuan utama kegiatan pembelajaran anak usia dini. Yang paling penting di antaranya adalah pengembangan nilai-nilai agama dan moral. Fitroh dkk. (2015) menekankan bahwa nilai-nilai agama dan moral merupakan bagian integral dari pendidikan anak usia dini, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 137 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini yang menekankan pada penggabungan pendidikan karakter ke dalam pembelajaran prasekolah. Pendidikan karakter sejak dini dirasa penting oleh (Thomas Lickona, 2010) untuk membina individu yang berkepribadian dan berperilaku teladan.

Penerapan pembelajaran karakter di PAUD telah menjadi fokus utama dalam sistem pendidikan Indonesia, sebagaimana yang disoroti oleh Wardani & Widiyastuti (2015). Pemerintah Indonesia menekankan bahwa nilai-nilai karakter harus ditanamkan sejak usia dini, dimulai dari taman kanak-kanak hingga pendidikan tinggi, bukan hanya menjadi tanggung jawab keluarga. Di sekolah, pendidikan karakter diberi penekanan yang kuat, dengan nilai-nilai karakter diselipkan dalam kegiatan pembelajaran, seperti yang diungkapkan oleh Rasyad (2015). Pengembangan karakter ini terkait dengan kemampuan seseorang untuk mengendalikan perilaku internal dan eksternal mereka sesuai dengan nilai-nilai universal masyarakat. Dengan demikian, pendidikan karakter di PAUD tidak hanya menjadi tujuan tetapi juga memainkan peran penting dalam perkembangan anak.

Proses penerapan penanaman pendidikan karakter di PAUD masih terbatas tentang pengaplikasiannya dalam proses pembelajaran. (Choirun Nisak Aulina & Aulina, 2013) Kebanyakan proses kegiatan pembelajaran di PAUD menekankan tentang aspek kognitif seperti kegiatan Calistung (Baca, Tulis, Hitung). Penekanan terhadap aspek kognitif di pembelajaran PAUD terutama di Taman Kanak-kanak menyebabkan aspek lainnya seperti aspek nilai agama dan moral, serta sosio-emosional tidak bias berjalan dengan baik apalagi dalam penerapan pembelajaran ditekankan tentang pendidikan karakter  dan proses pembelajarannya tidak berjalan dengan baik. Penanaman nilai-nilai karakter menjadi sasaran penting di proses pembelajaran PAUD (Suyadi.2010). Anak sejak dini sudah diajarkan dan dilatih untuk menanamkan nilai-nilai karakter seperti tanggung jawab, jujur, mandiri dll. Penanaman nilai-nilai karakter dan moral sejak usia dini harus mengacu kepada aspek perkembangan anak. (Fitroh et al., 2015) Perkembangan anak usia dini terutama pada usia Taman kanak-kanak memiliki capaian-capaian perkembangan yang harus dicapai proses kegiatan pembelajarannya.(Fitroh et al., 2015) menjelaskan Penanaman nilai-nilai karakter anak di usia Taman  Kanak-Kanak membutuhkan metode pembelajaran yang bias mengarahkan menuju pengajaran nilai-nilai karakter dan moral anak. Kebanyakan metode yang digunakan adalah metode kelompok dan klasikal dalam proses kegiatan pembelajarannya. Kegiatan pembelajaran yang baik dalam penerapan pembelajaran di Taman Kanak-Kanak adalah kegiatan pembelajaran yang merangsang rasa ingin tahu anak, motivasi anak, intelegensi anak , dan juga kesukaan anak. Salah satu kegiatan pembelajaran adalah dengan menggunakan metode Storytelling (Mendongeng) (Nur Azizah & Ali, n.d. (2017). 

Storytelling adalah proses menyampaikan cerita kepada pendengar dengan cara yang menyenangkan, tidak menggurui, dan mendorong perkembangan imajinasi, seperti yang dijelaskan oleh Alkaaf (2017). Melalui storytelling, cerita yang disampaikan akan membantu mengisi memori anak dengan informasi dan nilai-nilai kehidupan. Terdapat berbagai jenis cerita yang dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran di RA, seperti yang disebutkan oleh Moezzi, Janda, & Rotmann (2017), termasuk dongeng, cerita rakyat, dan cerita pendek (cerpen).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Storytelling menggunakan cerita rakyat sebagai alat untuk menanamkan nilai-nilai karakter dan moral kepada anak-anak. Melalui kegiatan ini, cerita-cerita rakyat digunakan untuk mengajarkan prinsip-prinsip seperti tanggung jawab, keagamaan, kejujuran, kemandirian, dan nilai-nilai lainnya kepada anak-anak.

Penanaman nilai karakter dan moral dilakukan dengan mengajarkan anak-anak tentang perbedaan antara perilaku yang baik dan buruk. Dalam kegiatan pembelajaran ini, pendekatan yang digunakan mencakup pelajaran tentang sopan santun dan memberikan contoh karakter dari tokoh-tokoh dalam cerita-cerita seperti "Lelampak Lendong Kaoq", yang menggambarkan seekor sapi yang tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya, atau "Tegodek-Godek dan Tetuntel Tuntel", yang mengajarkan tentang keserakahan, ketidaktanggungjawaban, dan perilaku egois.

Dalam storytelling, cerita-cerita tersebut tidak sekadar menceritakan cerita kepada anak-anak, tetapi juga mengilustrasikan secara langsung bagaimana perilaku tertentu dapat berdampak dan menghasilkan konsekuensi yang berbeda-beda. Tujuan dari pendekatan ini adalah untuk menyoroti nilai-nilai karakter seperti sopan santun dan mengajarkan pentingnya mengembangkan kebiasaan positif dalam kehidupan, sebagaimana dianjurkan oleh Wardani & Widiyastuti (2015).

 

PEMBAHASAN

Indonesia sebagai negara yang menjunjung tinggi karakter, tentu memiliki dasar-dasar dalam merumuskan nilai karakter. Kemendiknas (2010:9-10) merumuskan nilai karakter sebagai berikut:

1)Religius,

2) jujur,

3) toleransi,

4) disiplin,

5) kerja keras,

6) kreatif, 

7) mandiri,

8) demokratis,

9) rasa ingin tahu,

10) semangat kebangsaan,

11) cinta tanah air,

12) menghargai prestasi,

13) bersahabat atau komunikatif,

14) cinta damai,

15) gemar membaca,

16) peduli lingkungan,

17) peduli sosial, dan

18) tanggung jawab

Dongeng adalah cerita fiktif atau khayalan, sedangkan penanaman karakter adalah proses pendidikan yang bertujuan membentuk akhlak atau budi pekerti yang membedakan individu satu dengan lainnya. Studi menunjukkan bahwa dongeng sebagai media untuk menanamkan karakter sangat efektif bagi anak usia dini, dan pentingnya memberikan contoh dan pembiasaan yang baik dalam mengembangkan karakter anak.

Menurut Alkaaf (2017), dalam storytelling, fokus utamanya adalah pada bagaimana kinerja, proses pengungkitan cerita, dan pembangunan narasi, bukan sekadar memperlakukan cerita sebagai objek. Storytelling didefinisikan sebagai penggunaan cerita sebagai sarana komunikasi untuk berbagi pengetahuan. Dengan menggunakan narasi ini sebagai alat untuk menghibur, juga meningkatkan potensi pengetahuan yang disampaikan.

Story telling memberikan pengalaman bagian proses pembelajarannya. Kegiatan storytelling mendukung pemahaman anak dan sangat penting dalam perkembangan bahasa anak. Selain itu juga dengan kegiatan story telling membantu siswa memahami berbagai perbedaan multikultural dan pembelajaran kelompok. Ada empat aspek yang mendasari cerita pada anak diantaranya adalah:

(1) mengingat informasi penting lebih banyak dan lebih luas ketika guru berbicara tentang cerita yang sudah dibaca;

(2) ambil peran yang mereka ketahui ketika menceritakan kisah;

(3) kegiatan bercerita dengan urutan yang benar;

(4) gunakan bahasa bercerita ketika menceritakan kembali sebuah cerita.   

Nur Azizah &Ali,  (2017) metode Storytelling dilakukan dengan enam cara yaitu :

(1) membaca langsung dari buku cerita;

(2) menggunakan ilustrasi dari buku;

(3) Mendongeng;

(4) Menggunakan papan flanel;

(5) menggunakan boneka; dan

(6) memainkan jari-jari tangan.

Cakra (2012) menjelaskan bahwa kriteria memilih cerita atau dongeng terdiri atas :

(1) mengandung unsur-unsur alami pendidikan dan agama;

(2) mengandung nasehat dan contoh suri tauladan dan akhlak yang mulia;

(3) cerita tidak merusak kepribadian anak ;

(4) berikan suasana yang menarik ketika menyampaikan dongeng (gembira, sedih atau marah dan sebagainya)

Menurut Fitroh et al. (2015), kegiatan storytelling meliputi berbagai genre seperti dongeng, cerita, dan fiksi. Cerita rakyat merupakan narasi yang berakar pada masa lampau dan menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat. Mereka menjelaskan bahwa cerita rakyat bukan hanya sarana yang efektif untuk mengajarkan nilai-nilai budaya kepada anak-anak, tetapi juga mencerminkan keberagaman dan kekayaan budaya serta sejarah di berbagai daerah di Indonesia. Cerita rakyat memiliki potensi untuk mengembangkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik anak-anak. Mereka menekankan bahwa pesan moral dalam cerita rakyat tidak hanya tersirat dalam karakter tokoh, tetapi juga terbentuk melalui alur cerita yang mengangkat gagasan-gagasan yang relevan dengan pengalaman manusia.

Menurut Liu & Wang (2010), penggunaan storytelling dalam pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan belajar anak serta menghasilkan efek positif yang tidak hanya berdampak pada perubahan nilai karakter, tetapi juga memotivasi anak untuk berprilaku baik dan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Varun (2014) menjelaskan bahwa bermain merupakan aktivitas yang terintegrasi dan holistik bagi perkembangan anak usia dini, di mana masa ini sangat penting untuk eksplorasi, pengembangan, dan bermain. Wardani & Widiastuti (2015) menekankan bahwa kegiatan storytelling dalam konteks pendidikan anak usia dini, seperti di RA, yang menghadirkan kearifan lokal dan potensi budaya daerah melalui cerita rakyat, dapat menghasilkan perubahan perilaku anak serta memperkenalkan keunggulan dan identitas daerah mereka secara efektif.

Menurut Dahlia & Soemarno (2015), nilai-nilai kearifan lokal yang tercermin dalam kebudayaan suatu daerah, seperti permainan tradisional, merupakan aspek yang penting untuk dilestarikan. Mereka menjelaskan bahwa kearifan lokal ini memperlihatkan keunggulan dan identitas suatu daerah yang tetap bertahan meskipun terdapat pengaruh dari perkembangan teknologi dan budaya Barat. Pengaruh ini dapat mempengaruhi perubahan perilaku dalam masyarakat, namun nilai-nilai kearifan lokal tetap memegang peranan penting dalam mempertahankan kebudayaan dan karakteristik khas suatu daerah.

KESIMPULAN DAN SARAN

  • Kesimpulan
  • Berdasarkan pembahasan dan hasil penelitian yang ada, dapat disimpulkan bahwa menggunakan kegiatan storytelling dengan cerita rakyat adalah metode efektif untuk menanamkan nilai-nilai karakter pada anak-anak. Melalui proses storytelling, anak-anak mendapatkan pengalaman belajar yang memperkaya pemahaman mereka serta berperan penting dalam pengembangan kemampuan bahasa anak-anak.

 

  • Saran
  • KepalaSekolah

Perlunya pemantauan kepada guru dalam menanamkan nilai karakter pada peserta didik.

  • Kepada Guru

Terus berusaha dalam meningkatkan minat belajar anak dengan menumbuhkan antusiasme dalam diri anak terkait penanaman nilai karakter. Sehingga proses pembelajaran dapat efektif dan berhasil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun