Kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat, yang lebih dikenal sebagai Brigadir J, merupakan salah satu peristiwa paling menggemparkan dalam sejarah kepolisian Indonesia. Kejadian ini tidak hanya menyoroti tindakan kriminal di kalangan aparat penegak hukum, tetapi juga membuka diskusi luas mengenai pelanggaran etika profesi dan integritas institusi kepolisian.
*Kronologi Kasus
Pada 8 Juli 2022, Brigadir J ditemukan tewas di rumah dinas Inspektur Jenderal Polisi Ferdy Sambo, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri, di Kompleks Perumahan Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan. Awalnya, kematian Brigadir J dilaporkan sebagai akibat baku tembak antara sesama anggota polisi. Namun, seiring berjalannya penyelidikan, terungkap bahwa Brigadir J menjadi korban pembunuhan berencana yang melibatkan Ferdy Sambo dan beberapa anggota polisi lainnya.Â
kasus ini banyak melibatkan banyak orang yang terlibat dalam kasus ini dan terjerat sanksi pidana seperti:Â
1. Ferdy Sambo Ferdy Sambo dijatuhi hukuman mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) atas kasus pembunuhan berencana sekaligus obstruction of justice perkara kematian Yosua. Sebelumnya, oleh jaksa, Sambo dituntut pidana penjara seumur hidup.
2. Putri Candrawathi Sementara, istri Sambo, Putri Candrawathi, divonis pidana penjara 20 tahun. Hukuman itu juga melampaui tuntutan jaksa yakni pidana penjara 8 tahun.
3. Kuat Ma'ruf Masih dalam perkara pembunuhan berencana, asisten rumah tangga (ART) Ferdy Sambo, Kuat Ma'ruf, divonis dihukum pidana penjara 15 tahun. Vonis ini lebih berat dari tuntutan jaksa yang meminta hakim menghukum Kuat dengan 8 tahun penjara.Â
4. Ricky Rizal Terdakwa lainnya, Ricky Rizal atau Bripka RR divonis pidana penjara 13 tahun. Hukuman mantan ajudan Ferdy Sambo itu juga lebih berat dari tuntutan jaksa sebesar 8 tahun pidana penjara.
Â
5. Richard Eliezer Dibanding empat terdakwa pembunuhan berencana lainnya, Richard Eliezer divonis paling ringan yakni pidana penjara 1 tahun 6 bulan. Hukuman itu jauh lebih kecil dari tuntutan jaksa yakni 12 tahun penjara.
Â
6. Arif Rachman Arifin Arif Rachman Arifin divonis pidana penjara 10 bulan dan denda Rp 10 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana merusak sistem elektronik yang dilakukan bersama-sama.
Â
7. Irfan Widyanto Sama dengan Arif, Irfan Widyanto juga dijatuhi hukuman pidana penjara 10 bulan dan denda Rp 10 juta subsider 3 bulan kurungan dalam perkara obstruction of justice.
8. Baiquni Wibowo Terdakwa lain, Baiquni Wibowo, divonis pidana penjara 1 tahun dan denda Rp 10 juta subsider 3 bulan kurungan karena turut serta merintangi penyidikan kasus kematian Brigadir J.
9. Chuck Putranto Sama dengan Baiquni, Chuck Putranto juga divonis pidana penjara 1 tahun dan denda Rp 10 juta subsider 3 bulan kurungan karena menghalangi penyidikan kasus kematian Brigadir J.
Â
10. Agus Nurpatria Dalam perkara yang sama, Agus Nurpatia divonis pidana penjara 2 tahun dan denda Rp 20 juta subsider 3 bulan kurangan, DLL.Â
*Pelanggaran Etika Profesi
Kasus ini mengungkap berbagai pelanggaran etika profesi yang dilakukan oleh anggota Polri, khususnya oleh Ferdy Sambo. Beberapa pelanggaran tersebut antara lain:
1. Penyalahgunaan Wewenang: Sebagai Kadiv Propam, Ferdy Sambo seharusnya menjadi teladan dalam penegakan disiplin dan etika di tubuh Polri. Namun, ia justru memanfaatkan posisinya untuk melakukan tindakan kriminal dan menutupi kejahatannya.Â
2. Manipulasi Barang Bukti: Sambo dan beberapa bawahannya terlibat dalam perusakan dan penghilangan barang bukti, seperti rekaman CCTV, untuk mengaburkan fakta sebenarnya dari kasus ini.Â
3. Pengaruh terhadap Bawahan: Sambo memerintahkan bawahannya untuk terlibat dalam tindakan tidak etis, termasuk memberikan keterangan palsu dan merekayasa fakta, yang menunjukkan pelanggaran serius terhadap kode etik kepolisian.Â
*Dampak terhadap Institusi Polri
Terungkapnya kasus ini berdampak signifikan terhadap citra dan integritas Polri di mata publik. Kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum menurun drastis akibat keterlibatan perwira tinggi dalam tindakan kriminal dan pelanggaran etika. Selain itu, kasus ini memicu evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme pengawasan internal dan penegakan kode etik di tubuh Polri.
*Langkah Penegakan Etika
Sebagai respons terhadap kasus ini, Polri mengambil beberapa langkah untuk menegakkan kembali etika profesi dan memulihkan kepercayaan publik, antara lain:
Sidang Etik: Sebanyak 35 anggota Polri diperiksa terkait pelanggaran kode etik dalam kasus ini, dengan 16 di antaranya ditempatkan di tempat khusus sebagai bentuk sanksi sementara.Â
Pemecatan Tidak Hormat: Beberapa anggota yang terbukti melakukan pelanggaran berat, termasuk Ferdy Sambo, dijatuhi sanksi pemecatan tidak dengan hormat.Â
Reformasi Internal: Kasus ini mendorong Polri untuk melakukan reformasi internal guna memperkuat integritas dan profesionalisme anggotanya, termasuk peninjauan ulang prosedur operasional standar dan peningkatan pengawasan internal.
*Pembelajaran dan Refleksi
Kasus Brigadir J menjadi refleksi penting bagi institusi penegak hukum mengenai pentingnya integritas, transparansi, dan akuntabilitas dalam menjalankan tugas. Pelanggaran etika profesi tidak hanya merugikan individu yang terlibat, tetapi juga mencoreng nama baik institusi dan mengikis kepercayaan publik. Oleh karena itu, penegakan kode etik harus menjadi prioritas utama dalam menjaga marwah dan kehormatan profesi kepolisian.
Dalam konteks etika profesi, kasus ini mengajarkan bahwa setiap anggota Polri harus menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan profesionalisme dalam setiap tindakan. Penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran kode etik tidak dapat ditoleransi, karena akan berdampak negatif terhadap keadilan dan kepercayaan masyarakat. Integritas individu merupakan cerminan dari integritas institusi secara keseluruhan.
Sebagai penutup, kasus pembunuhan Brigadir J menjadi momentum bagi Polri untuk melakukan introspeksi dan perbaikan menyeluruh dalam hal penegakan etika profesi. Hanya dengan komitmen kuat terhadap nilai-nilai etika dan profesionalisme, Polri dapat memulihkan kepercayaan publik dan menjalankan tugasnya sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat dengan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H