Hari itu ayahku tidak di rumah, dua hari yang lalu dia berangkat ke Riau, perusahaan tempatnya bekerja mengirimnya ke sana untuk segera menyelesaikan pengeboran sumur minyak baru.
Pagi itu aku membantu ibuku yang berada di taman. Menyirami aneka tanaman hiasnya yang menyegarkan mata dan memotong deretan tanaman pucuk merah agar terlihat rapi jika dipandang.
Sebelum sinar mentari menyengat di atas kepala, kami sudah menyelesaikan kegiatan kami di taman pagi itu.
Hari demi hari kujalani hariku seperti biasa, setiap Jumat aku mengantarkan pesanan katering ibuku. Dan setiap Sabtu, bersama dengan adikku jalan-jalan menyusuri kota, menikmati suasana Kota Pelajar di malam hari.
Suatu hari saat kami makan siang, gawaiku berdering dari dalam kamar. Setelah kulihat, ternyata ayahku, dia berpesan akan mengajakku ke rumah nenek di Surabaya setelah ujianku selesai.
Siang hari yang menyebalkan! Saat aku belajar untuk mempersiapkan ujianku, suara-suara burung peliharaan tetanggaku mengganggu konsentrasiku. Begitu terganggunya aku karena burung itu terus bernyanyi tiada henti.
"Lebih baik aku tidur saja, berharap nanti sore burung-burung itu sudah tidak lagi bernyanyi," ucapku dalam hati.
Dua jam aku tidur hingga sore hari. Lalu aku dibangunkan oleh aroma masakan gudeg yang menyebar seisi rumah. Aku melihat ibuku sedang memasak di dapur dengan celemek biru pemberianku dua bulan lalu.
"Sedap sekali aromanya," ujarku kepada ibuku.
"Iya dong, namanya juga gudeg." Balas ibuku.
"Sana mandi dulu, setelah itu baru cicipi," tambahnya.