"Tak om," jawab pendek anak tersebut.
"Ee..eehh ngape tak sekolah? Libur e?" tanya saya kebingungan.
"Tak lah om dah bereenntiii," jawabnya santai dan berirama.
Hah, sedih rasanya mendengar jawaban anak kecil yang polos, yang bisa dengan sesantai itu menjawab sudah berhenti dari bangku sekolah.
"Dah lame berenti? Kelas berape berenti?" semakin saya ingin tau keadaannya.
"Dah lah dah setahun lebih kelas 4 kemaren berenti," jawabnya santai.
"Ngape pasal berenti? Bapak tak marah?" berharap saya mendengar jawaban Bapaknya marah. Ternyata apa yang ia jawab jauh di luar dugaan saya.
"Tak lah bapak tak marah, kami nak (menunjukkan kata mau) jual koran aje."
"Kan bisa sambilan," jawab saya. Agak rasa bersalah juga mengucapkan kalimat itu.Â
Ternyata kembali jawaban yang luar biasa 'out of the box' dari anak itu.
"Kami (dalam bahasa melayu kami adalah panggilan untuk diri sendiri, seperti saya atau aku) kalau sekolah tak dapat makan bapak emak tak ade duit, bagus kami jual koran aje bise dapat duit dapat makan,"