Ada sebuah kasus ambulans yang sedang bertugas membawa pasien dengan kegawatan dan harus segera ditangani di RS.
Sedangkan di waktu yang bersamaan, sirine perlintasan kereta api sudah berbunyi, disusul palang yang akan menutup.
Pertanyaannya adalah: mana yang harus didahulukan, ambulans yang membawa pasien atau kereta api yang melintas?
Jika melihat 1 sisi berupa kemanusiaan, pasti refleks mendahulukan ambulans agar pasien dapat tertolong di rumah sakit.
Namun, apakah secara regulasi memang tepat mengizinkan ambulans terpaks menerobos perlintasan yang sudah ditutup?
Kita perlu menyimak UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, seperti apa aturannya? Simak berikut ini.
Pasal 114
Pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan Jalan, Pengemudi Kendaraan wajib:
a. berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain;
b. mendahulukan kereta api; dan
c. memberikan hak utama kepada Kendaraan yang lebih dahulu melintasi rel.
Kita kaji tentang kewajiban di perlintasan sebidang ini, apakah ada pengecualian untuk kendaraan prioritas seperti ambulans? Tidak ada.
Lalu, apa artinya? Semua kendaraan wajib berhenti seperti yang ditetapkan pada poin (a) yang disebutkan pertama kali adalah sinyal atau sirine sudah berbunyi, tanpa pengecualian.
Memang, sudah salah kaprah di kenyataan, seharusnya semua kendaraan berhenti ketika sirine berbunyi agar palang segera menutup.
Kembali lagi soal ambulans, seharusnya kendaraan tersebut wajib berhenti, tetapi ini ada kabar baiknya bahwa kendaraan-kendaraan prioritas didahulukan begitu kereta api sudah melintas.
Salah tafsir kemanusiaan
Sayangnya, sempat ramai belakangan ini karena akun Instagram @yossmvofficial berdebat dengan Komunitas Edan Sepur Indonesia, apa masalahnya?
Di kanal YouTube Yoss MV, viral escorting orang sipil mengawal ambulans bahkan mempersilakan ambulans lewat, padahal kondisi sirine sudah berbunyi.
Ini sudah sangat membahayakan, mengapa? Tindakan tersebut adalah sangat melanggar aturan berlalu lintas dengan mengabaikan prioritas kereta api.
Apa alasannya? Menyelamatkan nyawa, katanya, tetapi apakah sudah benar? Salah kaprah, karena bisa membahayakan pasien, apakah sanggup bertanggung jawab apabila ambulans celaka dan pasien tidak tertolong?
Di video tersebut, di menit 13.36, ambulans tersebut sudah menerobos perlintasan, sedangkan di menit 14.06, mereka berpapasan dengan kereta api.
Padahal di menit 12.48, kemacetan di perlintasan masih terjadi, tetapi palang belum kunjung ditutup sementara sirine sudah berbunyi.
Jika dilogika, peluang kecelakaan akan pasti terjadi, terlebih jika dikunci dalam kemacetan parah di perlintasan sebidang ini.
Alasan yang dilontarkan motovlogger escorting ini sangat tidak masuk akal, keretanya masih 20-30 km, apa masuk akal sejauh itu, palang sudah ditutup? Tidak mungkin, terlebih keretanya tidak terlalu melaju karena berada di kawasan perkotaan.
Selain justru mengorbankan nyawa pasien, nekat menerobos perlintasan kereta api juga ada ancamannya, apa itu? Jawabannya ada di UU yang sama pada ayat berikut.
Pasal 296
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor pada perlintasan antara kereta api dan Jalan yang tidak berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).
Bahayanya menerobos perlintasan
Jelas, mengapa Pasal 114 dan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang LLAJ ini keluar adalah karena kereta api bukanlah sembarang kendaraan.
Pengereman kereta api tidak bisa mendadak seperti motor atau mobil, kalau pun sudah pengereman darurat, masih tetap ada jarak hingga benar-benar berhenti.
Belum lagi ada faktor muatan yang dibawa oleh kereta api tersebut, faktor lokomotif, bahkan kemiringan kontur juga memengaruhi jarak pengereman kereta api.
Lebih-lebih, kereta api membawa ratusan nyawa yang sudah membayar lebih demi keselamatan, keamanan, dan kenyamanan selama perjalanan, apakah mereka yang harus dikorbankan?
Lantas jika terjadi kereta api tertemper (kena tabrak) ambulans yang menerobos, nyawa pasien justru tidak terselamatkan, padahal menunggu sebentar saja masih bisa diselamatkan.
Itulah alasan mengapa di dalam ambulans pasti tersedia obat-obat yang bersifat life saving dan alat kesehatan lain yang menunjangnya, saya rasa sudah paham sampai di sini.
Tidak perlu berkilah
Tidak perlu berkilah untuk menutupi kesalahan, apa salahnya untuk mengakui kesalahan karena 'menjerumuskan' ambulans dalam bahaya?
Tidak perlu beropini orang-orang yang bereaksi dengan tindakan tidak manusiawi ini dengan "menonton video hanya sepotong", ini tipikal orang yang tidak bisa menerima kritik.
Belum lagi soal escorting yang dilakukan oleh orang biasa sudah dilarang oleh kepolisian karena tidak sesuai dengan UU LLAJ.
Seharusnya, kejadian ini menyadarkan pembuat konten agar tidak mengulangi perbuatan salah kaprah yang akan membuat nyawa pasien melayang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI