Mohon tunggu...
Mohammad Faiz Attoriq
Mohammad Faiz Attoriq Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Kontributor lepas

Penghobi fotografi domisili Malang - Jawa Timur yang mulai jatuh hati dengan menulis, keduanya adalah cara bercerita yang baik karena bukan sebagai penutur yang baik.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Bos Tidak Enak Bikin Saya Cabut Tidak Enak

9 Maret 2023   10:27 Diperbarui: 9 Maret 2023   10:34 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin ini pengalaman konyolku yang pernah kualami sejak lahir, yaitu salah masuk lingkungan kerja gara-gara bos tidak enak.

Kok bisa? Jadi ceritanya pada pertengahan Januari 2023, saya masuk jadi content creator di salah satu media yang menarik untuk saya.
Mengapa saya daftar ke portal media tersebut? Karena saya tertarik dengan konten yang ramai di media itu, sebut saja bertema J.

Ini yang bikin saya berekspektasi tinggi bisa semangat bekerja sebagai penulis di media tempat saya bekerja saat itu.

Pimpinan atau di sini saya akan sebut bos ini template untuk menyambut calon pekerja baru, dan saya terkesan.

Ya namanya masih baru masa dibentak, diomeli, apalagi dimaki atau dibebankan tugas yang berat? Yang ada malah kabur.

Dengan bismillah dan niat yang kuat, saya mulai kerja di tempat ini meski tahu konsekuensinya.
Ya, konsekuensi yang saya maksud adalah diupah berdasarkan performa dari penulis, kalau banyak yang baca ya banyak penghasilan.

Masalah datang

Memang, sistem kerja di media saya ini adalah dengan performa, dan performa diperoleh berdasarkan reputasi portal media.

Saya harus siap dengan berbagai perubahan yang ada, seperti seorang penulis harus membuat 10 artikel.

Dan 40-50% di antaranya harus bertema K, awalnya saya masih oke-oke saja dengan syarat yang ditetapkan jajaran petinggi.

Awalnya saya oke-oke saja, tetapi lama-lama saya mulai merasakan agak jenuh, dan coba berhenti dan menyemangati diri.

Dan, ada hal yang membuat saya merasa ini adalah masalah lainnya, maaf jika terlalu lancang bercerita.

Bos saya mulai menuduh content creator yang sudah lama tidak menyetor artikel sebagai pembolos atau tidak punya etika.

Pernah suatu ketika, ada yang tidak bekerja tanpa konfirmasi, bukannya ditanya baik-baik malah dicap malas kerja.

Padahal, tidak tahu kan penulis yang tidak kerja di shift-nya ada apa, kenapa harus dilabeli begitu?

Awalnya cuma 1-2 kali dan saya positive thinking karena ini untuk pembelajaran bagi para pekerjanya.

Lalu, ini berulang kali dengan nada pengetikan yang tidak enak dibaca dengan seolah menghardik mereka alih-alih mengingatkannya baik-baik.

Apa soal menyindir anak buah saja? Ternyata tidak itu saja! Bos ini juga selalu bikin asumsi yang bikin saya mulai capek menghadapinya.

Misalnya begini, ada tema yang naik, tidak dikerjakan content creator saja sudah naik darah dan dongkol.

Rasanya seperti terintimidasi saat kerja, ini yang bikin saya tambah capek dan mulai menarik diri dari grup pekerja.

Apalagi mengingatkan kesalahan, malah diomongkan secara terbuka di grup, katanya sih biar semua tidak ikut salah.

Apakah tidak bisa diomongkan secara baik-baik? Ya kalau soal ejaan semua bisa belajar, itu masih wajar-wajar saja.

Sedangkan soal etika, tetapi dibicarakannya kurang memperhatikan perasaan hati dari pekerja yang ditegur.

Klimaks
Puncaknya, 10 Februari 2023, saya sudah merasa jenuh dan hampir berteriak karena kehabisan ide dan semangat.

Sudah saya cari berkeliling ke seluruh media, tapi tidak ketemu, kalau dibuat sama nanti terdeteksi plagiarisme.

Kalau artikel saya yang dicap plagiat, otomatis Google bakal melabeli negatif terhadap portal yang saya lamar selama ini.

Saya berusaha untuk memotivasi diri, tetapi yang namanya mobil kehabisan bensin, mau dinyalakan sampai Saitama berambut gimbal ya tidak bakal bisa hidup.

Belum lagi soal karakter bos tempat kerja saya, justru membuat saya sangat tidak betah dan tidak berubah.

Masih menuduh rekan yang tidak aktif sebagai penyusup, terlambat mengirimkan usulan judul saja diomeli habis-habisan di grup meskipun no mention.

Dan masih seperti awal-awal: selalu menuduh mereka yang tidak aktif itu bolos lah tidak punya etika lah.

Masih juga bos ini mengomelnya di forum grup alih-alih menegurnya secara pribadi, ini yang bikin saya tidak enak juga.

Hingga pada hari itu juga, saya memutuskan untuk tidak lagi lanjut bekerja, mungkin menyusul mereka yang juga tidak enak untuk keluar.

Kalau sampai di-blacklist, saya siap dengan konsekuensi itu, justru ini yang saya harapkan agar saya tidak dipanggil lagi.

Untuk bos yang mengetahu cerita ini, saya minta maaf karena berpisah dengan cara yang tidak enak.

Lebih baik saya yang mengalah daripada mengorbankan portal, meski saya bakal dicap jahat, tapi setidaknya tidak dendam dengan portal bekas tempat saya kerja ini.

Karakter bos berpengaruh
Mungkin ini terkesan kurang ajar, tetapi kalau tidak saya ceritakan bakal ada yang terjebak kayak yang saya rasakan.

Percaya saja, karakter dari seorang bos juga mempengaruhi kinerja Anda semua di samping faktor motivasi internal.

Membebankan ekspektasi ke pekerja sangat tidak bagus dan justru mengurangi energi dan semangat pekerja.

Karakter pemimpin juga mempengaruhi lingkungan kerja secara tidak langsung, kasihan yang tipenya mudah sensitif.

Misal, mengumbar kesalahan orang lain juga tidak bagus untuk diungkapkan, apa pun dalih atau alasannya.

Atau menghakimi seseorang secara terbuka juga bukan hal yang bijak bagi pemimpin, menurut kacamata saya.

Bukan mudah terbawa perasaan, melainkan memang batas kesabaran orang tidak pernah bisa sama apalagi cepat restock.

Kalau aura yang dipancarkan dirasa tidak cocok gelombangnya, yang ada adalah mending cabut daripada tetap bertahan.

Pantas saja, mereka yang tiba-tiba menghilang berangkat dari karakter bos yang membuat mereka kurang berkenan.

Mau mengundurkan diri, tetapi cemas kalau nanti dicap sebagai pengecut karena setelah disindir malah kabur.

Sehingga menghilang dan tidak mau berkaitan dengan tempat kerja lamanya jadi solusi, meski mereka tidak siap dengan konsekuensinya.

Ya, sebenarnya bisa dilakukan sebagai introspeksi diri bagi semuanya, bukannya untuk digosipkan.

Satu hal penting, kebahagiaan dan kesehatan mental adalah yang utama, jangan mengorbankannya demi menghadapi lingkungan kerja yang tidak enak.

Anda berhak untuk bahagia saat bekerja, Anda juga berhak untuk hidup tenang di lingkungan kerja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun