Penampilannya berubah drastis, senyum dan keceriaannya yang dulu selalu menghiasi wajahnya sekarang tidak tampak lagi. Seperti hilang ditelan bumi.
Belum sempat aku menyapa, Firman sudah keluar dari ruang boarding pass, selesai mengurus barang-barang bagasi-nya.
Firman menghampiri Karmila, aku sengaja agak menjauh dari mereka, aku tidak tahu apa yang dibicarakan Firman dan Karmila.
Tapi kulihat dengan jelas, Firman bercakap-cakap lirih sembari tersenyum kecut.
Sedangkan Karmila banyak meneteskan air mata, matanya sembap, isak tangisnya membuat perasaanku tertekan.
Aku sempat bertanya pada diriku, kenapa semua yang menyangkut kesedihan Karmila jadi membuatku tertekan?
Apakah ini yang dinamakan empati?
Gejala ini mulai kurasakan lagi, saat bertemu di lorong sekolah ketika Karmila berjalan sendiri. Ketika itu aku sudah merasakan ada kesedihan yang dalam pada dirinya.
Setelah itu Firman menghampiriku, dia berjanji akan terus menjalin komunikasi lewat surat, dan tak lupa menyampaikan salam pada Benyamin dan Tigor.
Dan kami berpisah...
Bersambung...
Penulis, Mohammad Topani S