Saat itu ada beberapa orang sedang mengerjakan kerajinan 'anjat'.Â
Anjat adalah semacam tas berbentuk bundar, dari anyaman rotan, yang sering dipakai untuk membawa buah-buahan, serta hasil hutan lainnya.
Dari keterangan yang saya dapat, bahwa Lamin ini masih digunakan untuk upacara adat, seperti 'Belian', ritual menyembuhkan penyakit, ritual adat kematian 'Kwangkay', atau prosesi pemindahan tulang-belulang dari makam, kedalam rumah.
Sayapun melihat-lihat situasi bagian dalam rumah, tentunya ditemani pemandu. Partisi ruangnya berdinding kulit kayu yang dikeringkan.
Diruang belakang, disitu ada ruang kusus untuk manula yang sedang sakit, sakit digerogoti oleh umur...
Tuan rumah juga mengajak saya melihat 'Tempelaq', wadah tulang-belulang manusia, letaknya agak jauh dibelakang rumah.
Dulu Lamin tersebut masih dihuni sampai 30 KK, sekarang mereka membuat rumah sendiri disekitar kampung Eheng. Sedangkan rumah adat ini dijadikan "Tabon" sebagai rumah inti untuk upacara adat, yang dihuni oleh beberapa KK yang dituakan.
Hari semakin sore, bahkan sebentar lagi Matahari akan tenggelam. Saya harus segera mengakhiri perjalanan ini, dan kembali kepenginapan.
Yang membutuhkan waktu tempuh selama tiga jam.
Dengan perkiraan, kalau tidak ada bocor ban, atau kerusakan mesin motor.
Karena perjalanan pulang masuk pada malam hari, ada rasa gamang dihati.
Bukan takut dengan gangguan jin berikut gerombolan disertai anak cicitnya.