Tidak seperti hutan pada umumnya, banyak kicauan burung yang bertengger di dahan-dahan pohon.
Diarea Kersik Luway, satu burung pun tidak ada yang melintas diatas taman anggrek ini!
Entah kenapa?
Saat itu saya belum sempat menanyakan hal ini pada sipemandu.
Kami terus berjalan diantara labirin alam yang terbuka. Lorong-lorong yang terbentuk oleh jejeran pohon dengan untaian anggrek hitam dan anggrek kantong semar, sekilas terlihat sama.
Ya, lorongnya seperti sama, saya sulit membedakan arah mana yang dipilih, jika ingin keluar dari hutan anggrek ini.
Apabila memasuki area ini tanpa pemandu jalan, dipastikan kita hanya berjalan tanpa arah yang jelas, dan ujung-ujungnya pasti kesasar semakin dalam.
Tidak ada menara pengawas, tidak ada rambu penunjuk jalan, apalagi yang namanya GPS.
Saya hanya diam seribu bahasa, mungkin terpengaruh oleh suasana yang hening di tempat itu.
Akhirnya pemandu menjelaskan, bahwa Kersik Luway diambil dari bahasa lokal, artinya hamparan pasir putih yang sunyi..
Dia mengatakan, area ini tempat berkumpulnya roh para leluhur mereka.
Tempat ini memang dikenal sangat angker, tempat yang penuh misteri..
Setelah menghabiskan waktu cukup lama di Kersik Luway, kami melanjutkan perjalanan menuju Eheng.