Hasil Ijtimak Ulama IV nampaknya masih sangat menarik untuk diulas. Apalagi, pemerintah sudah tegas menyatakan sikap bahwa menolak dan tidak menggubris apapun hasil dari Ijtimak ulama IV itu.
Jika melihat beberapa poin hasil Ijtimak ulama IV, saya merasa mereka ini berusaha "menantang" atau merongrong negara dan berusaha menciptakan benih-benih negara dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Saya akan mencoba tampilkan beberapa poin hasil Ijtimak ulama yang berbau benih penciptaan negara dalam negara, dengan mengutip hasil ijtimak ulama yang dilansir di CNNIndonesia.com.
Pertama, mereka ingin menegakkan khilafah di Indonesia dan ingin mewujudkan NKRI syariah. Tentunya, ini sangat bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Apabila Khilafah itu ditegakkan dan NKRI Syariah diwujudkan, maka secara otomatis ideologinya harus islam dan syariat sebagai dasar hukumnya.
Artinya, ideology pancasila yang dapat mengakomodir semua golongan akan tergantikan. Pasalnya, semuanya harus sesuai ajaran islam. Padahal, kita ketahui bersama bahwa di Indonesia ini sangat kaya akan perbedaan, baik dalam bidang agama, suku, bahasa, adat istiadat dan berbagai perbedaan lainnya.
Karenanya, jika nanti khilafah ditegakkan, maka perbedaan itu seakan tidak boleh dan harus mengacu kepada agama Islam semuanya.
Alasan sistem khilafah inilah yang membuat HTI dibekukan beberapa waktu silam. Ternyata, mereka hendak menghidupkan lagi melalui forum atau organisasi ini.
Apalagi, saat Ijtimak Ulama IV itu digelar, ternyata pentolan HTI juga hadir dalam forum itu, sehingga ini lebih meyakinkan bahwa mereka hendak mendirikan khilafah yang nyata-nyata dilarang oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Jika benih-benih ini masih dibiarkan, tentunya akan menjadi awal kehancura dan ancaman bagi kesatuan negara Republik Indonesia. Oleh karena itu, penting kiranya pemerintah bertindak cepat dan tegas menyikapi hasil ijtimak ulama ini.
Kedua, mereka menuding pemilu 2019 kecurangan yang terstruktur, sistematis, masif, dan brutal. Makanya, mereka menolak kekuasaan yang berdiri atas dasar kecurangan dan kedzaliman serta mengambil jarak dengan kekuasaan tersebut.
Artinya, di sini mereka menolak hasil Pilpres 2019 yang dimenangkan oleh Jokowi-Ma'ruf Amin. Mereka pun menolak pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin, sehingga ini merupakan kelucuan yang luar biasa yang ditunjukkan oleh mereka.
Jika memang menemukan kecurangan yang terstruktur, sistematis, massif dan brutal, maka harusnya sengketa di MK menang dong, faktanya tim Prabowo-Sandi tidak bisa membuktikannya, sehingga tumbang pula di MK.
Karena tidak bisa membuktikan kecurangan, berarti mereka ngomong hanya asal-asalan. Dan itu artinya mereka harus tunduk dan menerima kemenangan Jokowi-Ma'ruf Amin dan patuh kepada pemerintahan presiden terpilih.
Dalam hal ini, mereka semakin menunjukkan bahwa mereka ini kecewa dan sakit hati karena calon presiden dan calon wakil presiden yang didukungnya mati-matian di Pilpres 2019, Prabowo-Sandi, kalah atas pasangan petahana.
Apalagi, kini mereka ditinggalkan oleh gerbong Prabowo. Pasti sakit hatinya menjadi-jadi.
Ketiga, mereka menilai perlu untuk melembagakan Ijtimak Ulama. Bahkan, mereka juga menganggap perlu untuk membangun kerjasama dari pusat hingga daerah untuk berjuang bersama-sama.
Di sini, mereka seakan-akan sudah membangun sebuah kerangka sebuah negara khilafah yang mereka inginkan, yang mana ada jabatan pusat hingga ke daerah-daerah untuk bekerjasama berjuang secara bersama-sama.
Apabila jabatan struktur sudah ada, maka hal itu hampir menyamai jabatan struktural yang saat ini diterapkan.
Baca juga: Ijtimak Ulama yang "Selalu Gagal" Kembali Digelar Hari Ini, Mau Bikin Drama Lagi?
Jika kita runtut logika berpikir mereka mulai awal yang ingin menegakkan khilafah dan mendirikan NKRI syariah, kemudian menolak kepemimpinan Jokowi-Ma'ruf Amin atau menolak pemerintahan, dan kemudian membentuk struktur dari pusat hingga ke daerah-daerah, maka berarti rencana mereka untuk mendirikan khilafah di negeri ini semakin terang benderang.
Mereka semakin menampakkan keinginannya untuk merongrong NKRI yang berideologikan Pancasila. Karenanya, pemerintah harus bertindak tegas jika hal ini sudah nampak dan jelas merongrong NKRI.
Saya pun sepakat tanggapan dari Pak Moeldoko yang menolak secara tegas NKRI Syariah itu. Tentunya, tidak hanya cukup sekadar menolak tegas, tapi kalau memang ada bukti mereka merongrong keutuhan NKRI, maka sangat perlu untuk dilakukan tindakan.
Terlebih lagi mereka menganggap enteng penolakan tegas yang disampaikan oleh Pak Moeldoko. Bagi pihak penyelenggara, tidak masalah ditolak pemerintah, karena mereka hanya ingin berijtimak dan bermusyawarah, dan hal itu dilindungi oleh undang-undang.
Lantas, hasil Ijtimak Ulama itu ditujukan untuk siapa? Meminta membebaskan kawan-kawannya yang ditahan, bukannya itu ditujukan untuk pemerintah? Meminta memulangkan Rizieq, bukannya meminta kepada pemerintah? Meminta pembentukan NKRI dan menyerukan Khilafah, bukannya berkaitan pula dengan pemerintah?
Dan bahkan meminta menghentikan pembubaran ormas Islam serta setop kriminalisasi ulama, bukankah itu ditujukan untuk pemerintah? Kini, hasil Ijtimak Ulama IV itu sudah ditolak, terus drama apalagi yang akan kalian tunjukkan wahai "barisan sakit hati"?
Indonesia ini bukan negara islam bung, buatlah khilafah di luar Indonesia saja, bukan di Indonesia. Jika tidak mau mengikuti ideologi Pancasila dan aturan yang ada di Indonesia, segeralah anda panda keluar Indonesia. Aman kan.
NKRI harga mati, Jayalah Indonesiaku!!!
Sumber: CNNIndonesia.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H