"Si A tuh bener-bener red flag, aku udah lama suka, eh dia malah jadian sama orang lain."Â
"Halah, gimana bisa sih? Aku kira dia green flag, berarti semua cowo sama aja ya."Â
Dampaknya? Percakapan seperti ini tidak hanya menciptakan gosip yang tidak berdasar, tetapi juga merusak kondisi mental dan emosional orang yang jadi sasaran.
Untuk mengatasi masalah ini, pendekatan holistik dan inklusif diperlukan. Pertama, penting untuk meningkatkan kesadaran akan dampak negatif dari menggeneralisir dan pentingnya memperlakukan setiap individu secara unik. Ini bisa dilakukan lewat pendidikan yang mempromosikan pemahaman tentang kompleksitas manusia dan kampanye kesadaran yang menekankan pentingnya menghormati perbedaan.Â
Kedua, penting untuk mengembangkan keterampilan empati dan pemahaman yang lebih dalam terhadap orang lain. Ini bisa dilakukan lewat refleksi diri dan dialog terbuka dengan orang-orang dari latar belakang berbeda. Mendengarkan cerita dan pengalaman orang lain akan memperluas perspektif dan mengembangkan empati terhadap keberagaman manusia.
Kebiasaan menggeneralisir adalah masalah yang dihadapi Gen Z saat ini. Dampaknya termasuk merendahkan individu, menghambat kemampuan berkomunikasi dan empati, serta memperkuat prasangka dan diskriminasi. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan pendekatan holistik yang mencakup peningkatan kesadaran, pengembangan keterampilan empati, dan penciptaan lingkungan yang mendukung keberagaman. Dengan demikian, Gen Z bisa menjadi generasi yang lebih sadar dan mempunyai rasa empati.
Penulis: Mohammad Rizky Rezaldi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H