Ya sudah, aku akan terus begini sampai ada jawaban "Iya." dari bimbingan konselingku bahwa aku bisa pindah jurusan bahasa.
***
Di rumah, aku masih tetap sama. Memasang wajah datar dan tak bernafsu belajar. Sepulang sekolah aku letakkan tas di kamar, bergegas mandi kemudian salat. Tanpa komando aku langsung mengambil headset untuk mendengarkan musik.
"Kamu nggak belajar?"
"Males.", jawabku singkat.
"Malas? Biasanya aja jam segini buku udah numpuk segunung di ruang tamu."
"Lagi males aja. Nanti kalau udah mood Risqy bakal belajar sendiri."
Ibuku berjalan meninggalkan aku setelah perbincangan singkat tersebut. Kedua orang tuaku memang tidak terlalu mengekangku jika dalam urusan belajar. Lebih-lebih jurusan, sebenarnya beliau membebaskan aku untuk memilih jurusan apapun, tanpa tekanan.
Tetapi, aku ingat satu perkataan ibuku yang secara tidak langsung mengarahkan aku untuk masuk jurusan IPA, "Kamu jadi kayak Mbak Farisa tuh, jadi teknisi industri. Sekarang aja gajinya dua puluh juta. Enak kan?". Ah, sudahlah.
Tiba-tiba sebuah pesan Whatsapp masuk. Dari guru BKku rupanya.
Besok datang ke ruang BK kita konsultasi tentang peminatanmu. Jam 8 bisa ya?