Wanita yang sudah tahu dirinya sedang istihadhoh kemudian darah terus saja berlanjut hingga tak menentu, kapan dia dihukumi haid? Misalkan ia sudah dikatakan mustahadhoh setelah darah berlanjut melebihi batas maksimal haid hingga tak menentu.
Dalam hal ini ada tiga pendapat, pertama, madhab maliki mengatakan dia tetap dikatakan mustahadhah selama darahnya tidak berubah warna yang diyakini haid dan tidak melebihi minimal waktu suci (15 hari).Â
Kedua, melihat kebiasannya jika suda terbiasa tapi jika pemula dia mengambil 10 hari sebagai maktu maksimal haid. Ini pendapat madzhab hanafi. Ketiga, mengamalkan tamyiz-nya jika termasuk ahli tamyiz tapi jika tidak maka melihat kebiasaan.
3. Kewajiban bersuci bagi Mustahadhoh
Wanita mustahadhah sebagai mana diketahui harus melakukan kewajiban-kewajibaan layaknya wanita yang sedang normal (tidak keluar darah). Namu apakah ia disaat mau melakukan shalat harus selalu mandi dan bersuci atau tidak?
Ada empat pendapat dalam hal ini, pertama mayoritas ulama' -maliki, syafi'i dan hanfi'i mengatakan, dia hanya wajib mandi pada saat dirinya mengetahui sudah beralih status dari haid ke mustahadhoh.Â
Terkait dengan wajibnya wudu' setiap mau melaksanakan sholat mereka berbeda pendapat. Kedua wajib adus pada setiap mau melaksnakan sholat.Â
Ketiga, ia harus bersuci sebanyak tiga kali, satu sucian untuk duhur dan ashar dijama' ta'khir, satu sucian untuk magrib dan isya' juga dita'khir, terakhir, satu sucian untuk shubuh. Keempat, ia wajib bersuci setiap hari.
Baca juga : Model, Strategi, dan Metode Pembelajaran Fikih di Madrasah
4. Hukum melayani suami
Kita tahu bahwa mustahadhoh tetap diperkenankan melangsungkan kewajiban-kewajiban lainnya layaknya orang normal tapi untuk kewajiban melayani suami bagaimana?