Satu…, dua…, tiga...,
Biuur
Tubuhku mendarat di sungai. Air bergelombang menuju daratan bagaikan tsunami kecil yang memporak-porandakan daerah sekitar sungai. Air dan buih berterbangan seperti hujan yang turun di siang hari.
Ali dan Yoyok tertawa kegirangan sambil diselingi dengan joget ala Roma Irama dengan group Sonetanya, sedangkan Didin hanya tertawa terbahak-bahak sampai terlihat perut gembulnya.
Awalnya aku mau marah kepada mereka namun melihat kekocakan Ali, Yoyok dan Udin marahku sirna, akupun juga ikut tertawa. Tiba-tiba terbersit dibenakku untuk menarik tubuh Didin ke dalam sungai. Tanpa pikir panjang, kutarik tubuh Didin ke dalam sungai.
Biuur
Tubuh Didin jatuh kedalam air sungai. Eceng Gondok yang hidup subur dipinggir sungai bergoyang dengan kencang dan terbawa arus kedaratan akibat gelombang sungai yang menerjangnnya.
Kepala Didin muncul dari dalam sungai. Bukannya marah, namun dia menari dan tertawa terbaha-bahak.
“Pung, panggil Didin”, aku temani main di dalam sungai yaa, sambil memercikkan air ke wajahku.
Dengan sigap kubalas percikan Didin dengan terkaman ke tubuh Didin, kami tenggelam bersama. Sedetik kemudian kepala kami muncul bersamaan di pemukaan air. Kami tertawa bersama
Tiba-tiba Ali dan Yoyok berlari dan melompat ke dalam sungai.