Mohon tunggu...
MOHAMAD IQBAL SABILLA
MOHAMAD IQBAL SABILLA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

suka memasak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hak Asasi Manusia, Kekerasan kepada Anak di Bawah Umur

21 Juni 2022   19:55 Diperbarui: 21 Juni 2022   20:04 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

HAK ASASI MANUSIA, KEKERASAN KEPASA ANAK DI BAWAH UMUR

 

MOHAMAD IQBAL SABILA

(Dosen Pengampu : Saeful Mujab, S.Sos., M.I.Kom)

ABSTRAK

Berbagai bentuk perundungan masih terjadi di kalangan anak-anak di Indonesia, meskipun telah menjadi aturan hukum dan didukung oleh konvensi internasional tentang perlindungan anak. Ukuran aturan hukum dan konvensi tidak menunda pembelian anak. 

Bentuk bullying yang paling serius terhadap anak adalah pemerkosaan, kekerasan fisik dan psikis, yang menghambat tumbuh kembang anak di masa dewasa. Bentuk intimidasi terhadap anak ini terutama merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia, dalam hal ini hak anak.

(Kata Kunci: Kekerasan terhadap anak, HAM)

Latar belakang

Anak adalah amanah dan juga anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa, yang harus senantiasa kita jaga karena mereka memiliki harkat, martabat, dan hak untuk menuntut ilmu sebagai manusia. Namun, kekerasan terhadap anak tidak pernah lepas dari pemberitaan di media, cetak dan elektronik. Kekerasan terhadap anak terjadi hampir setiap hari. Kekerasan terhadap anak adalah kekerasan yang dialami oleh anak, yang sering terjadi di sekitar rumah. 

Kekerasan yang sering terjadi adalah kekerasan yang sebenarnya dilakukan oleh tetangga anak, seperti pemerkosaan anak oleh ayah kandungnya sendiri dan berbagai kekerasan fisik. 

Kondisi ini merupakan ejekan terhadap pengaruh peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan, kepentingan, dan hak anak. Kekerasan terhadap anak seringkali disebabkan oleh masalah-masalah sepele, yang sebenarnya disebabkan oleh ketidakbertanggungjawaban orang tua dalam pengasuhan, perkembangan dan kebutuhan anak. 

Di satu sisi, anak-anak memiliki kebutuhan yang berbeda, untuk keperluan sekolah dan untuk pengembangan diri, dan di sisi lain, orang tua kurang mampu secara ekonomi.

Tinjauan Pustaka

Pada umumnya anak adalah keturunan atau generasi yang merupakan hasil persetubuhan atau zina (hubungan seksual) antara seorang pria dan seorang wanita di dalam dan di luar nikah. Kemudian dalam common law yang diberikan oleh Zerojo Wignjodipoero yang dikutip oleh Tholib Setiadi, dikatakan bahwa:

“Selain dianggap oleh orang tua sebagai pewaris generasi penerus, anak juga dipersepsikan sebagai tempat di mana mereka harus kehilangan semua harapan orang tuanya di masa depan, dan juga dianggap sebagai pelindung anak-anaknya. orang tua. mereka tidak mampu lagi menciptakan kehidupan fisik (Tholib (Setiady, 2010: 173)).

Perlindungan hukum anak Tentang perlindungan hukum anak di Indonesia, Pasal 34 UUD 1945 menegaskan bahwa “anak miskin dan terlantar dipelihara oleh negara”.

Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menyatakan bahwa:

Perlindungan anak adalah segala kegiatan yang dirancang untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi dengan cara yang sebaik-baiknya, sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang saya gunakan pada artikel ini adalah dengan mengumpulkan data-data melalui beberapa jurnal, buku, dan referensi di dalam jurnal.

Pembahasan

Definisi Kekerasan Salah satu definisi kekerasan yang dikemukakan oleh Mansour Fakih menyatakan bahwa kekerasan adalah serangan atau serangan (attack) terhadap keutuhan fisik atau mental seseorang.

2 Kekerasan juga dapat diartikan sebagai tindakan yang terkait secara struktural. Johan Galtung menggambarkan kekerasan sebagai segala sesuatu yang menghalangi orang untuk menyadari potensi mereka secara alami. Kekerasan struktural yang dikemukakan Johan Galtung menunjukkan bentuk kekerasan tidak langsung, tidak terlihat, statis dan menunjukkan kekuatan tertentu. 

Dengan demikian, tidak hanya aktor/kelompok aktor yang melakukan kekerasan, tetapi juga struktur seperti aparatur negara. 3 Kekerasan adalah jenis pelecehan paling umum yang dihadapi anak-anak, terutama perempuan, dan lebih sering terjadi di rumah. Harkristuti Harkrisnowo mendefinisikan kekerasan sebagai berbagai bentuk perilaku yang korbannya menimbulkan penderitaan fisik dan mental.

Bentuk-Bentuk Kekerasan terhadap Anak

Mulyana W. Kusumah membagi-bagi bentuk

kejahatan kekerasan dalam 6 (enam) kelompok, yaitu:

1. Pencurian dengan kekerasan.

2. Pembunuhan.

3. Perkosaan.

4. Penculikan.

5. Pemerasan.

6. Penganiayaan.

Dari 6 (enam) bentuk kejahatan tersebut, paling sedikit 4 (empat) kelompok yang paling sering ditemui anak yaitu pemerkosaan, penganiayaan, penculikan dan pembunuhan. 

Penulis membuat urutan tersebut berdasarkan tingkat frekuensi yang terjadi di masyarakat. Namun, seiring perkembangannya, kekerasan paling aneh terhadap anak adalah perdagangan anak. 

Kekerasan sebagai Pelanggaran Hak Anak Dalam peraturan perundang-undangan anak, istilah “hak anak” tidak digunakan, tetapi merujuk pada hak anak. 

Namun, penggunaan istilah “hak anak” jelas menggambarkan hak asasi anak. Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 (2) UUPA, “Perlindungan anak adalah segala kegiatan yang dirancang untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi dengan cara yang sebaik-baiknya. Martabat manusia dan perlindungan dan keuntungan. perlindungan dari kekerasan. dan diskriminasi'.

Asas kepentingan terbaik anak berarti bahwa dari semua kegiatan yang melibatkan anak oleh pemerintah, masyarakat, legislatif dan yudikatif, kepentingan terbaik anak adalah demi kepentingan terbaik anak. . adalah pertimbangan utama. 

Demikian pula yang dimaksud dengan asas hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan adalah hak asasi anak yang paling mendasar yang dilindungi oleh negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua. 

Selain itu, prinsip menghormati pandangan anak berarti hak anak untuk berpartisipasi dan mengungkapkan pandangannya dalam pengambilan keputusan, terutama yang berkaitan dengan hal-hal yang mempengaruhi kehidupannya. 

Untuk pelaksanaan UUPA lebih lanjut, telah ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2003 tentang Komisi Perlindungan Anak. Keempat; Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Pemberantasan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UUPKDRT). Pasal 5 menyatakan bahwa “Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang-orang yang termasuk dalam rumah tangganya: kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan yang wajar, atau penelantaran rumah tangga.

Secara khusus Pasal 13 UUPKDRT menyatakan bahwa “setiap anak dalam pengasuhan orang tua, pengasuh atau pihak yang bertanggung jawab atas pengasuhan berhak atas perlindungan dari perlakuan: diskriminasi, eksploitasi, ekonomi dan seksual”, penelantaran, kekerasan. , kekerasan. dan penyalahgunaan, ketidakadilan dan pelanggaran lainnya'. 

Penjelasannya menyebutkan perlakuan kejam, seperti tingkah laku atau perilaku yang normal, kejam, kejam atau kejam terhadap anak. Perlakuan terhadap kekerasan dan penganiayaan, seperti luka dan/atau menyakiti anak, tidak hanya bersifat fisik tetapi juga mental dan sosial. Pasal 16 (1) UUKDRT berlaku ketentuan itu, yang menyatakan: 'Setiap anak berhak atas perlindungan dari penganiayaan, penyiksaan, atau hukuman yang tidak manusiawi'. 

Berapa banyak undang-undang lain yang ditujukan untuk melindungi kepentingan anak dan bahkan dengan hukuman pidana yang berat bagi yang melanggarnya, kecuali akar masalahnya dipecahkan, maka undang-undang tersebut tidak akan efektif. Ada pula akar masalah yang menyebabkan kekerasan terhadap anak, terutama di sekitar rumah, adalah akibat dari tekanan ekonomi dan ketidakpastian masa depan. 

Kemiskinan dan pengangguran yang sebenarnya tidak berkurang tetapi bertambah, merupakan ancaman serius bagi keberadaan hak-hak anak, terutama hak yang paling mendasar, yaitu hak untuk hidup. Ketika hak untuk hidup dipertaruhkan, sulit untuk menggunakan hak-hak lain, seperti hak atas pendidikan.

Kesimpulan

hak asasi manusia itu melekat dan harus dimiliki oleh setiap manusia, berlaku kapan saja, di mana saja dan untuk semua orang. Hak asasi manusia memainkan peran pendidikan sebagai proses mengubah perilaku dan kemampuan seseorang menuju pengembangan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. 

Dengan diberlakukannya Undang-Undang Perlindungan Anak di Indonesia, anak dapat menggunakan haknya sebagai anak. Atau bahkan mereka akan tumbuh menjadi generasi yang berkualitas dan diharapkan menjadi tulang punggung negara berkembang. Pendidikan anak sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan bangsa dan negara.

Daftar Pustaka

https://law.unja.ac.id/perlindungan-hak-asasi-anak-dalam-proses-pembelajaran-terhadap-perkembangan-psikologis/

https://media.neliti.com/media/publications/4698-ID-masalah-kekerasan-terhadap-anak-ditinjau-dari-perspektif-hak-asasi-manusia.pdf

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun