“Gal, sini nak ayah minta tolong!”
“Ya ayah ada apa?” sayapun berhenti mengayuh mesin jahit kebetulan diberi tugas ayah untuk jahit celana kolor buat dijual para petani di daerah Bantarbolang.
Perlu diketahui bahwa ayah adalah pedagang pakaian di daerah punggung kecamatan Bantarbolang dengan jarak 1 jam perjalanan dengan mobil angkutan, tepatnya di pasar “mbolang” kalau orang Pemalang bilang, sebuah pasar kecil dipinggir hutan jati yang ramainya hanya sebatas sampai jam sembilanan saja, sedangkan jam keatas pasar sudah mulai sepi.
“Tolong anterin ayah keliling - keliling.”
“Emang keliling kemana ?” tanyaku penasaran
“Sudah pokoknya ikuti saja apa kata ayah”. Sahut ayah yang sudah rapi, siap untuk pergi.
Sepeda saya keluarkan siap untuk mengantar ayah, walaupun dengan seribu tanya hinggap dibenakku, saya turuti ayah.
Seperti biasa ayah saya boncengin, kemana akan pergi? Saya sendiri juga belum tahu, pokoknya ayo sajalah! Sepeda kukayuh, walaupun usia sepeda sudah tua masih sangat kuat untuk digunakan, bahkan sering juga ayah menggunakannya untuk mengangkut dagangannya sampai ke pasar mbolang.
Tak terasa ternyata telah sampai di alun-alun kota Pemalang terlihat ditengah-tengahnya patung yang sedikit angkuh dengan selempang sarung dan membawa bambu runcing sementara tangan kirinya menantang desa Pelutan.
“ke timur terus Gal”. Intruksi ayah
Tanpa banyak Tanya ini itu kukayuh sepeda dengan laju sedikit pelan karena beban dua orang yang agak berat, menelusuri jalan Jenderal Sudirman Pemalang yang rame hilir mudik kendaraan dari yang besar hingga kendaraan kecil. Akhirnya sampailah sepeda kami di pasar pagi, sebuah pasar kota yang besar beda jauh dengan pasar mbolang, pasar yang dipenuhi dengan orang dari berbagai penjuru kota bahkan banyak dari kabupaten tetangga yang bertransaksi perdagangan di pasar pagi Pemalang.