Beberapa rujukan menyarankan bahwa untuk melepaskan diri dari fobia sosial diperlukan konsultasi dengan para ahli. Namun ketakutan saya untuk bertemu psikolog atau psikiater menjadi semacam kekuatan untuk menghalau kecemasan-kecemasan tersebut.
Melepaskan diri dari kendali fobia sosial tidaklah mudah. Akan tetapi, motivasi untuk sembuh membuat saya merasa harus berjuang membebaskan diri dari ketakutan-ketakutan irasional yang membuat saya tidak sanggup tidur dengan lelap. Setidaknya empat hal ini membantu saya secara pribadi untuk mengurangi Social Anxiety Disorder yang saya rasakan.
Pertama, Saya mulai dengan hal paling mendasar. Saya mencoba mengubah cara berpikir bahwa saya tidak mungkin selamanya bertahan dengan pola hidup penuh kecemasan. Saya berusaha menyadarkan diri bahwa saya tidak akan dapat melakukan pengembangan diri jika terus menerus bertahan dalam kondisi tersebut.
Pada titik ini saya berusaha mengidentifikasi penyebab kecemasan tersebut. Saya mencatat bahwa kecemasan atau ketakutan terbesar adalah ketika saya berada dalam situasi yang menempatkan saya sebagai pusat perhatian. Maka, dalam batas yang wajar, saya berusaha tidak membebani pikiran saya dengan pendapat orang lain tentang diri saya.
Kedua, Saya mencoba menerima tugas-tugas menantang yang diberikan atasan. Saya ingat tugas pertama yang paling menantang adalah menjadi bendahara. Tugas ini memberikan kesempatan kepada saya untuk menemukan berbagai situasi baru, aktivitas baru, serta pengetahuan dan pengalaman baru.
Walaupun hanya sebagai bendahara sekolah, tugas itu menjadi penting karena memaksa saya harus berhubungan dengan orang-orang baru dan memperluas jaringan interaksi sosial. Hal ini secara perlahan mengikis kecemasan berlebihan sedikit demi sedikit.
Tugas menantang lainnya adalah ketika saya diberikan mandat sebagai kepala sekolah. Tanggung jawab ini, mau tidak mau, menyadarkan saya bahwa membangun rasa percaya diri menjadi sebuah keniscayaan.
Ketiga, meningkatkan kapasitas diri melalui pelatihan dan workshop. Sebagai kepala sekolah saya merasa harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Saya menyadari bahwa saya lemah dalam kemampuan berbicara. Maka saya berusaha belajar untuk meningkatkan kemampuan berbicara (public speaking).
Sebagai guru, komunikasi dalam proses pembelajaran menjadi hal yang biasa. Akan tetapi, akan menjadi berbeda ketika harus berkomunikasi di hadapan orang dewasa. Sebagai kepala sekolah, saya tidak saja dihadapkan dengan kehidupan bersama di sekolah tetapi juga dengan banyak orang di luar sekolah. Saya harus mengikuti rapat, menyampaikan pendapat, dan berinteraksi dengan seseorang yang memiliki senioritas atau wewenang. Semua itu lambat laun membantu saya mengurangi kecemasan sosial.
Keempat, mencoba hobi baru. Akhirnya saya menemukan hobi menulis. Hobi ini membuat saya dapat mengurangi kecemasan sosial. Menulis memerlukan fokus yang mengerucut pada tulisan itu sendiri. Fokus itu membuat saya dapat (setidaknya) mereduksi kecemasan sosial tersebut.
Menulis juga memberikan kesempatan kepada saya belajar berpikir sistematis. Hal ini memberikan dampak pada kemampuan berbicara yang bermuara pada meningkatnya rasa percaya diri.