Hal paling mendasar untuk membangun empati adalah belajar memahami perasaan orang lain yang tengah berada dalam situasi sulit dengan membayangkan jika kita berada dalam situasi serupa.
Sederhananya, saya selalu membayangkan seorang teman penderita stroke akut betapa sulitnya mengangkat tangan ketika saya menyodorkan tangan untuk bersalaman. Saya berpikir bahwa saya juga akan mengalami penderitaan yang serupa ketika saya berada dalam kondisi yang sama.
Dengan cara menempatkan diri dan ikut merasakan kesulitan itu, sikap tone deaf sebagai kebodohan akan dapat direduksi dari keseharian kita. Atau, mungkin patut dicoba untuk menerapkan empati kepada para tone deaf.
Pilihan ini dapat menjadi upaya yang cukup menantang untuk menghindarkan diri dari perilaku tone deaf. Ini terdengar seperti sebuah ironi. Bagaimana mungkin berempati kepada seorang tone deaf, orang yang tidak memiliki empati? Ya itu memang sulit.
Maka pahamilah seorang tone deaf
Tone deaf pada dasarnya dipicu oleh kurangnya pemahaman tentang perspektif orang lain. Hal ini bisa jadi karena kurangnya literasi seseorang. Dalam konteks ini, penting untuk memperbanyak membaca dan mencari sumber-sumber informasi yang relevan. Melalui buku, kita bisa masuk ke dalam pikiran dan perasaan karakter yang sangat berbeda.
Membaca membantu kita memahami bahwa ada banyak cara memandang dunia dan hidup. Tidak saja bacaan non fiksi tetapi juga bacaan fiksi akan memungkinkan kita menjelajah berbagai situasi dan kondisi yang mungkin belum pernah kita alami. Ini akan memperluas wawasan sehingga membuat kita bersikap lebih terbuka terhadap perbedaan pandangan, terutama perbedaan pandangan dengan seorang tuli nada. Mungkin saja ini dapat membantu kita berempati kepada mereka yang tidak memiliki empati.
Belajar dari kesalahan merupakan cara lain untuk memperluas wawasan. Ini bagus untuk pertumbuhan pribadi yang lebih baik. Akan lebih baik jika meminta bantuan orang terdekat untuk memberikan umpan balik untuk setiap kesalahan.
Memelihara dan mengembangkan hubungan sosial akan memungkinkan kita belajar banyak hal sehingga dapat memperluas wawasan. Ini mendorong kita lebih banyak berdiskusi, berbagi, dan mendapatkan lebih banyak umpan balik dengan sudut pandang yang lebih kaya.
Memelihara hubungan sosial berarti membangun kualitas hubungan itu sendiri. Makin berkualitas hubungan dua individu makin kecil kemungkinan untuk bersikap tone deaf.
Lombok Timur, 31 Agustus 2024